SEIRING dengan datangnya musim hujan, kaset lagu-lagu Barat kini membanjiri toko-toko kaset. "Sekarang kita mulai hidup baru," ujar Iwan Sutadi Sidarta, Presdir PT Indo Semar Sakti Group. Ia tampak lega sesudah tiga bulan sibuk mengurus lisensi, mengikuti larangan terhadap kaset Barat bajakan yang diberlakukan Juni silam. Perusahaan yang memproduksi kaset merk Billboard, King's Record, Bulletin itu sudah memasarkan sejumlah kaset, di antaranya album Michael Jackson, Mick Jagger, Shade, Europe. Lebih dari 200 album, termasuk lagu klasik, sudah diedarkan. Harganya Rp 3.500 sampai Rp 4.000 per kaset. "Pasar minta agar kita isi sebanyak mungkin," katanya. Dan itu diproduksi berdasarkan lisensi dari CBS, yang bermarkas di Amerika. Dengan Indo Semar Sakti sebagai perintis, di antara 64 produser ada tiga produser rekaman lagi -- PT Musica Studio, Black Board, dan Oceana Record -- yang sudah mengantungi lisensi. Tak lama lagi mereka ikut membanjiri pasar dengan kaset lagu Barat. Tapi belum apa-apa, Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) sudah khawatir, terutama soal persaingan fee lisensi itu. "Kami wajib menghimbau agar fee yang dibayarkan tetap pada batas-batas yang wajar," ujar Rinto Harahap, Ketua Asiri. Katanya, hal itu diperlukan guna menjaga stabilitas industri rekaman dalam negeri, yang memperhitungkan daya beli masyarakat. Juga, "Perlu diawasi agar para pemberi lisensi dari luar negeri itu tidak menanamkan modal dalam bentuk pabrik atau studio di sini," kata Rinto lagi. Soal investasi itu sebenarnya tak dilarang. Lagi pula, produser bebas mencari dan melakukan negosiasi dengan siapa saja, dan dari mana saja. Cuma, Rinto merasa miris, memperhitungkan jika investor luar masuk, potensi industri rekaman dalam negeri yang sudah mapan bisa rontok. Menurut Sandjaya Widjaya, pemilik Musica Studio, kemungkinan pihak asing masuk ke dunia rekaman Indonesia memang ada. Dan tentu harus ada i2in serta mematuhi peraturan yang berlaku. Musica Studio sendiri belum berpikir sampai ke sana. "Kerja sama kita sampai saat ini terbatas pada pemberian lisensi dan latihan tenaga kerja," kata Sandjaya. Musica memang sudah menggaet lisensi dari dua perusahaan: Beatleman Music Group (BMG) International dari New York, dan Pacific Music Co. Ltd. (PMC) dari Hong Kong. Di samping menggandakan dan memasarkan lagu-lagu Barat, Musica bekerja sama dengan PMC dalam melatih tenaga kerja untuk memperdalam teknik rekaman dan manajemen pemasaran kaset. Lisensi menggandakan lagu Barat diperoleh Musica dengan royalti yang besarnya antara 16% dan 20% dari harga kaset, sebelum dibebani Pajak Pertambahan Nilai. Indo Semar Sakti juga membayar royalti hampir sama, yang kalau dihitung mencapai Rp 600 sampai Rp 700 per kaset. "Saya rasa wajar, fee sebesar itu," tutur Iwan. Ditegaskannya bahwa harga per kaset sekitar Rp 4.000 masih paling murah di dunia. Dan kaset-kaset lagu Barat itu tentu akan laku keras, apalagi kalau berisi rekaman lagu-lagu pilihan. Untuk kaset seperti itu, Indo Semar Sakti membayar royalti berdasarkan lagunya atau penyanyinya. Cara menghitungnya: senilai 20% dari harga dibagi jumlah lagu yang ada. Tapi cara menjual kaset dengan lagu pilihan seperti itu sebenarnya tidak klop dengan aturan main. "Sesuai dengan perjanjian, kaset-kaset lagu pilihan sekarang dilarang diproduksi," ujar Ketua Asiri, Rinto Harahap. Kalau benar begitu, persaingan pemasaran kaset lagu Barat di sini sangat ditentukan oleh penampilan kaset itu sendiri. Kalau sudah begitu, konsumenlah satu-satunya sasaran yang harus siap membayar kaset lagu Barat Rp 1.000 Iebih mahal. Toh mereka masih membeli yang termurah. Risiko lain: tak boleh mengetes lebih dulu kaset yang hendak dibelinya itu. "Cara ini mendidik konsumen agar tak buang-buang waktu," kata Suryoko dari Aquarius. Suhardjo Hs., Moebanoe Moera, Tri Budianto Soekarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini