Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kapal Asing Marak Masuk Natuna, Pemerintah Diminta Tambah Patroli

Menyusul banyaknya kapal Cina dan Vietnam di perairan Natuna, pemerintah dinilai perlu menambah armada kapal patroli di sana.

3 Januari 2020 | 10.23 WIB

Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I  menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin 30 Desember 2019. KRI Tjiptadi-381 menghalau kapal Coast Guard China untuk menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan di kawasan sekaligus menjaga stabilitas di wilayah perbatasaan. ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmada I
Perbesar
Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin 30 Desember 2019. KRI Tjiptadi-381 menghalau kapal Coast Guard China untuk menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan di kawasan sekaligus menjaga stabilitas di wilayah perbatasaan. ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmada I

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Destructive Fishing Watch (DFW) meminta pemerintah kukuh mempertahankan kedaulatan di Laut Natuna. Hal ini seiring adanya klaim Cina yang mengklaim memiliki nilai historis di wilayah tersebut, bahkan kapal Cina dan Vietnam sering menerobos perairan ini secara ilegal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Nasional DFW Moh. Abdi Suhufan mengatakan, secara diplomatik Indonesia Indonesia bahwa Laut Natuna adalah milik Indonesia. Hal tersebut bisa ditunjukan dengan dua hal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pertama, perlu intensifnya penjagaan dan patroli rutin di Natuna dengan menambah armada kapal pengawasadanya kegiatan pemanfaatan laut oleh nelayan Indonesia.  Intinya adalah penguasaan laut Natuna Utara mesti ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis 2 Januari 2020.

Kedua, operasioanal sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) Natuna yang dibangun pada 2017 perlu ditingkatkan. Kapal ikan ukuran di atas 30 GT yang pernah mau direlokasi ke Natuna, harus direalisasikan. "

Secara bilateral, lanjut Abdi, sejauh ini Indonesia tidak memiliki masalah dengan Cina berkaitan dengan konflik dan klaim kepemilikan wilayah di Laut hina Selatan. "Klaim Cina masih sepihak dan belum ada bukti yang menguatkan klaim tersebut," tambahnya 

Abdi mengakui, potensi ikan di wilayah Natuna cukup menggiurkan. Laut Natuna punya potensi ikan 767.000 ton, meliputi ikan pelagis kecil, cumi, rajungan, dan ikan karang.

Sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melayangkan protes ke pemerintah karena kapal Cina telah berani bermanuver memasuki perairan Natuna. Ia meminta pemerintah menyampaikan nota diplomatik secara resmi ke pemerintah Cina terkait pelanggaran kedaulatan ini.

BISNIS

 
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus