Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta rupanya telah resmi menaikkan pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa menjadi 40 persen. Aturan ini termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diteken Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, pada 5 Januari 2024. Beleid ini resmi berlaku pada saat diundangkan di hari yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarif tersebut naik dibandingkan sebelumnya yang diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015. Kala Perda 3/2015 itu berlaku, tarif pajak untuk diskotik, karaoke, kelab malam, pub, bar, live music, musik dengan disk jockey (DJ) dan sejenisnya masih 25 persen dan 35 persen untuk panti pijat, mandi uap, dan spa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Khusus tarif PBJT (pajak barang dan jasa tertentu) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40 persen," bunyi Pasal 53 Ayat 2 beleid tersebut.
PBJT adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen. Ada lima jenis PBJT yang jadi kewenangan pemerintah daerah, yaitu makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan.
Pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa sendiri merupakan satu dari 12 jenis pajak hiburan. Sebelas jenis pajak hiburan lainnya meliputi totonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; dan panti pijat dan pijat refleksi.
Pengenaan pajak jasa hiburan sebesar 40 persen di DKI hanya berlaku untuk diskotek cum suis. Sedangkan tarif PBJT pada sebelas jenis jasa kesenian dan hiburan lainnya ditetapkan sebesar 10 persen dari jumlah pembayaran jasa.
Sebelumnya Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, kenaikan tarif tersebut merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang terbit pada 2022. Pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa kena tarif batas bawah dan batas atas (40-75 persen) karena jenis ini dinikmati oleh masyarakat tertentu. Yaitu, kelas menengah dan menengah ke atas.
Sementara hiburan jenis lain justru turun tarif pajaknya, dari dari 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen. Tujuannya untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir. UU tersebut juga mengeluarkan panti pijat dari kelompok diskotek.
Kenaikan ini banyak diprotes oleh usaha industri hiburan. Bahkan para pengusaha spa di Bali langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat, 5 Januari 2024. Pengusaha spa ingin MK meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness).
Amelia Rahima Sari