DIPLOMA palsu agaknya tidak hanya diproduksi di Indonesia. Di AS pun ijazah seperti itu gampang didapat. Setidaknya, begitulah yang disinyalir pengacara kawakan Doktor Yap Thiam Hien. Atas nama kliennya, Laksamana Muda Purnawirawan Jahja Daniel Dharma alias John Lie, 74, Yap melaporkan Dr. Yusak Walean yang dituduhnya menggunakan diploma dan gelar doktor palsu, ke Polda Jakarta. Gara-gara gelar palsu tersebut, kata Yap, John Lie - yang dikenal sebagai bekas komandan kapal RI The Outlaw, yang berhasil menembus blokade Belanda di Selat Malaka - terkecoh. John, yang kini menjadi direktur utama PT Pelayaran Dharma Pasifik (PT PDP), mengangkat Yusak sebagai direktur di perusahaan tersebut. Terakhir, John memberi kuasa penuh untuk mengalihkan hak atas dua buah kapling di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, seluas hampir 10.000 m2, kepada pihak lain. Kapling tadi ternyata dialihkan kepada PT Bahana Dharma Utama, dengan nilai Rp 3,6 milyar lebih. Dari jumlah itu, yang kemudian bisa kembali ke PT PDP hanya Rp 801 juta. Selebihnya, Rp 2,8 milyar lebih, menurut John Lie, sampai kini tidak jelas rimbanya. Masih kata John, Yusak bergabung dalam perusahaannya pada Mei 1982. John sangat tertarik pada penampilan Yusak yang selalu menyebut nama Yesus Kristus, dan sering mengajak berdoa bersama. Ia juga yakin bahwa Yusak adalah seorang doktor filsafat ekonomi dari Thomas A. Edison College (TAEC) di Florida, AS, seperti diakui oleh yang bersangkutan. Gelar tersebut, menurut Yusak, diraih pada 1979, dan setahun kemudian - dari universitas yang sama - ia mendapat gelar doktor honoris causa. "Dia menipu saya dengan Injil. Dia tukang tipu yang sudah tak bisa diperbaiki," kata John Lie berang. Selain merasa tertipu dalam soal uang, John belakangan terus terang meragukan kebenaran diploma dan gelar yang disandang Yusak. Berdasarkan pengecekan yang dilakukan Yap Thiam Hien ke AS, TAEC boleh dibilang hanya sebuah perguruan tinggi papan nama. Pimpinan eksekutif TAEC, George Cook Lyon - yang menandatangani diploma Yusak - agaknya juga bukan orang baik-baik. Lyon, menurut Dewan Negara Bagian Florida untuk Akademi dan Universitas yang Mandiri pernah dihukum tiga kali karena mengeluarkan diploma palsu dan menyelenggarakan perguruan tinggi yang tak pernah diakui itu. Asisten Urusan Administrasi Dewan, Brenda S. Scott, lewat suratnya kepada Yap, menyatakan bahwa Lyon pada 1972 pernah meminta izin mendirikan TAEC. Permohonan itu ditolak karena Lyon tidak dapat memenuhi 30 standar minimum yang diwajibkan. Tapi, diam-diam, Lyon rupanya terus beroperasi. Sampai akhirnya, 1976, Pengadilan Negeri Palm Beach County menghukum Lyon dengan denda US$, 5.000 dan penjara 20 hari. Pada 1981, Lyon kembali divonis denda US$ 10 ribu dan penjara 40 hari. Lyon, kata Brenda, lalu pindah ke Arkansas. Namun, FBI terus mengusut kegiatan-kegiatannya sehingga ia ditangkap kembali. Pada 1983, Lyon dihukum 1 tahun penjara karena melakukan 13 kali penipuan melalui surat dan pos. Ia menjadi narapidana di penjara federal di Fort Worth, Texas. Kesimpulan surat itu, TAEC tidak pernah diakui kehadirannya. Oleh sebab itu, diploma, gelar, dan kredit-kredit pendidikan yang dikeluarkannya bisa dianggap tak pernah ada. Sunarto Suwarno, pengacara Yusak, menilai, tuduhan terhadap kliennya tidak benar. "Tuduhan itu fitnah dan terlalu mengada-ada." Ia menyatakan pernah melihat disertasi Yusak, Bulog's Role in the Context of Participation in the Realization of the Eight Tracks for Development Equalization in Indonesia. Yusak, yang menjadi konsultan bisnis dan pemegang konsesi pasir di Tangerang, juga membantah keras bahwa diplomanya palsu. Pada saat ia di AS, katanya, TAEC jelas mempunyai gedung dan dosen-dosen. Ia juga menyatakan telah menempuh 66 kredit, dengan nilai rata-rata 3,50. TAEC, ceritanya, adalah suatu perguruan tinggi bernapas agama (Kristen) sehingga banyak pendeta yang menjadi mahasiswa di situ. Sedangkan sistem kuliah seperti universitas terbuka sehingga mahasiswa tak mesti datang ke kampus setiap hari. Yusak juga membantah seolah telah menipu John Lie. Ia justru merasa telah menyelamatkan PT PDP dari kehancuran. Perusahaan yang didirikan 1964 itu, katanya, sudah hampir pailit saat ia bergabung, 1982. Langkah-langkah yang dilakukannya, antara lain, mencarikan pihak yang mau mengambil alih hak dan kemudian mendirikan gedung bertingkat 30 di atas kapling seluas hampir 10.000 m2. Usahanya itu, katanya, justru membuat aset PT PDP bertambah. Sebab itu, ia tak bisa menerima tuduhan menggelapkan uang milik PT PDP Rp 2,8 milyar lebih. Ia sekaligus menolak pemecatan atas dirinya - yang dinilainya tidak sah. Sebagai bukti bahwa ia tidak bersalah, Yusak menunjuk kepada surat penghentian penyidikan oleh polisi atas kasus tersebut. Pada 1984, kasus itu memang pernah dilaporkan Yap kepada polisi. Tetapi, karena dianggap tidak cukup bukti, penyidikannya terpaksa dihentikan. Namun, kini, setelah Yap menyerahkan bukti-bukti baru - sekaligus melaporkan soal diploma palsu - Polda Jakarta agaknya kembali akan membuka dan menyidik kasus itu. "Kami sedang mempelajari bukti-bukti baru itu," ujar Mayor Fajar Istijono, wakil kepala Dinas Kriminil Umum kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini