Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan penyebab laju inflasi pada Juli 2022 secara year on year (YoY) mencapai 4,94 persen. Menurut dia, gangguan rantai pasok hingga kenaikan harga komoditas global menyebabkan tren inflasi merangkak naik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Laju inflasi menunjukkan tren meningkat disebabkan karena sisi penawaran seiring dengan keanikan harga-harga komoditas dunia dan juga ada gangguan pasokan di domestik,” ujar dia dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK III pada Senin, 1 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inflasi tahunan Juli 2022 menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015. Sebelumnya pada Oktober tujuh tahun lalu, inflasi tercatat sebesar 6,25 persen. Inflasi domestik itu juga meningkat dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 4,35 persen. Meski inflasi headline melonjak, inflasi inti atau core inflasi tetap terjaga pada tingkat 2,86 persen secara YoY.
Sri Mulyani menuturkan level inflasi inti masih terjaga karena adanya bauran kebijakan dari Kementerian Keuangan hingga Bank Indonesia. “Termasuk dengan meningkatkan koordinasi dalam forum tim pengendalian inflasi pemerintah pusat dan daerah," tutur dia.
Mantan Bos Bank Dunia itu melanjutkan, sepanjang Juli, inflasi kelompok volatile food mengalami kenaiakan akibat pengaruh harga pangan global dan terganggunya rantai pasok akibat cuaca. Sedangkan inflasi pada kelompok administered price mengalami kenaikan dipengaruhi oleh meningkatnya harga tiket pesawat.
Kendati begitu, Sri Mulyani memastikan tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi global yang sangat tinggi tidak terlampau berpengaruh terhadap inflasi domestik di dalam negeri. Pemerintah, kata dia, menjaga stabilisasi harga minyak, gas, dan listrik dengan mempertahankan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah menambah alokasi anggaran untuk subsidi energi sepanjang 2022.
“Dengan langkah tersebut, dibandingkan dengan negara-negara yang sekolompok atau selevel dengan Indonesia, seperti Thailand yang telah mengalami inflasi 7,7 persen, India 7 persen, dan Filipina 6,1 persen, inflasi Indonesia yang 4,94 persen YoY masih relatif moderat,” tutur Sri Mulyani.
Badan Pusat Statistik atau BPS mendata sejumlah barang yang berkontribusi besar terhadap kenaikan harga barang dan jasa yang mendorong inflasi Juli. Kenaikan harga terjadi pada makanan, minuman, dan tembakau.
“Makanan, minuman, dan tembakau memiliki andil sebesar 9,35 persen. Dan komoditas utama yang dominan pada Juli di antaranya cabai merah, minyak goreng, bawang merah, dan rokok kretek filter,” ujar Margo dalam konferensi pers di kantor BPS.
Adapun inflasi secara month to month tercatat 0,64 persen. Jika melihat dari kelompok pengeluaran, yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi pada periode itu adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau. “Ini memberikan andil sebesar 0,31 persen,” katanya.
Jika dipelajari lebih detail, Margo menambahkan, ada beberapa komoditas yang dominan memberikan andil pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Sejumlah komoditas itu adalah cabai merah dengan andil 0,15 persen, diikuti bawang merah 0,09 persen, dan cabai rawit dengan andil 0,04 persen.
“Kenaikan cabai merah, bawang merah, dan cabai rawit disebabkan salah satunya oleh faktor cuaca. Karena berpotensi membuat gagal panen di beberapa sentra produksi holtikultura,” tutur Margo.
Adapun kelompok kedua yang menyumbang inflasi terbesar adalah transpotasi sebesar 0,14 persen. Sementara itu, komoditas yang dominan memberikan andil adalah tarif angkutan pesawat sebesar 0,11 persen.
Baca: Warga Diteror Usai Kritik Pemblokiran PSE, Johnny Plate: Teror Bagaimana, Kominfo yang Diteror
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.