Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Cina menyatakan bersedia meredakan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) melalui negosiasi yang tenang. Wakil Perdana Menteri Cina, Liu He, memastikan negaranya ingin mencegah ketegangan memanas setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang asal Cina dan meminta perusahaan-perusahaan AS untuk keluar dari Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami bersedia menyelesaikan masalah melalui konsultasi dan kerja sama dengan sikap tenang,” ujar Liu He di Chongqing, Caixin, sebagaimana dilansir dari Bloomberg, Senin 26 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut Liu menegaskan bahwa Cina menyambut investor-investor asing, khususnya perusahaan dari AS. "Kami menyambut perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk berinvestasi dan beroperasi di China,” papar Liu, dikutip dari Reuters.
Liu mengatakan, Beijing akan terus menciptakan lingkungan investasi yang baik, melindungi hak kekayaan intelektual, mempromosikan pengembangan industri cerdas dengan pasar kami yang terbuka. Cina dengan tegas menentang blokade teknologi dan proteksionisme, dan berusaha untuk melindungi kelengkapan rantai pasokan.
Pada Jumat pekan lalu, Trump menyatakan AS akan menaikkan tarif eksisting atas produk Cina senilai US$250 miliar per 1 Oktober 2019. Kebijakan ini disampaikan Trump hanya beberapa jam setelah Beijing mengumumkan tarif impor atas barang-barang dari AS senilai US$75 miliar, termasuk kacang kedelai dan minyak.
Selain itu, Trump mengatakan AS akan menaikkan besaran tarif yang sudah direncanakan atas produk China senilai US$300 miliar menjadi 15 persen dari sebelumnya 10 persen. Washington bakal mulai memberlakukan tarif baru mulai 1 September 2019. Namun, sebagian produk yang diincar baru akan dikenakan tarif pada 15 Desember 2019.
Di tengah ketegangan terbaru ini, pasar saham global serentak terbenam ke zona merah karena investor cenderung mengalihkan uang mereka dari saham ke aset yang kurang berisiko, seperti obligasi, emas, dan yen Jepang. Nilai tukar yuan Cina terpantau melemah akibat terbebani oleh ekspektasi perlambatan yang lebih dalam, di tengah memanasnya perang dagang antara dua negara berekonomi terbesar di dunia tersebut.
BISNIS