Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KAI menghapus jadwal perjalanan Argo Parahyangan paling pagi demi Whoosh.
Tingkat keterisian Whoosh masih jauh dari target 31 ribu penumpang per hari.
Pembelian KRL dari Cina disebut berhubungan dengan pencairan pinjaman Whoosh.
DWIKY Himawan bolak-balik mengecek jadwal perjalanan kereta api Argo Parahyangan dari Bandung menuju Jakarta pada 15 Februari 2024. Dia bingung lantaran tak menemukan slot keberangkatan kereta pukul 05.00 WIB dari Stasiun Bandung ke Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, di aplikasi Access by KAI. Dwiky, warga Bandung yang bekerja di Ibu Kota, awalnya menyangka tiket kereta itu ludes. Belakangan, pria 30 tahun ini sadar jadwal itu dihapus oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. "Tahunya sudah hilang," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Dwiky, penghapusan slot keberangkatan Argo Parahyangan paling pagi itu menjadi masalah. Sebab, dia harus menguber waktu untuk tiba di Jakarta sebelum jam kerja pukul 08.00 WIB. Kalau berangkat pada pukul 05.00, Dwiky bisa tiba pada pukul 07.45 di Gambir dan hanya perlu berjalan kaki menuju kantornya. "Hanya menyeberang," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah jadwal Argo Parahyangan paling pagi lenyap, Dwiky harus beralih ke moda transportasi lain. Pilihannya adalah kereta cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh, bus antarkota, dan mobil ulang-alik alias shuttle travel. Dia menilai mobil travel menjadi pilihan yang paling menguntungkan lantaran harganya tak berbeda jauh dengan tiket Argo Parahyangan kelas ekonomi yang dibanderol Rp 150 ribu sekali jalan. Tempat perhentian mobil travel di Mal Sarinah juga tak jauh dari kantornya.
Pengalaman serupa diceritakan pelanggan Argo Parahyangan lain, Randy Iswanto. Pria yang bekerja di wilayah Thamrin, Jakarta Pusat, ini mendadak kelimpungan begitu mengetahui jadwal kereta yang biasa dinaikinya setiap Senin pagi ditiadakan. Padahal jadwal ini paling klop dengan kebutuhannya dalam hal jadwal dan lokasi.
Kereta cepat Jakarta Bandung tiba di stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Januari 2024. Tempo/Prima Mulia
Seperti Dwiky, Randy akhirnya terpaksa beralih ke mobil travel yang berhenti dekat dengan kantornya. Ia juga enggan beralih ke Whoosh lantaran stasiunnya relatif jauh dari destinasi dan harus transit berkali-kali. "Kalau travel tinggal pilih pool dekat rumah dan turun di drop point dekat kantor."
Adapun tarif Whoosh jadwal paling pagi pukul 06.32 WIB dari Stasiun Padalarang menuju Stasiun Halim Perdanakusuma sebesar Rp 250 ribu. Keunggulannya, Whoosh akan tiba di Jakarta pada pukul 07.01 WIB. Masalahnya, ongkos dan waktu tersebut belum mencakup perjalanan dari Stasiun Halim menuju kantornya yang memerlukan waktu satu jam. "Otomatis saya pilih travel."
KAI menghapus beberapa slot perjalanan Argo Parahyangan pada 24 Januari 2024 dari semula 14 menjadi hanya enam perjalanan. Penghapusan beberapa slot perjalanan, antara lain Bandung-Jakarta pukul 05.00 WIB dan Jakarta-Bandung pukul 08.05 WIB, bersamaan dengan peluncuran tiga kereta baru, yaitu Papandayan (Gambir-Garut), Pangandaran (Gambir-Banjar), dan Malabar (Bandung-Malang). Jalur kereta Papandayan dan Pangandaran adalah perpanjangan rute Argo Parahyangan. Penumpang bisa menaiki dua kereta baru itu untuk perjalanan Bandung-Jakarta ataupun sebaliknya dengan harga tiket yang sama dengan Argo Parahyangan.
Keputusan KAI menghapus dua jadwal perjalanan itu dipertanyakan bukan hanya oleh penumpang, tapi juga oleh Federasi Serikat Pekerja Perkeretaapian (FSPP). Sebab, Presiden FSPP Edi Suryanto menjelaskan, dua jadwal tersebut penting dan menguntungkan bagi perusahaan. "Terutama pukul 5 pagi dari Bandung, okupansinya selalu di atas 70 persen," ucapnya pada 13 Februari 2024. Satu rangkaian Argo Parahyangan bisa mengangkut hingga 520 penumpang dalam sekali jalan.
Edi menduga penghapusan jadwal Argo Parahyangan itu adalah upaya mengalihkan penumpang ke Whoosh yang memiliki rute sama. Sebab, hingga kini jumlah penumpang Whoosh yang beroperasi sejak Oktober 2023 itu masih belum mencapai target ideal 30 ribu penumpang per hari. Berdasarkan data PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), jumlah penumpang Whoosh pada masa libur panjang 7-11 Februari 2024 maksimum hanya 20 ribu per hari.
Penumpang kereta Argo Parahyangan berjalan di peron saat tiba di Stasiun Bandung, 16 Februari 2024. Tempo/Prima Mulia
Menurut Edi, strategi tersebut tidak menguntungkan bagi KAI. Alih-alih mampu meningkatkan keterisian Whoosh, penghapusan sebagian jadwal Argo Parahyangan berpotensi mengurangi pendapatan KAI lantaran penumpang justru beralih ke moda jalan raya seperti bus atau mobil travel. Ujung-ujungnya, arus kas perusahaan bisa tertekan lantaran KAI sebagai pemimpin konsorsium Indonesia pemegang saham KCIC akan menanggung beban dari pengoperasian Whoosh, sementara pendapatan dari Argo Parahyangan tergerus.
Atas dasar itu, FSPP meminta pemerintah dan KAI mengkaji kembali penghapusan sebagian jadwal Argo Parahyangan serta merumuskan ulang segmentasi pasar Whoosh. Edi mengatakan dua kereta tersebut seharusnya memiliki target pasar yang berbeda agar tidak saling membunuh. Argo Parahyangan bisa menjaring penumpang kelas menengah, sementara Whoosh membidik masyarakat kelas atas. Menurut dia, ketika tarif termurah Whoosh ditetapkan Rp 150-250 ribu, harga tiket Argo Parahyangan juga harus disesuaikan. "Jadi penumpang tidak pindah ke travel," tuturnya sembari mengingatkan bahwa pasar Argo Parahyangan sudah terbentuk lama dan akan hancur jika penumpang beralih moda.
Juru bicara KAI, Joni Martinus, mengatakan akan mengkaji kembali kebijakan rute kereta antarkota. "Kami akan beradaptasi dengan keinginan masyarakat, tapi tetap mempertimbangkan aspek komersialisasi dan pendapatan korporasi," katanya pada 13 Februari 2024. Menurut Joni, perpanjangan rute Argo Parahyangan melalui peluncuran kereta baru adalah cara memperluas pangsa pasar, termasuk untuk wisata.
•••
MANUVER PT Kereta Api Indonesia untuk mengurangi jadwal perjalanan Argo Parahyangan bukan langkah tiba-tiba. Nasib Argo Parahyangan menjadi materi pembahasan antara pemerintah dan KAI sejak 2022. Kala itu, dua pejabat yang mengetahui seluk-beluk proyek Whoosh menyatakan ada rencana pemerintah menghapus layanan Argo Parahyangan karena bersaing langsung dengan Whoosh.
Studi kelayakan kereta cepat Jakarta-Bandung menetapkan Whoosh harus bisa mengangkut 31 ribu penumpang dalam sehari dengan tiket Rp 350 ribu per orang untuk mencapai target balik modal 38 tahun. Jika jumlah penumpang di bawah target tersebut, KCIC berpotensi mengalami tekor operasi alias cash deficiency yang ujung-ujungnya dipikul KAI sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, pemegang saham terbesar Kereta Cepat Indonesia China.
Rencana tersebut lantas menjadi sorotan publik dan skemanya kemudian diubah. Pada Oktober 2023, juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menyatakan pemerintah dan KAI tengah membahas rencana menjadikan Argo Parahyangan kereta api pariwisata. Operasinya pun akan diubah, antara lain dengan menambah stasiun perhentian. Cara ini berpengaruh pada waktu perjalanan Argo Parahyangan.
Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengaku tidak khawatir akan nasib Argo Parahyangan karena menilai setiap moda angkutan memiliki pasar tersendiri dan tidak saling memangsa. "Tidak ada kanibal," ujarnya dikutip dari laporan majalah Tempo yang terbit pada 8 Oktober 2023. Justru, menurut Seto, skema ini akan membentuk pola penumpang untuk Whoosh dan Argo Parahyangan.
Keyakinan yang sama disampaikan Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi. Menurut dia, KCIC membidik para komuter Jakarta-Bandung yang selama ini menggunakan moda jalan raya, khususnya kelas menengah atas. Dengan asumsi total pergerakan orang dari Jakarta-Bandung sebanyak 256 ribu per hari, KCIC membidik 11 persen dari jumlah itu beralih ke kereta cepat.
Masalahnya, Presiden FSPP Edi Suryanto menuturkan, ada upaya mengalihkan penumpang segmen kelas menengah dari Argo Parahyangan ke Whoosh. Indikasinya adalah pendekatan tarif dan jadwal dua layanan ini. Contohnya, KAI mengurangi jadwal operasi Argo Parahyangan mulai 24 Januari dan KCIC mulai menerapkan tarif dinamis pada 3 Februari 2024.
Kereta feeder menuju Stasiun Kereta Cepat Padalarang di Stasiun Bandung, Jawa Barat, 16 Februari 2024. Tempo/Prima Mulia
Dengan penerapan tarif dinamis, harga tiket Whoosh yang sebelumnya dibanderol Rp 200 ribu pada hari kerja dan Rp 250 ribu di akhir pekan menjadi lebih fleksibel. Harga tiket Whoosh bisa bervariasi dari Rp 150 ribu, Rp 175 ribu, Rp 200 ribu, Rp 225 ribu, hingga Rp 250 ribu, tergantung beberapa faktor, yaitu jam sibuk, momen liburan, hari kerja, dan waktu akhir pekan.
Kisaran harga termurah tiket Whoosh itu tak berselisih jauh dengan tarif Argo Parahyangan yang dibanderol Rp 150 ribu di kelas ekonomi dan Rp 200-250 ribu buat penumpang eksekutif. Kondisi ini, menurut Presiden FSPP Edi Suryanto, mengindikasikan Whoosh berupaya mengambil penumpang dari pasar yang sama dengan Argo Parahyangan, berbeda dengan niat awal kereta cepat itu menyasar pasar kelas atas.
FSPP memperkirakan penerapan tarif dinamis tidak akan menggenjot tingkat keterisian kereta cepat lantaran target pasar kelas menengah atas seharusnya tidak sensitif terhadap harga. Kalaupun ada potensi kenaikan volume penumpang, Edi menerangkan, penerimaan KCIC tetap tidak akan terkerek tinggi karena harga tiket masih di bawah tarif keekonomian.
Ketika dimintai tanggapan tentang persaingan Whoosh dengan Argo Parahyangan, juru bicara KAI, Joni Martinus, tak menjawab gamblang. Ia hanya menjelaskan bahwa pengurangan slot perjalanan Argo Parahyangan berhubungan dengan peluncuran kereta Papandayan, Pangandaran, dan Malabar dengan jadwal keberangkatan pagi. Juru bicara KCIC, Eva Chairunnisa, membantah anggapan bahwa tarif dinamis diterapkan karena Whoosh sepi penumpang. "Ini menjadi salah satu strategi awal untuk terus meningkatkan volume penumpang," ucapnya. Eva mengklaim telah mempublikasikan skema ini sejak awal Whoosh beroperasi, yaitu pada Oktober 2023.
Menurut Eva, KCIC sudah menambah jumlah perjalanan Whoosh yang awalnya hanya 14 menjadi 40 per hari. Penambahan jumlah perjalanan tersebut diharapkan bisa menarik lebih banyak pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan kereta cepat. Saat ini okupansi Whoosh berada di kisaran 60-70 persen pada hari kerja dan di atas 80 persen pada akhir pekan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, jumlah perjalanan kereta cepat itu masih di bawah kapasitas maksimumnya. Kabar yang dilansir Antara pada 17 Januari 2024 menyebutkan KCIC membidik target 31 ribu penumpang dengan mengoperasikan kereta untuk 68 perjalanan per hari tahun ini. Sementara itu, Kementerian Perhubungan mencatat rata-rata jumlah penumpang Whoosh 14.079 penumpang per hari atau 58,56 persen dari kapasitas angkut. Pada akhir pekan, okupansi penumpang Whoosh mencapai 80-100 persen dengan rata-rata volume harian akhir pekan 18 ribu penumpang per hari.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Mohamad Risal Wasal berujar, penumpang tersebut sebagian besar segmen baru di luar Argo Parahyangan. Menurut dia, pemerintah terus berupaya mendorong integrasi antarmoda yang mempermudah akses penumpang. "Sehingga dapat meningkatkan okupansi," tuturnya pada 17 Februari 2024.
Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menyarankan KAI kembali menggelar riset pasar untuk mengetahui karakteristik pelaku perjalanan, potensi pasar, dan target penumpang. "Mungkin penumpang yang ada saat ini hanyalah shadow demand," katanya. Saat ini, Sutanto meneruskan, para penumpang Whoosh masih berada dalam fase mencoba. Dia memperkirakan mereka masih belum menjadikan Whoosh alternatif dalam pola perjalanan mereka.
Menurut Sutanto, upaya membetot minat penumpang dari kendaraan pribadi ke kereta cepat tidak mudah. Sebab, dia menjelaskan, biaya perjalanan dengan kendaraan pribadi lebih murah ketimbang ongkos kereta cepat, apalagi bagi satu keluarga yang akan bepergian sekaligus. "Kalau mempertimbangkan perjalanan di dalam kota, mereka pasti tidak akan pindah ke kereta cepat," ucapnya.
•••
TINGKAT keterisian kereta cepat Jakarta-Bandung yang masih jauh dari target 31 ribu penumpang per hari bakal menambah beban PT Kereta Api Indonesia. Beban itu berasal dari tekor operasi alias selisih penerimaan dengan biaya operasi dan perawatan. Di luar aspek operasi, KAI menanggung beban akibat pembengkakan biaya pembangunan infrastruktur atau cost overrun Whoosh. Walhasil, KAI sebagai pemimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) harus menarik utang dari Bank Pembangunan Cina (CDB) guna mengongkosi proyek tersebut.
Bertambahnya beban keuangan KAI akibat cost overrun proyek Whoosh ada dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat Tahun 2022. Dalam laporan tersebut, BPK menjelaskan bahwa Indonesia dan Cina menyepakati nilai cost overrun US$ 1,2 miliar pada 12 Februari 2023. Nilai investasi proyek ini naik dari US$ 6,07 miliar menjadi US$ 7,2 miliar.
Dari angka tersebut, PSBI yang menggenggam 60 persen saham Kereta Cepat Indonesia China harus menanggung US$ 723,58 juta. Sebanyak US$ 542,68 juta bakal dibiayai oleh CDB dan US$ 180,89 juta sisanya berasal dari modal yang harus disetor badan usaha milik negara anggota konsorsium PSBI. Pendanaan untuk porsi ekuitas sudah dipenuhi melalui penyertaan modal negara kepada KAI sebesar Rp 3,2 triliun pada 2022.
BPK menyoroti potensi KAI menanggung pembayaran bunga pokok dan bunga pinjaman apabila KCIC tidak dapat membayar pokok dan bunga shareholder loan. Karena itu, BPK meminta pendanaan dilakukan melalui skema pinjaman yang paling menguntungkan. Dalam laporan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pinjaman itu akan dijamin pemerintah melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Toh, rencana menarik utang baru dari CDB membutuhkan waktu. Bahkan, saat kereta cepat mulai beroperasi, KAI belum menekan perjanjian pendanaan tersebut. Pencairan utang cost overrun itu baru terlaksana pada 7 Februari 2024 sebesar US$ 448 juta dalam bentuk fasilitas A senilai US$ 230,99 juta dan fasilitas B dalam renminbi ekuivalen US$ 217,08 juta. Dana tersebut lantas disalurkan kepada PSBI.
Sejumlah pejabat yang mengikuti perjalanan proyek kereta cepat mengatakan cairnya pendanaan itu berhubungan dengan ditekennya kontrak pembelian tiga rangkaian kereta rel listrik baru dari pabrik kereta asal Cina yang juga memproduksi kereta Whoosh, CRRC Sifang. Pembelian KRL dilakukan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), yang juga anak usaha KAI.
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi atas informasi ini kepada juru bicara KAI, Joni Martinus; juru bicara KCIC, Eva Chairunnisa; Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto; serta Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo. Namun, hingga laporan ini ditulis, mereka tak menjawab.
Dirjen Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI, Muhammad Risal Wasal, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Juli 2023. Tempo/Imam Sukamto
Adapun Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Mohamad Risal Wasal membantah anggapan adanya keterkaitan dua transaksi tersebut. Musababnya, pengadaan sarana KRL dan kereta cepat dilakukan oleh dua badan usaha yang berbeda. KRL diadakan oleh KCI, sementara kereta cepat oleh KCIC. "Melalui skema kerja sama yang berbeda pula sehingga tidak terkait satu sama lain," katanya.
Juru bicara KCI, Anne Purba, juga membantah informasi tersebut. "Tidak benar dan tidak berhubungan," ujarnya. Menurut Anne, keputusan membeli kereta dari Cina diambil setelah KCI menerima empat proposal dari empat perusahaan, yaitu CRRC Sifang; J-Trec dari Jepang; serta dua perusahaan asal Korea Selatan, Woojin Industrial Systems dan Dawonsys. Dari keempat proposal, KCI menilai CRRC dapat memenuhi spesifikasi teknis, harga, dan waktu pengiriman yang dipersyaratkan.
Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menilai KAI seolah-olah tersandera dengan model bisnis kereta cepat yang belum sesuai dengan harapan. Karena itu, Sutanto menyarankan pemerintah mengkaji pemisahan bisnis KAI dengan Whoosh. Dengan pemisahan itu, KAI sebagai BUMN bisa beroperasi sesuai dengan fungsinya melayani publik kelas ekonomi dan nonekonomi, sementara KCIC yang merupakan perusahaan patungan dengan pihak asing bisa berfokus pada kelas nonekonomi. "Bukan pilihan nyaman, tapi akan mengurangi beban cukup signifikan."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ghoida Rahmah, Yohanes Maharso, dan Khory Alfarizy berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pontang-panting Menyelamatkan Whoosh "