Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BRI dan BNI akan melepas saham BSI.
Dua bank asal Timur Tengah menjadi calon investor BSI.
Bank Mandiri tetap menjadi pemegang saham pengendali BSI.
MENJELANG akhir Ramadan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membawa kabar gembira bagi para investor di pasar modal. Jika tak ada aral melintang, bank syariah terbesar di Indonesia itu akan mengumumkan kinerja perseroan kuartal pertama tahun ini. "Hijau," kata Sekretaris Perusahaan BSI Gunawan Arif Hartoyo kepada Tempo pada Jumat, 14 April lalu. "Hijau" di situ merujuk pada laporan keuangan yang kinclong alias menunjukkan kenaikan laba dan pendapatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kinerja BSI memang sedang bagus-bagusnya. Saat tutup tahun 2022, bank hasil merger Bank Syariah Mandiri, Bank Negara Indonesia Syariah, dan Bank Rakyat Indonesia Syariah pada Februari 2021 ini mencetak laba Rp 4,26 triliun, naik 40,68 persen jika dibandingkan dengan raihan tahun sebelumnya. Di kalangan investor, BSI juga menjadi buah bibir karena meraup dana pihak ketiga Rp 261,49 triliun atau naik 12,11 persen dan menyalurkan pembiayaan hingga Rp 207,7 triliun atau meningkat 21,26 persen. Capaian ini didapatkan di tengah ketatnya persaingan dengan bank konvensional dan kondisi ekonomi yang belum benar-benar pulih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah BSI menguasai 60 persen pasar perbankan syariah, penetrasinya pada segmen pembiayaan konsumen makin dalam. Hingga Juni tahun lalu, BSI mengeluarkan pembiayaan konsumen hingga Rp 94 triliun atau naik 21,66 persen dari periode yang sama 2021. Pembiayaan konsumen pun memakan porsi terbesar, yaitu 49,2 persen, dari total pembiayaan yang disalurkan BSI.
Karyawan di Bank Syariah Indonesia Cabang Hasanudin, Jakarta, Februari 2021. Tempo/Tony Hartawan
Kemampuan BSI menyalurkan pembiayaan itu tak lepas dari sumber dana murah seperti Tabungan Wadiah. Produk simpanan ini memakai prinsip wadiah yad dhamanah, yakni penggunanya tidak akan mendapat pembagian keuntungan dari bank. Tabungan ini pun bebas dari biaya administrasi sehingga menarik bagi nasabah. Dengan produk semacam ini, BSI bakal terus melaju dan bisa menarik investor strategis, seperti yang digembar-gemborkan sejumlah pejabat.
Rencana BSI mencari investor strategis terungkap dari pernyataan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo dalam acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 di Jakarta pada 15 Februari lalu. Saat itu Kartika mengatakan investor strategis akan masuk untuk menggantikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. BRI dan BNI akan meninggalkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai pemegang saham pengendali BSI.
Pemerintah berharap investor strategis pengganti BNI dan BRI bisa membawa BSI melaju ke ranah global sebagai satu dari 10 bank syariah terbesar dunia dari sisi kapitalisasi pasar pada 2025. "Kalau pemegang saham (BRI dan BNI) exit, siapa yang bisa gantikan dan berapa size-nya. Ini berproses dan kami terus berdiskusi dengan yang potensial," kata Kartika.
Hingga Desember 2022, BSI memiliki kapitalisasi pasar US$ 4,10 miliar atau berada di urutan ke-14 bank syariah dunia. Skenario untuk mengerek kapitalisasi pasar BSI sebetulnya sudah ada di atas meja para petinggi perusahaan dan pemerintah. Salah satunya, BSI akan menambah porsi saham publik agar free float saham mereka makin tinggi. Tujuannya adalah mendorong perdagangan saham BSI di Bursa Efek Indonesia sehingga harganya terus terkerek.
Untuk itulah BSI menggelar rights issue atau penawaran saham baru pada Desember 2022. Dalam aksi korporasi itu, hanya Bank Mandiri yang mengeksekusi hak penambahan saham baru sehingga bank terbesar di Indonesia ini tetap menjadi pengendali BSI. Sementara itu, BNI hanya mengambil sebagian saham baru dan BRI tidak mengambil sama sekali.
Akibatnya, porsi pemegang saham BSI berubah. Setelah rights issue, saham Bank Mandiri naik dari 50,83 persen menjadi 51,47 persen, saham BNI turun dari 24,85 persen menjadi 23,24 persen, dan saham BRI berkurang dari 17,25 persen menjadi 15,38 persen. Di sisi lain, saham publik bertambah dari 5,51 persen menjadi 9,91 persen atau melebihi batas minimal 7,5 persen. Dari rights issue tersebut BSI mendapat tambahan modal Rp 4,99 triliun.
•••
PEMERINTAH punya target besar untuk Bank Syariah Indonesia. Tak hanya masuk 10 besar bank syariah global dalam dua tahun ke depan, BSI ditargetkan melebarkan sayap ke pasar internasional. Itu sebabnya BSI membuka kantor perwakilan di luar negeri. Salah satunya di Dubai Financial International Centre (DFIC), Uni Emirat Arab, yang beroperasi sejak Mei tahun lalu.
Saat membuka kantor perwakilan di DFIC, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan Dubai menjadi pijakan awal mereka untuk merambah pasar keuangan global. Selain menjadi pusat industri keuangan syariah dan memiliki peringkat kemudahan berbisnis tertinggi di Timur Tengah, Uni Emirat Arab memiliki peran strategis dalam perdagangan antarnegara.
Nasabah berjalan keluar usai bertransaksi di Kantor Cabang Digital Bank Syariah Indonesia Thamrin, Jakarta, 24 Agustus 2021. Antara/Aditya Pradana Putra
Pembukaan kantor cabang di Timur Tengah, Hery menambahkan, juga bertujuan merebut pasar natif, yaitu orang Indonesia yang berada di sana. "Ada 5 juta orang Indonesia yang tinggal di Timur Tengah," tuturnya saat itu. BSI juga membidik sekitar 200 ribu anggota jemaah haji dan 500 ribu anggota jemaah umrah yang saban tahun pergi ke Arab Saudi. Nan tak kalah penting, Hery melanjutkan, Indonesia adalah salah satu penerbit sukuk atau surat utang syariah terbesar di Nasdaq Dubai. "Pemerintah menerbitkan sukuk di Nasdaq Dubai hingga US$ 3 miliar per tahun, lebih dari 40 persen investornya dari kawasan Timur Tengah," ujarnya.
Bersama London Stock Exchange, Dubai menjadi pasar terbesar untuk sukuk global. London Stock Exchange menerbitkan sukuk global senilai US$ 50 miliar, sedangkan Dubai US$ 51,21 miliar. Sebanyak US$ 49,06 miliar di antaranya tercatat di Nasdaq Dubai. Selama ini, tidak ada institusi keuangan Indonesia yang bisa menangkap peluang dari penerbitan sukuk global.
Bank kelas dunia pun selalu berebut menjadi penjual sukuk. Contohnya saat pemerintah menerbitkan Sukuk Global Wakala senilai US$ 3,25 miliar pada Mei 2022, CIMB, Deutsche Bank, Dubai Islamic Bank, HSBC, dan Standard Chartered bertindak sebagai joint lead managers dan joint bookrunners. Pemerintah pun harus menerbitkan sukuk ini di dua tempat, yaitu di Singapore Stock Exchange dan Nasdaq Dubai. BSI bisa menangkap peluang itu, apalagi Indonesia masuk jajaran penerbit sukuk global terbesar.
Kartika Wirjoatmodjo mengatakan BSI bisa menggarap banyak hal dari kantor mereka di Dubai. Di antaranya pembiayaan sindikasi internasional dan transaksi untuk perusahaan Indonesia yang beroperasi di Afrika dan Timur Tengah. "BSI bisa menjadi hub perdagangan yang menghubungkan pengusaha Indonesia dengan Timur Tengah," ucapnya.
Tapi tak cukup hanya membuka kantor perwakilan di Dubai, upaya menembus pasar global memerlukan peran investor besar. Diam-diam skenario untuk menggandeng investor strategis ini sedang berjalan. Kepada Tempo, tiga pejabat mengatakan sejumlah bank investasi telah mendatangi Kementerian BUMN, BSI, hingga BRI. Mereka menawarkan jasa arranger atau pengatur transaksi. "Banyak yang mau ini barang," ujar salah satu sumber.
Dalam skenario transaksi ini, kata sumber Tempo, BRI akan melepas sahamnya di BSI lebih dulu. Maksudnya adalah BSI bisa menambah pembiayaan ke dua anak usaha syariah BRI. Selama ini BSI menyalurkan pembiayaan ke dua perusahaan yang terafiliasi dengan BRI, yaitu PNM Mekaar Syariah dan Pegadaian Syariah. Tatkala BRI menjadi pemegang sahamnya, BSI tak bisa terlalu banyak menyalurkan pembiayaan ke PNM Mekaar dan Pegadaian Syariah karena terhalang ketentuan batas maksimum pemberian kredit.
Masalah ini selesai jika BRI melepas saham BSI sekaligus memberi jalan bagi masuknya investor strategis. BRI juga mendapat dana segar dari pelepasan saham itu. Jika menggunakan harga saham BSI saat ini yang berkisar Rp 1.700 per lembar, BRI bisa mendapatkan Rp 12 triliun dari hasil divestasi 15,38 persen saham mereka di BSI.
Lain BRI, lain BNI. Menurut sumber Tempo, sejumlah petinggi BNI masih berat melepas saham BSI. Maklum, BSI menjadi sumber penghasilan tambahan bagi BNI. Tahun lalu saja, BNI meraup Rp 1 triliun dari pembagian laba BSI. "BNI mungkin baru akan keluar di tahap akhir transaksi ini," tutur dua orang yang mengetahui rencana transaksi itu.
Saat dimintai tanggapan mengenai informasi ini, Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo mengatakan perseroan tetap mendukung BSI menjadi bank syariah global yang andal. "Kami percaya pemerintah telah menyiapkan peta jalan pengembangan perbankan syariah di Indonesia dengan baik dan kami yakin BSI ada di jalur yang benar," ucapnya pada Jumat, 14 April lalu. Sedangkan Department Head Corporate Communication BRI Roma Jaka Permata Simanjuntak menolak memberikan tanggapan tentang kabar pelepasan saham BSI.
Ihwal investor, pemerintah sebetulnya sudah punya calon. Kandidat bohir baru untuk BSI tak lain bank-bank besar dari Timur Tengah, seperti dari Uni Emirat Arab. "Di antaranya Abu Dhabi Islamic Bank (ADIB)," kata sumber Tempo. ADIB dan satu bank asal Timur Tengah lain, menurut sumber Tempo, bakal mencaplok 25 persen saham BSI sehingga bisa mendapat predikat investor strategis. Setelah saham BRI dan BNI dicaplok, pemerintah juga menyiapkan jalan lain untuk investor itu berupa skema share swap atau barter saham.
ADIB bukan pihak asing bagi BSI dan pemerintah. Sejak April tahun lalu, BSI dan ADIB menjalin kerja sama pengembangan berbagai kegiatan usaha, seperti remitansi atau pengiriman uang, pengelolaan aset dan sistem pembayaran atau treasury, pembiayaan perdagangan, kustodian, pembiayaan sindikasi, dan pengembangan sumber daya manusia.
Saat ditanyai soal investor baru buat BSI, Kartika Wirjoatmodjo tidak menjawab. Sedangkan Sekretaris Perusahaan BSI Gunawan Arif Hartoyo menyatakan posisi perseroan sudah jelas. "Kami serahkan sepenuhnya kebijakan tersebut kepada pemegang saham."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini terbit di edisi cetak dengan judul "Sibak Jalan Bohir Baru"