Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ini Alasan Apindo Menolak PPN 12 Persen

Apindo menilai kenaikan PPN akan semakin memperburuk kinerja sektor riil dan menurunkan minat konsumsi masyarakat.

22 November 2024 | 10.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani bersama sejumlah pengurus Apindo. Tempo/Amelia Rahima Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa Apindo dalam posisi kontra terhadap wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penolakan ini, kata Shinta, didasari kekhawatiran adanya penurunan konsumsi masyarakat imbas kenaikan PPN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Implementasi kebijakan PPN pada saat seperti ini justru berisiko menekan konsumsi domestik,” kata Shinta seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 22 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menilai, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen di tahun 2025 berpotensi meningkatkan biaya produksi akibat pajak yang lebih tinggi di sepanjang rantai pasok. Hal ini, kata Shinta, pada akhirnya akan meningkatkan harga barang dan jasa di pasar.

Shinta juga mengatakan, saat ini dunia usaha sedang mengalami stagnasi tingkat penjualan. Menurutnya, 4 dari 10 pengusaha saat ini bisnisnya stagnan. Ia juga menyebutkan pertumbuhan dunia usaha saat ini kurang dari angka 3 persen.

“Kondisi ini menandakan bahwa kebijakan kenaikan PPN akan semakin memperburuk kinerja sektor riil dan menurunkan minat konsumsi masyarakat,” ujar Shinta.

Apalagi menurut Shinta, kondisi perekonomian negara cenderung mengalami perlambatan atau slow down. Pada kuartal III 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,95 persen secara year on year (yoy). Dimana, angka ini masih di bawah ambang batas 5 persen yang telah ditetapkan sebelumnya.

“(Kenaikan PPN) memicu perlambatan ekonomi, dan meningkatkan skala sektor informal yang secara struktural kurang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” ucapnya.

Shinta sendiri malah merekomendasikan agar pemerintah mempercepat langkah-langkah penguatan ekonomi. Hal tersebut antara lain memberikan insentif fiskal bagi sektor-sektor terdampak, meningkatkan efisiensi belanja negara. Serta mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor yang selama ini kurang tergarap, seperti optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), perdagangan karbon, serta shadow atau underground economy. 

“Pendekatan yang terukur dan inklusif ini sangat dibutuhkan untuk memastikan kebijakan fiskal tidak hanya mendukung penerimaan negara tetapi juga mempertahankan stabilitas ekonomi serta daya beli masyarakat,” ujar Shinta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus