PENANAMAN modal Jepang, pada periode 1980-1984 lalu, ternyata menurun tajam di seluruh wilayah Asia, kecuali di Malaysia. Tahun lalu, penanaman modalnyadi Indonesia tidak lebih dari US$ 31 juta. Menurut penelitian Toshihiko Kinoshita, kepala perwakilan The Export-Import Bank of Japan di Jakarta (1981 - Maret 1985), penanaman modal di sektor industri pengolahan turun sangat tajam di Indonesia, sementara di Muangthai naik sedikit. Sebab penurunan bisa dicari dengan mudah: para penanam modal itu melihat prospek di sektor industri kurang cerah. Pada periode 1982-1984, industri elektronik untuk keperluan rumah tangga, otomotif (mobil dan motor), dan industri baja mengalami pertumbuhan nol atau minus sama sekali. "Mereka terpukul oleh memburuknya keadaan pasar, devaluasi rupiah di tahun 1983, dan kenaikan biaya karena pelbagai alasan," tulis Kinoshita, dalam penelitiannya. Beberapa di antara mereka malah mengaku rugi kepada Kinoshita. Contohnya grup Toray, yang mempunyai lima afiliasi pabrik tekstil di sini, pada tahun 1982 saja rugi US$ 10 juta. Keadaan ini bertentangan dengan cabang usaha perusahaan AS di sini, yang bisa mengantungi pendapatan US$ 2 milyar dan US$ 1,4 milyar, pada tahun 1983 dan 1984 saja. Dalam dua tahun terakhir itu, dia mencatat sedikitnya ada enam perusahaan Jepang di sini dilikuidasi, dan beberapa di antaranya mundur diam-diam dari sektor usaha agribisnis di Lampung. Selain fakta di atas, Kinoshita juga mengungkapkan beberapa hal: * Memang benar, para investor Jepang melihat Indonesia hanya sebagai tempat investasi untuk industri substitusi impor, yang pasarnya di dalam negeri, bukan luar negeri (kecuali proyek Asahan). Sekarang pemerintah sudah menganggap penting untuk mendorong usaha investasi yang berorientasi ekspor. Juga mulai memikirkan untuk membolehkan PMA berusaha di export processing zone di Tanjung Priok, sekalipun belum jelas benar rencananya. * Untuk merangsang PMA tersebut, dianjurkan agar pemerintah Indonesia mengizinkan pemilikan 100% modal asing itu selama 10-15 tahun di bidang industri menengah dan besar untuk tujuan ekspor. Dan menunda keharusan bagi industri pengolahan (otomotif) menggunakan komponen lokal, yang menyebabkan kenaikan biaya produksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini