Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ini Dia Raja Tol Baru

Bakrie bakal menguasai seperlima ruas tol Trans-Jawa dari Kanci hingga Semarang. Jasa Marga kalah langkah.

6 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM urusan caplok-mencaplok perusahaan, Grup Bakrie dikenal sebagai salah satu ”jagonya”. Empat tahun lalu, kelompok usaha ini bikin geger setelah tiba-tiba berhasil mengakuisisi perusahaan tambang batu bara PT Kaltim Prima Coal dari Rio Tinto dan BP Plc. Padahal negosiasi pemerintah dengan kedua raksasa tambang dunia itu masih berlangsung.

Kini khalayak lagi-lagi dibuat heboh dengan kiprah Bakrie di proyek tol. Berkat gerak kilat Anindya N. Bakrie menggandeng Credit Suisse First Boston (CSFB), lembaga keuangan internasional, proyek jalan tol Pejagan-Semarang pun bakal jatuh ke tangan Grup Bakrie.

Kabar mengejutkan ini tersiar luas sejak 20 Juli lalu. Menjelang tengah malam, putra Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, itu mendadak muncul saat akad kredit tiga ruas jalan tol Pejagan-Semarang ditandatangani di ruang Lotus, Hotel Intercontinental, Jakarta.

Kemunculan Anindya sekaligus menandai keberhasilan Grup Bakrie ”menyalip” Jasa Marga dalam penguasaan ruas tol tersebut. Tadinya, perusahaan milik negara inilah yang bakal mengambil alih proyek itu. Apalagi, dalam rapat awal Juli lalu di kantor Sekretariat Wakil Presiden, Jasa Marga telah diminta menyelamatkan pengerjaan tiga ruas tol senilai Rp 9,1 triliun itu.

Jalan tol Pejagan-Semarang merupakan bagian dari megaproyek pemerintah membangun jalan tol sepanjang Jawa, yang dikenal juga dengan sebutan Trans-Jawa. Menjulur sepanjang 1.100 kilometer, jalan bebas hambatan ini akan menghubungkan kawasan Merak (Tangerang) di barat Pulau Jawa hingga Banyuwangi di ujung timur. Ditargetkan, pada 2010, semua ruas telah terhubung dan beroperasi penuh (lihat ”Belajar Berkah dari Cipularang”).

Rapat di kantor Sekretariat Wakil Presiden dilakukan untuk menyelamatkan pembangunan tiga ruas tol, setelah tiga investornya ”terdesak” soal finansial. Tiga investor pemegang konsesi jalan tol itu, PT Pejagan-Pemalang Toll Road (ruas tol Pejagan-Pemalang), PT Pemalang-Batang Toll Road (Pemalang-Batang), dan PT Marga Setiapuritama (Batang-Semarang), tak kunjung menyerahkan uang jaminan.

Akad kredit pembiayaan juga belum dilakukan. Padahal, jika tenggat 20 Juli lewat, tiga perusahaan tadi bisa diputus kontraknya. Akibatnya, proyek bakal tertunda karena pemerintah harus melakukan tender ulang.

Jasa Marga patuh pada keputusan rapat. Para pemilik konsesi jalan tol pun setuju mengurangi jatah sahamnya hingga tinggal 5-10 persen. Berdasarkan dokumen penawaran yang salinannya diperoleh Tempo, investor swasta itu menawarkan 90 persen saham kepemilikan ruas Pejagan-Pemalang dan Pemalang-Batang kepada Jasa Marga. Saham ruas Batang-Semarang juga 95 persen ditawarkan kepada Jasa Marga. Perusahaan negara itu setuju.

Agar pengambilalihan mulus, kantor wakil presiden kembali menggelar rapat pada 13 Juli. Dipimpin oleh staf khusus wakil presiden, Muhammad Abduh, rapat memutuskan Jasa Marga dan tiga investor membuat nota kesepakatan (MOU). Nota itu harus ditandatangani tiga hari kemudian.

Malam itu juga Jasa Marga mengundang para investor untuk membuat draf MOU. Ternyata para investor ”menghilang”. Para investor yang tadinya sudah rela menyerahkan kepemilikan sahamnya itu tak tampak batang hidungnya. Jasa Marga akhirnya membuat draf sendirian, dengan komposisi saham sesuai dengan penawaran investor.

Para investor tetap tidak hadir saat diundang menandatangani MOU pada 16 Juli. Akhirnya, nota empat halaman itu cuma diteken Frans S. Sunito, Direktur Utama Jasa Marga, lantas dikirim ke Sekretariat Wakil Presiden. Setelah Abduh merevisinya, Frans kembali meneken nota kesepakatan.

Anehnya, tetap saja para investor seperti lenyap ditelan bumi. ”Mereka mendadak sulit dihubungi,” kata Abdul Hadi, Direktur Pengembangan dan Niaga Jasa Marga. Jasa Marga akhirnya mengirim surat pada 18 Juli. Ditembuskan ke Sekretariat Wakil Presiden dan Menteri Pekerjaan Umum, surat itu meminta investor segera menandatangani MOU. Soalnya, batas waktu penandatanganan perjanjian kredit kian mepet.

Surat itu manjur. Satu hari kemudian, Abdul Hadi berhasil menemui Gowindasamy dan Michael Lee di Jakarta. Gowindasamy adalah Presiden Direktur PT Pejagan-Pemalang Toll Road dan PT Pemalang-Batang Toll Road. Sedangkan Michael, warga negara Singapura, pemegang konsesi ruas tol Batang-Semarang.

Tapi Abdul Hadi pulang dengan tangan hampa. ”Saya pikir mereka tinggal tanda tangan,” katanya. ”Ternyata mereka sudah merintis kerja sama dengan Bakrie.” Gowindasamy saat itu mengaku sudah menjalin pembicaraan dengan Grup Bakrie sejak satu bulan sebelumnya. ”Bakrie menjadi penjamin hingga kami memperoleh kredit dari Credit Suisse,” kata Gon, panggilan Gowindasamy, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Gowindasamy menampik sudah terikat perjanjian untuk meneken kesepakatan dengan Jasa Marga. Ia mengaku tidak memperoleh undangan dari Jasa Marga dan belum pernah menawarkan saham ke perusahaan pelat merah itu. Ia bahkan membantah pernah menghadiri rapat di kantor wakil presiden—keterangan ini bertolak belakang dengan beberapa saksi mata yang ikut rapat di sana.

Perusahaannya, kata Gowindasamy, bebas menjalin pembicaraan dengan beragam pihak. ”Kami hanya melihat kemungkinan yang paling cepat untuk melaksanakan penandatanganan,” katanya. Sedangkan Michael mengatakan hasil rapat di kantor wakil presiden hanya seruan bila perjanjian kredit tidak terlaksana. Karena ada pembiayaan dari CSFB, kerja sama dengan Jasa Marga tidak berlanjut.

Di mata Hisnu Pawenang, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, gagalnya Jasa Marga masuk ke proyek Pejagan-Semarang sesuatu yang lumrah. ”Ibarat orang kawin, harus cocok dulu,” katanya. Pemerintah tidak bisa memaksakan dengan siapa investor swasta harus bermitra. ”Kantor wapres hanya memfasilitasi,” ujarnya. ”Terserah investor mau joint dengan siapa.” Yang penting, pembangunan jalan tol terselesaikan.

Berkat uluran tangan Grup Bakrie, Gowindasamy dan Michael akhirnya lolos dari lubang jarum. Saat akad kredit diteken menjelang pukul 12 malam, 20 Juli lalu itu, CSFB bersedia mengucurkan fulus US$ 720 juta (sekitar Rp 6,5 triliun) atau 70 persen dari total nilai proyek.

l l l

Grup Bakrie, menurut sumber Tempo, memang sudah lama membidik tiga ruas tol Pejagan-Semarang dengan panjang total 171,5 kilometer. Apalagi Bakrie sudah menggenggam ruas tol di sebelahnya, Kanci-Pejagan, sepanjang 36 kilometer.

Sasaran akhirnya, Bakrie ingin menguasai jalan bebas hambatan dari Kanci hingga Semarang, yang bila ditotal panjangnya 207,5 kilometer. Panjang jalan tol itu hampir seperlima ruas tol Trans-Jawa.

Niat Bakrie itu diakui Hisnu Pawenang. ”Mereka mengintip Pejagan-Semarang sudah lama,” katanya. Minat Bakrie bahkan pernah disampaikan langsung ke Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Bakrie memang harus ”bermain” cepat. Soalnya, Plus Expressways Berhad, anak perusahaan Khazanah Nasional Berhad—perusahaan investasi milik pemerintah Malaysia—memendam hasrat yang sama.

Niat Plus masuk ke Pejagan-Semarang, menurut Hisnu, bahkan sudah diumbar sejak satu setengah tahun lalu—jauh sebelum Plus menguasai 55 persen saham ruas tol Cikampek-Palimanan, yang sebagian sahamnya juga dimiliki PT Bukaka Teknik Utama kepunyaan keluarga Kalla.

Nah, kesempatan buat Bakrie datang setelah tiga investor di ruas tol Pejagan-Semarang terjepit karena bermodal cekak. Apalagi Plus Expressway tak menggebu-gebu seperti dulu karena sudah kebagian saham ruas Cikampek-Palimanan.

Sebagai langkah awal, Bakrie menjadi penjamin atas kredit yang dikucurkan CSFB. Tiga investor penerima kredit itu kelak menerbitkan convertible bond alias obligasi konversi untuk pembayaran utang ke CSFB.

Menurut sumber tadi, dengan menjadi penjamin, Bakrie akan memegang surat utang yang nantinya bisa dikonversi menjadi penyertaan saham di ketiga ruas tol Pejagan-Semarang itu. ”Tidak mungkin Bakrie mencarikan pinjaman dalam bentuk dolar buat investor lain bila tidak mendapat apa-apa,” katanya. Dengan cara ini, jika ketiga investor tidak mampu membayar bunga dan pokok kredit, ruas tol itu pada akhirnya akan jatuh ke pelukan Bakrie sebagai penjamin kredit.

Di atas kertas, pada mulanya saham ruas tol Pejagan-Semarang memang masih dipegang investor lama—Gowindasamy dan Michael Lee. Tapi, bila sederet rencana tadi terwujud, konsesi ruas tol yang digenggam Gowindasamy sejak 1997 dan Michael sejak 1992 ini bakal beralih ke tangan Bakrie. Menurut Gowindasamy, kemungkinan kerja sama dengan Bakrie sangat terbuka.

Sumber Tempo membisikkan, rencananya, empat ruas tol Kanci-Semarang itu akan dipayungi oleh satu induk perusahaan di bawah bendera PT Satria Cita Perkasa. Di perusahaan ini, Anindya mendekap 99 persen saham.

Satria kini baru memiliki 25 persen saham di PT Semesta Marga Raya, pemegang konsesi ruas tol Kanci-Pejagan. Perusahaan ini juga pernah menguasai 49,6 persen saham PT Cakrawala Andalas Televisi, pengelola ANTV.

Masuknya Bakrie ke jalan tol bukan tanpa kekhawatiran. Seorang analis mengatakan bukan tidak mungkin ruas tol Kanci-Semarang hanya dijadikan komoditas belaka. Bakrie bisa saja menjual sahamnya saat nilai proyek kian menjulang meski jalan tol belum beroperasi. Bakrie terkenal jago dalam ”otak-atik” keuangan, kata sang analis.

Kalau analis itu benar, praktek semacam itu bukan yang pertama kali. Pengalaman serupa pernah dilakoni konsorsium Lintas Marga Sedaya, yang salah satu pemegang sahamnya adalah Bukaka. Sebagian kepemilikan saham proyek tol Cikampek-Palimanan bisa mereka jual ke Plus Expressways kendati jalan tol itu belum beroperasi. ”Asalkan ada persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum,” kata sumber tadi.

Anindya menepis anggapan itu. ”Kami mempunyai keseriusan besar atas pembangunan jalan tol,” kata pria 32 tahun ini melalui pesan pendeknya kepada Harun Mahbub dari Tempo dua pekan lalu.

Bakrie boleh berencana. Tapi jalan rupanya belum lempeng benar. Sandungan datang dari ruas Kanci-Pejagan. Gara-gara ”mendepak” Syarifuddin Alambai (komisaris independen, yang juga mantan Direktur Utama Jasa Marga) dan Jamaluddin Herman (direktur teknik) dari PT Semesta Marga Raya (Bakrie memiliki mayoritas sahamnya), Bakrie gagal menerima kucuran kredit dari BNI dan Bank Rakyat Indonesia Rp 1,38 triliun atau 65 persen dari total proyek. ”Surat default sudah dikirim,” kata Direktur Korporasi BNI Achmad Baiquni, Rabu lalu.

Kucuran kredit dibatalkan karena Semesta dianggap mencederai janji. Dalam perjanjian kredit disebutkan bahwa setiap perubahan direksi dan komisaris harus seizin bank. Kabarnya, Alambai dan Jamal adalah penjamin pribadi kredit bank.

Atas kejadian itu, Harya M. Hidayat, Direktur Operasi PT Semesta, mengatakan pihaknya masih memiliki waktu untuk memberikan tanggapan. Hingga delapan bulan mendatang, biaya proyek akan menjadi tanggungan pemegang saham. ”Selanjutnya, kami harus mencari pendanaan alternatif,” katanya.

Kabarnya, pendanaan itu lagi-lagi akan berasal dari CSFB. Namun Harya belum bisa memastikan. ”Kami masih berbicara dengan para kreditor,” ujarnya.

Jika semua rencana ini mulus, bisa jadi Bakrie akan menjadi raja tol baru. Untuk melengkapi pundi-pundinya, dua ruas tol milik Bukaka, Ciawi-Sukabumi dan Pasuruan-Probolinggo, pun tengah diincarnya. ”Negosiasi sedang berjalan,” kata sumber Tempo.

Adakah Bakrie juga tertarik membangun jalan bebas hambatan pengganti jalan tol Sidoarjo yang kini tergenang lumpur Lapindo?

Yandhrie Arvian, M. Nafi, Rieka Rahardiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus