PEKAN ini pemerintah akan memutuskan nasib divestasi 51 persen saham PT Kaltim Prima Coal (KPC). ”Sekarang kami masih membahasnya,” ujar Djoko Darmono, Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang juga memimpin tim antardepartemen yang khusus menangani divestasi KPC. Perusahaan batu bara yang beroperasi di kawasan Sangatta, Kalimantan Timur, dan dimiliki British Petroleum serta Rio Tinto itu sempat dihebohkan karena divestasinya tak kunjung tuntas.
Penawaran divestasi direncanakan Maret lalu, tapi—karena sengketa antara KPC dan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur—tertunda-tunda. Situasi kian rumit karena ada masalah sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hal ini timbul karena Pemda Kal-Tim mengajukan gugatan ke KPC dan pemerintah pusat, dengan tuduhan menunda-nunda divestasi KPC. Akibatnya, divestasi tersendat sama sekali, padahal harga 100 persen saham KPC telah disepakati sebesar US$ 822 juta. Kendati yang didivestasikan hanya 51 persen, dana yang diperlukan lumayan besar, sehingga Pemda Kal-Tim sempat mencari mitra penyandang dana. KPC, sebaliknya, justru menghendaki tender terbuka.
Sebuah sumber di pemerintahan mengungkapkan bahwa tim antardepartemen merekomendasikan dua pilihan: pemerintah pusat membeli 51 persen saham KPC atau menunjuk pembeli. Namun, karena tidak punya uang, pemerintah cenderung melakukan opsi yang kedua. Diperkirakan kelak ada konsorsium yang menjadi wadah bagi beberapa perusahaan peminat KPC. ”Pemerintah pusat hanya akan mengoordinasinya,” ujar Djoko Darmono memastikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini