SETELAH sukses dengan Paris Club III, utang jangka panjang Indonesia masih akan dinilai selective default alias gagal bayar oleh Standard and Poor’s (S&P), institusi pemeringkat yang berpusat di New York, AS. Saat ini S&P memberi nilai ”CCC” kepada Indonesia, dan sebelum itu malah ”CCC plus”. Namun, penurunan peringkat ke selective default masih menunggu penjelasan resmi pemerintah mengenai penyelesaian utang luar negeri ke pihak swasta asing (utang swasta). Utang kepada kreditor swasta itu mencapai US$ 340 juta, yang terdiri atas utang pokok dan bunga yang dibuat pada 1995 dan jatuh tempo April 2002-Desember 2003. ”Penurunan peringkat itu akan terjadi segera,” kata Takahira Ogawa, Direktur S&P Asia Pasifik, seperti dikutip Reuters.
Lalu, jika Indonesia diberi nilai merah oleh S&P, akankah investor angkat kaki? Menurut Goei Siauw Hong, pengamat pasar modal, peringkat itu tidak ada pengaruhnya. Alasan Goei, ”Semua orang sudah tahu bahwa Indonesia tidak akan mampu membayar utang saat ini. Mereka juga maklum bila utang-utang itu dijadwalkan kembali.” Justru yang akan memengaruhi investasi adalah situasi keamanan, penegakan hukum, dan berhasil-tidaknya privatisasi BUMN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini