DEPARTEMEN Perdagangan, dalam dua tahun terakhir ini, boleh dibilang mempakan instansi pemerintah yang paling sering membuat kejutan. Soalnya, selain banyak menurunkan SK -- menyangkut tata niaga lokal dan ekspor departemen ini iuga paling sering memutasikan karyawannya. Dan yang dialihtugaskan bukan karyawan biasa, tapi pejabat-pejabat yang cukup berposisi. Pekan ini, misalnya, empat jabatan yang cukup bergengsi -- Sekretaris Jenderal (Sekjen), Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu), Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri), dan Ketua Badan Pengelola Bursa Komoditi (Bapebti) -- sekaligus mengalami pergantian. Para pejabat penting itu dimutasikan ke tempat-tempat yang posisinya tidak jauh berbeda dengan jabatan asal (kecuali Sekjen Umar Ali, yang tinggal menunggu masa pensiun). Dirjen Dagri Bakir Hasan, misalnya, dipindah menjadi Sekjen. Sedangkan posisi asalnya diambil alih oleh Kumhal Djamil (yang semula menjadi Dirjen Daglu). Posisi yang ditinggalkan Kumhal diisi oleh Paian Nainggolan, bekas Ketua Bapebti. Sementara itu, Rudy Lengkong ditugasi menggantikan Paian. Jadi, penggantian kali ini hampir mirip acara tukar tempat saja. Namun, dari empat posisi tersebut, ada yang menjadi fokus perhatian, terutama dari pengusaha. Pergantian tempat antara Dirjen Daglu dan Dirjen Dagri, tak dapat tidak, jadi bahan pembicaraan orang. Soalnya, memang, kedua nakhoda inilah yang paling kompeten mengarahkan jalur perdagangan. Maksudnya, kedua dirjen ini akan sangat menentukan komoditi mana yang harus dilindungi, dan mana yang tidak boleh diarahkan ke pasar ekspor. Mereka juga menentukan siapa-siapa yang berhak mengekspor, berapa banyak yang boleh dijual di dalam negeri, dsb. Pokoknya, semua Jalur perdagangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tak aneh benar bila kemudian, di balik pergantian dua jabatan ini muncul berbagai gunjingan. Seorang pejabat tinggi mengemukakan, mutasi terjadi karena munculnya beberapa kemacetan proses dalam alur beberapa komoditi penting. Contoh yang paling hangat, kata sumber tersebut, adalah pengaturan tata niaga rotan. Buktinya, dengan munculnya SK yang melarang ekspor rotan setengah jadi, ditambah larangan ekspor webbing, ratusan petani pengumpul rotan dirugikan. Harga jual hasil hutan yang dikumpulkan mereka anjlok total dari Rp 55 ribu menjadi Rp 35 ribu per kuintal. Sementara itu, di pusat-pusat penimbunan (Surabaya, Padang, dan Palembang) rotan mentah menumpuk, menanti pembeli. Menurut seorang pengusaha, ini semata-mata disebabkan oleh regulasi yang dibuat pemerintah. Sebab, hanya karena itulah, rotan mentah banyak yang tak tertampung oleh industri hilir. Sedangkan ekspor rotan jadi pun terhambat, karena harus bersaing ketat di pasa internasional. "Saya kira, keputusan itu diambil hanya untuk menguntungkan segelintir pengusaha besar saja," kata yang empunya sumber. Itulah sebabnya, Kumhal menjabat Dirjen Daglu hanya 17 bulan. Tapi seorang pejabat tinggi lain membantah keras isu tersebut. Menurut dia, Kumhal sebagai Dirjen Daglu telah bekerja cukup baik. Ini terlihat dari meroketnya perolehan devisa ekspor. Soal dicopot dari jabatannya, "Toh dia tidak tersingkir begitu saja. Malah mendapatkan tempat lain yang cukup terhormat," katanya. Tapi ia juga mengakui, di sinilah kemampuan Kumhal akan diuji. Maklum, kalau diurut satu per satu, persoalan yang muncul di dalam negeri bukan hanya rotan, tapi banyak komoditi lain, yang juga masih memerlukan pengaturan. Kumhal sendiri, tampaknya, tidak terlalu peduli. Ia menerima TEMPO di ruang kerjanya, dengan senyum lebar. "Mutasi seperti ini biasa, bahkan cuma sekadar pindah kamar saja. Tuh . . . di situlah kamar kerja saya nanti," ujarnya sambil menunjuk ruang kerja Dirjen Dagri, yang masih dihuni oleh Bakir Hasan. Kalau diperhatikan benar, karier Kumhal memang hampir selalu "mengekor perjalanan" rekannya, Bakir Hasan. Cuma di Departemen Perdaganganlah Kumhal duduk sejajar dengan Bakir. Tapi sebelumnya, dalam beberapa posisi, Kumhal menduduki "bekas kursi" rekannya. Contoh: posisi sebagai Staf Ahli Menteri Muda UP3DN dan Sekretaris Menmud. Hanya saja, usia jabatannya tidak pernah lama. Di Riset dan Teknologi, Kumhal hanya bekerja selama setahun. Begitu pula usia jabatan berikutnya, sebagai salah seorang yang membantu Tim Keppres 10 di Sekretariat Negara. Sedangkan posisi sebagai staf ahli, dan sekretaris di UP3DN juga tak lama, masing-masing satu dan 1,5 tahun. "Jadi, pindah-pindah tugas dalam waktu pendek seperti itu bagi saya bukan soal baru,"ujarnya. Tentang hasil kerjanya selama menjadi Dirjen Daglu, ia juga sedikit bangga. Misalnya, dalam hal nilai ekspor yang naik 40%, jika dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Padahal, kenaikan itu hanya ditargetkan 30%. "Tapi jangan sebut itu sebagai hasil kerja saya. Sebab, tanpa ditunjang oleh departemen lain tak mungkin itu bisa tercapai," ujarnya merendah. Selain itu, Kumhal tampaknya cukup puas dengan beleid-beleid yang diturunkannya. Contoh yang paling mudah diingat adalah pengaturan kuota kopi dan tata niaga tekstil, yang sekarang sudah lebih terbuka. Jejak-jejak itu sebagian sudah lebih nyata, sebagian masih tetap samar-samar. Yang sama sekali belum jelas ialah, arah mana yang akan diambil Paian Nainggolan, sebagai Dirjen Daglu yang baru. Kita tunggu. Budi Kusumah dan Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini