Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pencarian investor mesti disertai uji tuntas yang memadai.
Seleksi calon investor menjadi momen krusial untuk mendapatkan mitra berkualitas.
Selain modal, investor terpilih harus bisa meningkatkan jaringan dan layanan prima.
RENCANA pemerintah membesarkan Bank Syariah Indonesia (BSI) harus ditempatkan sebagai peluang menangkap pasar yang lebih luas. Itu sebabnya langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara menggaet investor asing mesti bersandar pada kalkulasi bisnis yang matang disertai uji tuntas yang memadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah Kementerian BUMN menjaring pemodal strategis mengemuka setelah Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) berencana keluar dari deretan pemegang saham BSI. Tanda-tanda mundurnya dua bank BUMN itu sudah terlihat seusai rights issue akhir tahun lalu. Kepemilikan saham keduanya menyusut setelah BNI hanya mengeksekusi separuh haknya. Sedangkan BRI sama sekali tidak membeli saham baru yang diterbitkan BSI. Pendanaan yang masuk dari investor asing hendak dipakai buat ekspansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada tiga investor asal Uni Emirat Arab yang tengah dijajaki. Mereka adalah First Abu Dhabi Bank, Dubai Islamic Bank, serta Abu Dhabi Islamic Bank. Ketiganya bukan nama asing di industri keuangan syariah Indonesia. Meski mereka bukan wajah baru, bukan berarti pencarian investor boleh mengesampingkan prinsip akuntabilitas dan tata kelola perusahaan yang baik.
Seleksi calon investor justru menjadi momen krusial untuk mendapatkan mitra berkualitas. Tak hanya menyediakan suntikan modal, investor terpilih harus bisa meningkatkan jaringan dan layanan yang prima. Salah satu caranya adalah merancang inovasi produk yang dapat menjangkau segmen pasar lebih luas.
Strategi ini berpeluang menggairahkan pasar bank syariah, yang hingga akhir tahun lalu asetnya hanya 7 persen dari total aset perbankan nasional. Hasil merger tiga bank syariah menjadi BSI rupanya belum berdampak signifikan terhadap kenaikan pangsa pasar. Keterbatasan modal menjadi salah satu faktor penghambatnya.
Dengan modal inti di bawah Rp 30 triliun, transformasi bisnis bank BUKU III ini belum optimal. Beban operasional yang tidak efisien dan produk yang tidak inovatif turut mempengaruhi lambatnya ekspansi bisnis BSI. Situasi seperti ini terjadi pada bank syariah pada umumnya.
Keterbatasan modal mempengaruhi perluasan jaringan dan digitalisasi perbankan. Padahal ini senjata untuk menggenjot pangsa pasar sekaligus bersaing dengan bank konvensional. Agar BSI bisa bersaing di masa depan, investor yang kelak terpilih mesti mampu menciptakan terobosan untuk mengatasi ketertinggalan tersebut.
Bukan cuma itu. Masuknya investor asing ke bank syariah menjadi momentum bagi liberalisasi perbankan nasional. Proteksi yang berlebihan membuat daya saing bank lokal rendah. Indikasi ini terlihat dari komposisi aset dan dana pihak ketiga yang terkonsentrasi pada segelintir bank.
Akibatnya, bank-bank besar menjadi price maker yang mempengaruhi tingginya margin bunga bersih perbankan. Rasio ini merupakan perbandingan antara pendapatan bunga yang diterima bank dan bunga yang dibayarkan kepada pemilik dana yang dihimpun.
Baca liputannya:
Tak mengherankan bila margin bunga bersih perbankan nasional, yang berkisar 4-5 persen, merupakan yang tertinggi di dunia. Angka ini jauh di atas margin bunga bersih negara kawasan yang berada di angka 2-3 persen.
Masuknya investor asing membuka peluang terjadinya transfer pengetahuan sekaligus peningkatan daya saing perbankan nasional. Transformasi bisnis dan inovasi produk menjadi kunci untuk merawat ceruk pasar, sambil berharap bisa meraih konsumen lebih luas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini terbit di edisi cetak dengan judul "Investor Baru Perbankan Syariah"