Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA bulan belakangan, petugas Bank Central Asia mendatangi ribuan gerbang jalan tol. Di sejumlah gerbang itu, mereka memasang alat sensor yang bakal mampu membaca kartu Flazz, uang elektronik keluaran BCA. Nama sensor itu lazim dikenal sebagai secure access module (SAM).
Pemasangan sensor tidak bisa asal. Baiknya dipasang pada malam hari ketika lalu lintas sedang sepi. Tujuannya agar pemasangan sensor tidak mengganggu arus keluar-masuk kendaraan di gerbang tol.
Sekretaris Perusahaan BCA Jan Hendra tidak tahu pasti kapan pemasangan semua sensor rampung. "Ada ribuan yang harus kami pasang," katanya Jumat pekan lalu. Jumlah pemasangan sensor di tiap gerbang bervariasi. Di gerbang tol Cikarang Utama, misalnya, BCA harus memasang sampai 30 SAM.
BCA mulai memasang reader dengan SAM yang bisa mendeteksi Flazz setelah pemerintah memutuskan semua transaksi nontunai berlaku di gerbang tol mulai 31 Oktober 2017. Dengan kewajiban itu, bank-bank lain yang mengeluarkan uang elektronik-tapi belum bisa digunakan di ruas jalan tol-harus memasang SAM serupa. Tujuannya agar uang elektronik mereka terbaca di reader gerbang tol. "Ini harus dipasang sendiri oleh bank," ujar Hendra.
Aturan wajib transaksi jalan tol dengan nontunai itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Transaksi Non-Tunai di Jalan Tol, yang terbit pada September lalu. Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna, aturan itu sudah lama dibahas. "Baru selesai pembahasannya Agustus kemarin," kata Herry di kantornya di Jakarta, Selasa pekan lalu. Sebulan kemudian peraturan itu terbit.
Kementerian Pekerjaan Umum awalnya tidak pernah membayangkan akan mewajibkan transaksi jalan tol harus nontunai. "Beberapa hal seperti transaksi nontunai memang tidak diatur spesifik sebelumnya," ujar Herry. Tapi Kementerian harus membuat kewajiban itu karena makin lama kendaraan yang melintas di jalan tol makin bertambah. Antrean di gerbang tol pun kian panjang.
Pemerintah hanya mengatur standar pelayanan jalan tol dengan key performance indicator, yang jumlahnya delapan item. Salah satunya panjang antrean kendaraan di gerbang tol tidak boleh lebih dari sepuluh. Dengan transaksi tunai, batas maksimal antrean di gerbang itu pasti terlewati, terutama pada jam sibuk dan hari besar.
Upaya meningkatkan penetrasi penggunaan nontunai menguat sejak April 2016. Ketika itu, dalam rapat terbatas kabinet, Presiden Joko Widodo meminta semua transaksi harus mengarah ke nontunai. "Presiden spesifik mengatakan demikian. Jadi harus kami dukung," kata Direktur Eksekutif Kepala Program Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia Aribowo di kantornya, Kamis pekan lalu.
Sejak itu, BI mulai mempelajari kondisi pembayaran nontunai di jalan tol, salah satu sektor yang iklim pembayaran nontunainya sudah mulai terbentuk-selain jalur Commuter Line Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. Namun, "Elektronifikasi di gerbang tol baru 26 persen," ujar Herry.
BI menemukan biang rendahnya penetrasi transaksi nontunai di jalan tol. Salah satunya kontrak kerja sama PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan Bank Mandiri. Dalam kerja sama tersebut, tercantum klausul hanya Mandiri yang boleh menerbitkan uang elektronik dan instrumen pembayaran nontunai lainnya di jalan tol Jasa Marga. Sebagai ongkos eksklusivitas tersebut, Mandiri harus membayar 0,3 persen dari nilai per transaksi ke Jasa Marga. Keduanya memulai kerja sama itu pada 2008 dan akan berakhir pada 2018.
BPJT sebetulnya sudah mengetahui eksklusivitas itu. Tapi tidak ada aturan yang melarang praktik tersebut. Lagi pula pembayaran nontunai di jalan tol masuk ruang improvisasi badan usaha jalan tol seperti Jasa Marga. Tapi belakangan improvisasi yang eksklusif itu justru membatasi akses masyarakat yang mempunyai uang elektronik dari bank lain. Pada Januari tahun ini, BPJT meminta Jasa Marga dan Mandiri membuka eksklusivitas itu. "Pengguna jalan tol itu kan preferensinya tidak hanya ke satu bank, jadi harus dibuka," kata Herry. Jasa Marga dan Mandiri bergeming.
Permintaan itu baru mempan setelah Bank Indonesia turun tangan. Juli lalu, BI menyurati Bank Mandiri dan Jasa Marga agar menerapkan inklusivitas dalam ruas tol dan mengizinkan uang elektronik lain dipakai di reader jalan tol Jasa Marga. "Kami mendorong kontrak itu diakhiri," ujar Aribowo. Mandiri akhirnya menurut. "Demi penetrasi transaksi nontunai, kami enggak ada masalah mengakhiri kontrak itu," ujar Senior Vice President Banking Transaction Retail Sales Mandiri Thomas Wahyudi di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis pekan lalu.
Assistance Vice President Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru mengatakan sebetulnya jauh sebelum BI menyurati Mandiri, Jasa Marga sudah membuka akses buat bank lain menggunakan uang elektronik di jalan tol Jasa Marga. Sejak Maret tahun lalu, misalnya, Jasa Marga mengajak tiga bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) menyediakan uang elektronik di jalan tol Jasa Marga. Mereka adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Nasional Indonesia, dan Bank Tabungan Negara. "Saya enggak mau melihat ke belakang. Per Oktober ini semua uang elektronik Himbara dan BCA bisa dipakai," kata Heru, Jumat pekan lalu.
Monopoli Mandiri bermula sejak Jasa Marga mengundang sejumlah kalangan perbankan menyediakan pembayaran nontunai di gerbang tol mereka. Menurut Direktur BCA Santoso, bank tempatnya bekerja saat itu ikut tender, tapi kalah. "Kami tidak mau memberikan tambahan 0,3 persen buat Jasa Marga," ujar Santoso, Kamis pekan lalu. "Tapi kami menghargai kebijakan Mandiri yang berani keluar 0,3 persen."
Saat itu, kata Santoso, BCA menghitung bisnis model uang elektronik di jalan tol tidak menguntungkan perbankan. Yang diuntungkan justru pengelola jalan tol karena lebih sedikit mengatur uang tunai.
BCA kebetulan saat itu sedang menjajaki kerja sama dengan Secure Parking, pengelola parkir asal Australia yang beroperasi di Indonesia sejak 1992. Mandiri juga bersaing menjadi rekan pembayaran nontunai Secure Parking. "Tapi Mandiri mau konsentrasi ke jalan tol. Jadinya BCA yang menggarap parkir," ujar Santoso.
Kerja sama BCA dan Secure Parking kini membuat BCA memonopoli pembayaran nontunai di jaringan parkir. "Mungkin Mandiri ingin mencari market share duluan di jalan tol," kata Santoso.
Setelah sukses mendorong Jasa Marga dan Mandiri mengakhiri eksklusivitas penggunaan transaksi nontunai di ruas tol, BI dan BPJT kini punya pekerjaan rumah yang tak kalah berat. BPJT harus memastikan semua pengelola jalan tol bisa menyediakan gerbang yang mampu membaca semua uang elektronik dari pelbagai penerbit yang diakui Bank Indonesia.
Pada 20 September lalu, BI menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Gerbang Pembayaran Nasional. Ini adalah rincian aturan dari Peraturan Bank Indonesia tentang Gerbang Pembayaran Nasional yang terbit tiga bulan sebelumnya. Aturan tersebut menjadi dasar semua uang elektronik harus bisa digunakan di semua kanal kendati penerbit uang elektronik dan kanalnya berbeda. "Kami harus memastikan bahwa semua sistem pembayaran yang dipegang masyarakat bisa dipakai di mana pun," ujar Aribowo.
Langkah BCA memasang satu per satu gerbang tol dengan sensor pembaca Flazz itu adalah bagian dari upaya memastikan semua uang elektronik terbaca di semua kanal.
Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo