MENUNGGU, menunggu di Pasar Modal. Sesudah setahun diaktifkan -
kembali, masih Semen Cibinong sendirian di situ. Berkali-kali
diduga akan ada lagi perusahaan yang akan go public,
memasyarakatkan diri, tapi mana? Siapa?
"Kami, PT Sinar Surya Metalworks," kata orang dari Surabaya.
Jika didengar ceritera perusahaan itu, justru mereka kini yang
menunggu keputusan resmi untuk diterima di Pasar Modal. Entah di
mana sangkutnya, keputusan itu semustinya sudah diketahui publik
minggu lalu.
Memang soalnya tidak gampang seperti yang diperkirakan pihak
perusahaan. Sesuatu perusahaan mungkin sudah memenuhi syarat
Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal) yang diketuai J.A.
Turangan. Dan mungkin sudah ada pula penjaminnya, seperti PT
First Indonesian Finance and Investment Corporation yang
bertindak sebagai underwriter untuk Sinar Surya itu. Tapi paling
menentukan ialah apakah PT Danareksa juga bersedia turut sebagai
penjamin, seperti yang dulu dilakukannya terhadap Semen
Cibinong. Jika Danareksa belum bersedia, tampaknya tertutup
pintu ke Pasar Modal.
Danareksa yang milik pemerintah itu, menurut Dir-Ut J.A. Sereh
tidak akan semberono untuk menjamin sesuatu perusahaan. Ia harus
menilai betul bahwa perusahaan itu menarik, dan sahamnya akan
bisa terjual. Dalam hal saham Cibinong, umpamanya, Danareksa
beruntung karena dividennya cukup baik. Meskipun begitu,
sertifikat Danareksa yang berasal saham Cibinong masih belum
terjual habis, masih bersisa sekitar 20.000 lagi.
Tanpa Jaminan Saja?
Ada pemikiran supaya perusahaan yang ingin go public supaya
tetap diberi kesempatan meskipun tanpa Danareksa sebagai
penjamin. Bukankah tersedia underwriters lainnya, berjumlah 11
yang terdaftar resmi? Bagaimana pun, dengan kondisi Pasar Modal
sekarang -- dan kenyataan ini diakui banyak orang -- akan besar
risikonya bagi publik jika tanpa Danareksa.
PT Sinar Surya jelas merupakan terbesar di antara ketujuh
perusahaan di Indonesia yang membikin lampu tekan, umumnya
dikenal sebagai petromax atau stormking. Produksinya berkisar
antara 1500 sampai 2000 buah setiap hari. Laris sekali
pemasarannya dengan merek berbau asing: Volcano, Cold Bond,
Draghn Star, Crab Brand dan Swan Brand. Seakan-akan itu
ditonjolkan dari luar negeri tapi dibikin di Jl. Demak Timur,
Surabaya.
Sumarsono, direktur Sinar Surya mengatakan pada Dahlan Iskan
dari TEMPO bahwa empat tahun lalu masih terdapat 67,5% modal
Hongkong (Chan Ching Pan dkk) dalam perusahaannya. "Tapi
keadaannya sekarang sudah terbalik. Modal Hongkong tinggal 40%
saja." Demikian maju, katanya lagi, kekayaan perusahaan ini
sudah mencapai Rp 4 milyar, sekitar 4 kali lipat dari modal
pertama.
"Kami ingin go public karena memikirkan masa depan. Dengan
banyaknya pemegang saham, perusahaan akan lebih bertanggungjawab
untuk menjaga perkembangannya.
"Kalau modal perusahan ini sebagian besar di tangan warga negara
sendiri, otomatis pemerintah akan melindunginya. Pokoknya, ada
segi idealis -- meratakan pendapatan -- dan bisnis -- keringanan
pajak."
Dir-Ut Nyoto Tombeng dan direktur lainnya, Hasan Mursalin serta
Presiden Komisaris Chan Ching Pan mendukung pemikiran itu,
menurut Sumarsono. Mereka sepakat untuk menjual 51% dari semua
saham perusahaan. Kini mereka menunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini