LIKUIDITAS memang masih ketat, tapi hal ini tidak menghambat Perum Pegadaian untuk berfungsi bagaikan oasis di tengah gurun. Setidaknya bagi masyarakat Jawa Barat, terutama daerah sekitar Bandung, Tasikmalaya, Majalengka, dan Cirebon. Lilih Natawisastra, Kepala Kantor Daerah Pegadaian Wilayah IV, pekan lalu mengungkapkan kepada TEMPO bahwa selama triwulan pertama 1991 (April-Juni), kredit yang sudah tersalur tak kurang dari Rp 7,5 milyar. Diperkirakan, sampai Maret 1992, wilayah itu akan menyerap Rp 30 milyar -- - tahun anggaran lalu, kredit tersalur sekitar Rp 24 milyar. Meningkatnya minat menggadai tentu berkaitan erat dengan meningkatnya sistem pelayanan Perum Pegadaian. Sejak awal tahun ini, misalnya, plafon kredit dinaikkan dari maksimal Rp 500.000 menjadi Rp 1.500.000. Agunan pun tidak cuma benda bergerak, tapi juga benda bergerak tak berwujud. "Misalnya ijazah atau surat perintah kerja," kata Lilih. Nilai agunan itu dihitung berdasar taksiran atas nilai ijazah yang akan digunakan. Selain itu, kantor pegadaian memperpanjang pelayanan sampai pukul 21.00, sementara kini memproses permohonan izin beroperasi 24 jam kepada Menteri Keuangan. Pegadaian sadar, jika beroperasi 24 jam akan diperlukan lebih banyak biaya, tenaga, serta pengamanan barang-barang. "Niat ini muncul tak lain untuk memerangi rentenir," kata Lilih. Dan kalau berhasil, tentu pelanggan rentenir akan beralih ke rumah gadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini