NAFSU membeli rupanya tidak memilih-milih tempat. Hal itu dialami oleh multijutawan Seibu Tsutsumi, 60 tahun, ketika ia melihat Presiden Prancis Francois Mitterrand berbincang-bincang dengan calon Presiden AS Michael Dukakis, di lobi Hotel Inter-Continental Manhattan, AS. Entah apa yang menggelitik hati Tsutsumi, pokoknya ia melihat ke lobi dan terpana. Tak lama kemudian ia memutuskan untuk membeli semua hotel Inter-Continental yang tersebar di seantero dunia. Dan itulah yang terjadi. Akhir September lalu Tsutsumi memborong 102 hotel jaringan Inter-Con dari perusahaan Inggris Grand Metropolitan PLC. Transaksi itu bernilai US$ 2,2 milyar, termasuk saham-saham Inter-Continental di Hotel Borobudur, Jakarta. Walaupun harus membayar tunai, bagi Tsutsumi tampaknya tidak jadi masalah. Aktivis mahasiswa sayap kiri di tahun 1940-an ini sekarang tergolong kapitalis kelas kakap di Jepang. Dialah bos Seibu Saison Group dengan tak kurang dari 100 perusahaan yang bergerak di pusat pertokoan mewah, distribusi mobil Jaguar, perikanan, asuransi, dan kartu kredit. Tahun silam, grup Seibu Saison diperkirakan berpenghasilan sekitar US$ 23 milyar, jumlah yang kurang lebih sama dengan APBN kita 1988-1989. Inter-Con., jaringan hotel peringkat ke-18 dunia yang memiliki 38.000 kamar, semula dimiliki perusahaan AS, Pan Am Corporation. Pada tahun 1980 Inter-Con dibeli perusahaan Inggris, Grand Metro, US$ 500 juta. Sekarang nilainya sudah US$ 20 milyar lebih -- mungkin karena harga tanahnya yang melonjak. Bukankah hotel-hotel InterCon. terletak di pusat-pusat kota besar di 48 negara ? Di Jakarta, Inter-Con memegang 6,75% saham Hotel Borobudur, hotel berbintang lima, yang terletak di satu blok strategis, antara Departemen Luar Negeri dan Lapangan Banteng. Semula saham Inter Con. di situ 9%, tapi ketika Hotel Borobudur go public tahun 1983, Inter-Con tidak menambah modal sehingga persentasenya turun. Pekan ini, Borobudur juga tengah menjual saham 6,6 juta lembar. Saham bernilai nominal Rp 1.000 itu ditawarkan seharga Rp 3.500 per lembar. Jika ditambah emisi pertama pada 1983, masyarakat akan menjadi pemegang 13,2 juta lembar saham atau 59,21%. Selebihnya dipegang Departemen Keuangan (19,17%), PT Perhotelan Banteng Baru (6,43%), lembaga keuangan IFC milik Bank Dunia (6,43%), dan bank Prancis Societe General (2,%). Pengoperan saham Inter-Con kepada Seibu Tsutsumi tidaklah akan menimbulkan masalah. Lagi pula, Presiden InterContinental, Patrick J. Copland, masih berusaha supaya manajemen Inter-Con yang sekarang terus dipertahankan. "Kami merasa bisa bekerja pada Saison dan akan mencoba menjual jasa manajemen itu kepada mereka," katanya. Inter-Con dikontrak PT Jakarta International Hotel untuk mengelola Hotel Borobudur selama 20 tahun sejak 1974. Kontrak itu bisa diperpanjang secara otomatis selama 10 tahun, pada 1994. Jusuf Indradewa, pejabat Departemen Keuangan yang menjadi Direktur Utama PT Jakarta International Hotel, menilai manajemen Inter-Con selama ini cukup baik. "Buktinya, tingkat hunian hotel rata-rata 75,3 % selama lima tahun ini, dan hotel terus memperoleh keuntungan," kata Indra. Sebagai pengelola, Inter-Con setiap tahun memperoleh 20% dari laba kotor Hotel Borobudur, setelah dipotong biaya amortisasi praoperasi, cadangan pemeliharaan aktiva, cicilan dan bunga pinjaman jangka panjang, beban asuransi, dan beban administrasi. Tahun silam, Hotel Borobudur mencatat laba kotor Rp 22,9 milyar. Apakah kehadiran Seibu Tsutsumi bisa meningkatkan jumlah tamu Jepang di Hotel Borobudur? Hal itu tentu saja harus diperhitungkan oleh Sari Pacific dan President Hotel, dua hotel yang selama ini menjadi langganan tamu-tamu Jepang di Jakarta. MW, Bachtiar Abdullah (Jakarta), Yusril D. (AS)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini