Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Jangan Anggap Remeh jadi Relawan Bencana, Intip 7 Tips Ini

Dampak Gempa Lombok masih menjadi perhatian masyarakat dunia khususnya Indonesia. Simak 7 tips ini untuk menjadi relawan bencana.

25 Agustus 2018 | 17.04 WIB

Warga bersama relawan bergotong royong membuat saluran air di lokasi bencana longsor dan tanah bergerak di Desa Clapar, Madukara, Banjarnegara, Jateng, 31 Maret 2016. Sedikitnya 21 rumah roboh, serta ratusan lainnya  terancam roboh. ANTARA/Anis Efizudin
Perbesar
Warga bersama relawan bergotong royong membuat saluran air di lokasi bencana longsor dan tanah bergerak di Desa Clapar, Madukara, Banjarnegara, Jateng, 31 Maret 2016. Sedikitnya 21 rumah roboh, serta ratusan lainnya terancam roboh. ANTARA/Anis Efizudin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dampak Gempa Lombok masih menjadi perhatian masyarakat dunia khususnya Indonesia. Ada berbagai cara donasi yang ditawarkan masyarakat umum untuk mengumpulkan sumbangan kepada para korban gempa Lombok. Tidak hanya itu, banyak pula masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk berangkat langsung ke Lombok demi memberikan tenaganya menjadi relawan. Ahli gizi sekaligus salah satu relawan gempa Lombok, Tan Shot Yen memberikan 7 tips bagi masyarakat yang juga ingin menyumbangkan tenaganya.

Baca: Kisah Relawan Asian Games di Kali Item: Bau Banget

1. Ketika Anda mau ke pusat bencana, ada baiknya, Anda tidak pergi sendirian. Kurang tepat juga bila Anda membuat tim dadakan. “Kalian bukannya membantu, tapi malah nyusahin warga. Karena Anda tidak punya penilaian dan keahlian serta tidak jelas mau membuat apa. Bagaimana survive tanpa ada data,” kata Tan dalam keterangan persnya 23 Agustus 2018.

2. Relawan tidak sama dengan jihad yang hanya cukup membawa berpeti-peti dan berkarung-karung makanan instan. Relawan pun tidak hanya berkegiatan dengan bernyanyi dengan anak-anak. Relawan juga kontributor dari tempat dimana kalian ada. Relawan jenis ini bisa menggalang dana hingga strategi bekerja sama dengan lembaga yang sudah mempunyai penilaian baik dan program tanggap bencana. Beberapa lembaga resmi itu bahkan juga sudah merencanakan program pemulihan dan pengembangan daerah bencana.

Bank Mandiri menerjunkan lebih dari 100 relawan untuk mendukung penanganan bencana gempa di Nusa Tenggara Barat, Selasa, 6 Agustus 2018.

3. Bencana gempa tidak sama dengan bencana banjir. Medan nya pun tidak sama dengan kampung halaman kita sendiri. Jangan sampai Anda ke tempat bencana gempa dengan gagah berani, namun kembali ke kampung halaman menjadi pasien. “Kasihan keluargamu. Namanya pahlawan kesiangan gagal fokus,” kata Tan.

4. Relawan perlu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, Dinas kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bahkan Badan SAR Nasional. Koordinasi itu penting agar mereka bisa memberikan peta situasi, wilayah mana yang belum terjamah, dan tidak menumpuk bantuan di wilayah ‘anak emas’ karena pemberitaannya gencar di media

5. Relawan penting untuk selalu bekerja dalam tim dan kelompok. Relawan bukan aksi superhero. Bukan kerja kemanusiaan yang menuai pujian. “Selalu lah berpikir, apa dampak dari bantuan saya, kedatangan saya, di tanah orang?” kata Tan. Dalam bencana, anak, remaja hingga orang dewasa setempat amat sensitif dan memperhatikan gerak serta tutur kita. Jangan masukkan budaya ngawur ke dusun yang masih santun dan punya tatanan sendiri.

6. Relawan sebaiknya menghentikan istilah "korban" gempa. Mereka tidak boleh jadi korban. Mereka adalah orang orang yang ‘terdampak. Korban adalah bahasa lemah tak berdaya. “Mereka orang-orang kuat yang sedang menghadapi bencana dan cobaan. Relawan dan masyarakat perlu mendukung mereka bangkit,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Begini Derita Relawan Asian Games di Tepian Kali Item

7. Hentikan istilah ‘Trauma Healing’. Sebaiknya relawan menggunakan istilah ‘dukungan psikososial’. Untuk memberikan dukungan ini membutuhkan profesionalisme, butuh kompetensi, butuh rencana. “Kalau cuma peluk-peluk, nyanyi dan mewarnai tanpa ada evaluasi dan analisa, itu namanya pengalihan fokus sesaat. Nggak heran balik ke tenda kumat lagi sedihnya,” kata Tan.


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus