Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bahaya Dari Teluk Pohai

Ekspor minyak Indonesia ke luar negeri, khususnya ke Jepang dan Amerika mendapat saingan yang serius dari beberapa negara, antara lain oleh RRC. (eb)

2 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULAI pudarnya pamor minyak sebagai penghasil devisa utama bagi Indonesia sudah diakui secara resmi. Ingat, pidato kenegaraan (16 Agustus) Presiden Soeharto. Adapun sebabnya, seperti sudah berjalan beberapa waktu lalu, bukanlah karena produksi minyak itu sendiri berkurang di Indonesia. Tapi makin sulit bagi Indonesia untuk menjual minyaknya ke luar negeri. Alasan lama, dan yang sampai sekarang masih belum pulih, adalah resesi, yang membuat berbagai negeri industri mengurangi paket impor minyaknya. Alasan lain, dan ini penting, karena beberapa negeri industri itu sendiri sudah berhasil meningkatkan produksi minyaknya. Itu dengan sendirinya mengurangi ketergantungan mereka dari persatuan OPEC. Tapi yang paling serius akibatnya buat Indonesia adalah saingan minyak yang muncul dari beberapa pendatang baru, seperti yang terjadi di pasaran Jepang baru-baru ini. Tidak syak lagi, Jepang, masih merupakan pasaran utama bagi Indonesia. Dari seluruh ekspor minyak Indonesia tahun lalu, yang mencapai US$ 7 milyar hampir separo ke Jepang. Tapi pertumbuhan ekonomi Jepang yang lamban selama ini makin mengurangi permintaan Jepang akan minyak. Betul, seperti dijanjikan Menteri Perdaangan dan Industri Internasional (MITI) Toshio Komoto ketika berkunjung di Jakarta empat bulan lalu, bahwa Jepang tak akan mengurangi impor minyak dari Indonesia. Tapi janji itu ternyata hanya seumur jagung. Impor minyak Jepang selama semester I tahun ini turun dengan 2,7 juta kiloliter, menjadi 135,1 juta kiloliter. Indonesia agaknya yang paling celaka, karena dari 2,7 juta kiloliter itu, 1,1 juta kiloliter merupakan penurunan impor minyak Jepang dari Indonesia saja. Sebabnya tak susah dicari Ketika impor minyak Jepang yang terutama mengalir dari Arab Saudi dan emirat Abu Dhabi menurun, impor minyak dari RRC malah naik. Mengingat kwalitas minyak RRC mirip dengan yang dari Indonesia sama-sama berkadar belerang rendah - jelas yang terpukul adalah Indonesia. Ekspor minyak RRC ke Jepang dalam periode yang sama juga naik dengan 10%, menjadi 3,7 juta kiloliter. Nampaknya jumlah itu akan meningkat terus, apalagi karena hubungan RRC dan Jepang belum pernah seerat sekarang, sesudah ditandatanganinya perjanjian persahabatan antara keduanya. Tangga Favorit Alhasil, untuk masa lima sampai delapan tahun mendatang ini, ancaman minyak dari RRC tidak saja akan terbatas di Jepang, tapi diduga akan meluas sampai ke AS, pasaran nomor dua Indonesia. Sebuah kontrak resmi sudah terjadi antara pemerintah Hua Kuo-feng dengan empat perusahaan minyak AS, antara lain raksasa Exxon dan Pennzoil. Mereka memperoleh tawaran untuk melakukan eksplorasi minyak lepas pantai di kawasan Laut Cina Selatan. Sebuah perusahaan minyak Jepang dikabarkan juga telah meneken kontrak eksplorasi di Teluk Pohai. Diperkirakan, jika eksplorasi dan pemboran jadi dilaksanakan, investasi yang akan dibenamkan oleh suatu perusahaan bisa menelan US$ 5 sampai US$ 10 milyar. Memang dewasa ini tak ada perkiraan yang bisa dipegang tentang besarnya cadangan minyak RRC. Ada dikemukakan berkisar antara 20 sampai 75 milyar barrel. Kalau angka terakhir itu Yang mendekati kebenaran, maka cadangan RRC berarti merupakan terbesar di luar Timur Tengah. Tapi kalau angka pertama yang lebih kena, berarti itu kurang lebih sama dengan cadangan minyak Indonesia. Tapi kita boleh mengelus dada juga kalau apa yang diungkapkan seorang eksekutip ESSO, Otis O. Fox bisa dipercaya Baru 13% saja sumber minyak RRC yang berjumlah 20 milyar barrel itu yang sudah berproduksi. Untuk kebutuhan industri dalam negerinya, mungkin minyak RRC belum bisa mencukupi dengan tingkat produksinya yang sekarang. Tapi bukan mustahil, dengan alasan kepentingan politik luar negerinya, RRC di bawah ketua Hua dan Teng Hsiao-ping akan lebih menaruh perhatian pada ekspor minyaknya dan sedikit mengorbankan kepentingan industrinya. Maka dalam rangka kerjasamanya dengan sekawan maskapai minyak AS itu, bukan tak mungkin RRC pada akhirnya akan mengekspor pula minyaknya ke AS. Ada satu faktor yang menguntungkan bagi mereka di mata politik luar negeri AS, adalah RRC kini yang tetap menempati anak tangga favorit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus