Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah Sumarlan sekilas tak tampak dari depan jalan. Terletak di Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, rumah itu tertutup kebun jeruk seluas 250 meter persegi di sekelilingnya. Sumarlan menyebutnya jeruk Punten, sesuai dengan nama daerah asal budi daya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jeruk inilah yang menjadi cikal-bakal varietas jeruk yang kini tersohor dengan sebutan jeruk Batu 55. "Saya belajar okulasi dari pengalaman, tak ada yang mengajarkan," kata Sumarlan, 63 tahun, saat ditemui pada Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mencoba menanam jeruk dengan teknik baru pada 2000 setelah sempat beralih menanam apel saat wabah penyakit menyerang semua pohon jeruk di sana pada 1977. Awalnya, ia menanam bibit jeruk yang telah disortir petani lain. Selanjutnya, ia mempelajari okulasi untuk menghasilkan jeruk yang lebih bermutu. Sumarlan menggabungkan irisan kulit pohon satu dengan yang lain. Ia juga belajar mengatasi penyakit dan virus yang menyerang tanaman.
Hasilnya: jeruk Punten berkulit kuning mengkilat, berdaging lembut, dengan rasa manis dan memiliki banyak air. Diameternya tergolong besar. Setiap satu kilogram memuat empat hingga lima buah jeruk. Menurut Sumarlan, jeruk ini mampu bertahan hingga sepuluh hari di suhu luar ruangan tanpa lemari pendingin. Sumarlan memasarkan jeruk ini ke Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Jakarta.
Saat jeruk Punten dinobatkan sebagai jeruk berkualitas baik dalam perlombaan buah di Jawa Timur pada 2004, masyarakat mulai mengenalnya sebagai jeruk Batu 55. Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menuturkan, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian mulai menyertifikasi jeruk ini pada 2011 karena memiliki buah induk yang berkualitas dan turunannya bermutu sama.
Sejak 2007, Sumarlan hanya menanam jeruk Batu 55. Sekitar 300 pohon berdiri di kebunnya. Produksi saat panen raya mencapai 10 ton per tahun. Jeruk dijual seharga Rp 14-20 ribu per kilogram. Ia harus mengeluarkan Rp 10-15 juta per tahun dari keuntungan hasil panen untuk ongkos perawatan kebun.
Data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu menunjukkan produktivitas pohon jeruk Punten makin baik, mencapai 6.720 ton. Rata-rata setiap pohon menghasilkan 48 kilogram jeruk. Dinas merekam, terdapat sekitar 140 ribu pohon yang produktif tahun ini.
Kepala Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Muhammad Taufiq Ratule, mengatakan jeruk Punten atau Batu 55 merupakan jeruk keprok yang mirip dengan jeruk mandarin asal Cina. Dibanding jeruk keprok dari daerah lain, jeruk Batu 55 lebih produktif dengan produksi mencapai 35-50 ton per hektare. Sedangkan di daerah lain hanya sekitar 15-20 ton per hektare. "Kami harap bisa menggantikan jeruk impor dari Cina," katanya.
Ketua Asosiasi Eksportir dan Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia, Eddy Simon Sim, mengatakan jeruk Batu 55 layak diekspor. Namun mantan pengusaha jeruk Pontianak ini mengatakan stok jeruk lokal belum mampu memenuhi kebutuhan di luar masa panen raya, yakni sepanjang Januari-April. "Saat kami minta, mereka tidak bisa kirim dalam jumlah banyak," ucap Eddy. Untuk mengatasi masalah itu, Muhammad Taufiq menyebutkan, Balai Penelitian Tanaman Jeruk akan memperbaiki varietas yang ada, antara lain dengan menciptakan jeruk keprok tanpa biji.
Para petani juga harus siap mengatasi lalat buah yang menyebabkan jeruk cepat membusuk sebelum masa panen. "Kami harus belajar sendiri. Tak ada bantuan dan pelatihan mengatasi penyakit ini," ujar Sumarlan. Balai Penelitian Tanaman Jeruk hanya menyediakan bantuan benih dan pupuk berdasarkan kawasan serta jaminan distribusi hasil panen bagi para pedagang.
Putri Adityowati, Eko Widianto (Malang)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo