Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengungkapkan kriteria minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang akan dikenakan cukai pada paruh kedua tahun 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto menyebutkan, pentarifan cukai ini akan berlaku untuk minuman dalam kemasan yang mengandung gula maupun pemanis alami dan/atau pemanis buatan, yang dikemas bersama-sama ataupun secara terpisah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Contohnya adalah minuman dalam kemasan ready to drink, dan minuman dalam bentuk konsentrat padat atau cair yang masih membutuhkan proses pengenceran dalam konsumsinya,” kata Nirwala melalui jawaban tertulis kepada Tempo pada Selasa, 14 Januari 2025.
Menurut Nirwala, batasan kandungan pemanis yang terkena cukai ini akan mengacu pada referensi dari Kementerian Kesehatan dan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ia mengatakan DJBC pun sudah berkomunikasi secara intens dengan kedua pihak tersebut.
Nantinya, kata dia, penentuan batasan kandungan gula yang dikenakan cukai akan menyesuaikan dengan persyaratan pencantuman logo “Pilihan Lebih Sehat” untuk minuman siap konsumsi yang diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan Olahan.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan implementasi cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2025.
“Saat ini target untuk implementasi memang sesuai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) di semester kedua,” tutur Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Akbar Harfianto di Jakarta pada Jumat, 10 Januari 2025.
Akbar menegaskan prioritas utama implementasi cukai MBDK ialah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat. Dia menjelaskan, pentarifan cukai terhadap minuman berpemanis tersebut dilakukan guna menekan angka penyakit seperti diabetes maupun penyakit lain yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebih.
Untuk penerapan cukai MBDK itu sendiri, pemerintah masih akan melihat referensi dari negara lain. “Tapi terutama kami mengacu kepada unit teknis atau kementerian teknis terkait, berapa sih asupan tambahan gula yang cukup sehat, di Indonesia khususnya,” ucap Akbar.