Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manggi Habir*
DI tengah ketidakpastian pasar modal dunia sebagai efek keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), teror beruntun di Prancis, serta kudeta militer yang gagal di Turki pada pekan lalu, rupiah dan indeks harga saham gabungan justru melambung. Ditundanya kenaikan tingkat bunga dolar Amerika Serikat oleh Federal Reserve membantu menahan dana asing yang bermukim di pasar negara berkembang.
Undang-Undang Pengampunan Pajak memberi harapan akan meningkatnya penerimaan pemerintah untuk membiayai belanja negara, termasuk proyek infrastruktur yang vital. Ditambah lagi ada perkiraan penambahan aliran dana luar yang akan masuk ke Indonesia. Beberapa investor pasar modal bahkan sudah mengantisipasi tren ini dan masuk lebih dulu sebelum indeks saham bergerak naik.
Namun perbaikan sentimen pasar tidak semata-mata bersumber dari tren ekonomi. Ada juga sisi politisnya. Presiden Joko Widodo terlihat makin yakin dan nyaman dengan keputusan atau kebijakannya, walau terkadang tak serasi dengan para penasihat dan pendukungnya ataupun dengan beberapa kelompok masyarakat.
Untuk meredam suara nyaring dari Islam radikal, misalnya, Presiden mempromosikan konsep Islam Nusantara, yaitu Islam tanpa atribut kebudayaan Arab. Selanjutnya, walaupun beberapa pihak menasihatinya untuk memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI, Presiden akhirnya memilih Tito Karnavian, yang jauh lebih junior. Kepala Polri baru yang pernah memimpin Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini pekan lalu segera menunjukkan prestasinya dengan keberhasilan timnya bersama Tentara Nasional Indonesia dalam perburuan atas Santoso, pemimpin kelompok teroris di Poso, Sulawesi Tengah, yang telah lama diburu.
Di kancah politik, posisi Jokowi pun tampak menguat. Dua partai oposan di Dewan Perwakilan Rakyat, Gerindra dan Golkar, yang pada awal pemerintahan dikhawatirkan bikin repot, ternyata tak banyak terdengar lagi berseberangan. Golkar bahkan dengan terbuka menyatakan bergabung di belakang gerbong pemerintah. Dan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar yang baru atas dukungan Jokowi dengan cepat memuluskan proses persetujuan atas Undang-Undang Pengampunan Pajak, yang sempat tertahan.
Di luar negeri, walau tetap berusaha menarik masuk investasi dan dukungan pembangunan infrastruktur dari Cina, Presiden tetap memperlihatkan sikap tegasnya terhadap usaha sepihak Tiongkok di Laut Cina Selatan. Wilayah ini juga menjadi sengketa antara Cina dan Filipina, Vietnam, serta Malaysia. Pada saat yang sama, usaha menangkap dan menenggelamkan kapal penangkap ikan ilegal yang beroperasi di perairan Indonesia terus dijalankan, termasuk terhadap kapal Cina.
Kombinasi berbagai faktor itu memang menimbulkan sentimen positif. Tapi lesunya ekonomi kita tak begitu saja bisa teratasi dengan itu. Selusin paket ekonomi yang dikeluarkan belum berjalan sesuai dengan harapan. Masih banyak keluhan dari dunia usaha tentang perubahan kebijakan di tingkat atas yang kerap tak konsisten dengan pelaksanaan di lapis birokrasi di bawah. Pola lama tak serta-merta mengikuti semangat perubahan tersebut.
Pekerjaan rumah untuk sisa masa kepresidenan Jokowi, yang tinggal tiga setengah tahun, masih menumpuk. Banyak pihak menantikan potensi perubahan susunan kabinet, yang sudah lama tertunda. Bedanya, Presiden Jokowi kali ini akan lebih leluasa menentukan pilihannya sendiri, tanpa banyak gangguan dan desakan dari luar. Boleh jadi nanti akan terpilih menteri pengganti yang namanya tak ada pada urutan pertama daftar calon yang disodorkan para penasihat Presiden, seperti ketika Jokowi memilih Tito jadi Kapolri. *KONTRIBUTOR TEMPO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo