Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kartel Bawang di Balik Terasi

KPPU mencurigai adanya praktek kartel di antara para importir bawang. Ada importir yang jadi distributor sekaligus produsen.

24 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUDANG berisi ratusan ton bawang putih dan bawang merah itu tersembunyi di antara rumah penduduk. Tak ada papan nama di pabrik sekaligus penampungan terasi bercat kuning gading seluas satu hektare itu. Keberadaannya makin tersamar lantaran tertutupi sebuah kelenteng besar, dengan jalan hanya selebar tiga meter, yang menghubungkan gudang dengan Jalan Muhammad Basir, Pasar XXVII Marelan, Medan, Sumatera Utara.

Di tengah kelangkaan pasokan dan harga bawang putih dan bawang merah yang menggila, gudang milik CV Sumber Alam Rezeki itu tiba-tiba jadi pusat perhatian di Medan. Apalagi di gudang itu ditemukan timbunan tak kurang dari 600 ton bawang merah dan bawang putih.

Bidar Alamsyah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, curiga stok bawang sebanyak itu sengaja ditimbun untuk mengerek harga bawang karena Sumber Alam tersohor sebagai distributor bawang terbesar di Sumatera Utara. Menurut hitungannya, mustahil bawang sebanyak itu digunakan hanya sebagai bahan baku terasi. Artinya perusahaan itu menyalahi izin impor. "Kami akan memastikan seluruh bawang untuk bahan baku," kata Bidar, Kamis pekan lalu.

Asiang, salah seorang pemimpin Sumber Alam, memang mempekerjakan puluhan buruh perempuan untuk memproduksi sambal terasi merek 777, 1A, dan A1. Produk itu dikemas seukuran kotak korek api. Asiang mengatakan ratusan ton bawang putih dan merah itu diimpor dari Cina, India, Thailand, dan Vietnam. "Itu bahan baku. Kami juga menyuplai bawang ke pabrik kerupuk dan mi," ujarnya.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap juga punya syak wasangka ketika pekan lalu menginspeksi gudang Asiang. "Saya ingatkan jangan coba-coba menimbun bawang. Akan saya cabut izin perusahaan," katanya. Pak Wali Kota juga tegas mendesak Sumber Alam segera melepas 50 ton bawang mereka ke pasar.

Stok bawang Sumber Alam memang patut mengundang tanya. Sejak 31 Januari, mereka mengantongi surat persetujuan impor dan rekomendasi impor produk hortikultura sebanyak 5.040 ton atau sekitar 200 kontainer bawang merah dan 8.640 ton atau sekitar 345 kontainer bawang putih dari Kementerian Perdagangan dan Pertanian.

Kuota tersebut diberikan untuk Sumber Alam sebagai importir produsen dan hanya boleh masuk di Pelabuhan Belawan, Medan. Dengan status importir produsen, Sumber Alam dilarang menjualbelikan atau memindahtangankan bawang yang diimpornya. Ini berbeda dengan importir terdaftar, yang boleh menjual barangnya ke pasar.

Eh, ternyata Asiang mengakui sebagian bawangnya dijual ke produsen lain, yang disebutnya terafiliasi dengan perusahaannya. Lebih dahsyat lagi, 110 kontainer bawang dioper ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sejak dua pekan lalu. Tji Kok Sutrisno atau Akok, bos Asiang, mengakui pula bawangnya dikirim ke Tanjung Priok. "Ini untuk perusahaan rekanan kami," ujarnya kepada Tempo. Selain lewat laut, bawang Akok dikirim dengan truk.

Kelengkapan dokumen membuat Akok optimistis perjalanan barangnya bakal lancar jaya. Perhitungannya terbukti jitu. Inspeksi mendadak anggota Komisi Pangan Dewan Perwakilan Rakyat, Bea-Cukai, dan Karantina Tumbuhan, Senin pekan lalu, tak bisa menahan barang Akok. "Dokumen lengkap dan sah sehingga tidak kami tahan," kata Agus Sunanto, Kepala Balai Besar Karantina Tanjung Priok, Jumat pekan lalu.

Kedatangan bawang Akok di Tanjung Priok, menurut Agus, belum membuktikan bawang bahan baku itu rembes ke pasar. "Yang harus membuktikan adalah aparat hukum."

Mengaku sebagai distributor bawang terbesar di Indonesia, Akok memang punya segala fasilitas yang diperlukan. "Kami sudah puluhan tahun," ujarnya. Menurut Akok, bawang yang ia lepas ke pasar bukan yang diimpor lewat Sumber Alam. Sebab, ia juga punya PT Tunas Sumber Rezeki, yang tercatat sebagai importir terdaftar. Jadi, selain mengimpor bahan baku, ia mendatangkan bawang untuk dijual lagi. "Saya pisahkan bawang produksi dan bawang yang boleh dijual."

n n n

Lolos dari dua pemeriksaan di gudang dan pelabuhan, sorotan terhadap Akok tak lantas berhenti. Sumber Tempo mengatakan Tunas Sumber Rezeki merupakan satu dari sebelas importir yang dituding Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mempraktekkan kartel bawang. Komisi curiga karena ada juga 39 kontainer Akok di antara 332 kontainer milik 11 importir bawang yang tertahan di Terminal Peti Kemas Surabaya.

Munrokhim Misanam, Komisioner KPPU, mengatakan ratusan kontainer bawang itu diduga sengaja ditimbun untuk mengerek harga. Apalagi 11 pemilik barang tak kunjung membongkar bawang mereka meskipun izin sudah diberikan. Kini Komisi sedang menelisik hubungan di antara 11 importir itu, apakah mereka sengaja bermufakat jahat untuk membuat kelangkaan bawang di pasar. "Akan kami telusuri hingga transaksi uang di antara mereka," katanya.

Akok membantah tudingan itu. Menurut dia, kontainer belum dibongkar lantaran izinnya belum beres. Tapi jawaban Akok rupanya tak sama dengan fakta yang dipegang KPPU. Sebab, dalam daftar importir penerima rekomendasi impor produk hortikultura, perusahaan Akok punya izin impor 2.483 ton bawang putih dan 1.880 ton bawang merah. Artinya, tak ada alasan baginya untuk menunda pengambilan barang di pelabuhan.

Akok tak sendirian sebagai pusat sorot­an. Dari 11 perusahaan yang sedang disigi KPPU, lima di antaranya diduga terafiliasi di bawah satu induk usaha. Mereka adalah PT Painan Jintai Resources, PT Pentabiz Internasional, PT Ridho Sribumi Sejahtera, PT Rachmat Rejeki Bumi, dan CV Agro Nusa Permai. Pemilik Painan, Ahkam, menampik tuduhan itu. "Kami ini distributor kecil," ujarnya Jumat pekan lalu.

Awat, salah satu distributor besar di Surabaya, juga tak terima dianggap memainkan harga. Melalui PT Mulya Agung Dirgantara, namanya tersohor di kalangan pedagang bawang putih Pasar Keputran dan Pabean Surabaya. Toko pengepulnya berlokasi di Jalan Songoyudan dekat Pasar Pabean.

Salah satu pelanggannya mengatakan, pada saat pasokan menipis, Awat membanderol bawang putih seharga Rp 55 ribu. Belakangan harga turun menjadi Rp 15 ribu per kilogram setelah protes mencuat di sana-sini.

Awat menolak disebut sengaja menimbun barang untuk mengatrol harga. "Saya jual murah ke pasar," kata pengusaha yang mengantongi kuota 1.100 ton ini.

Sumber Tempo di pemerintahan menyebutkan, untuk bawang merah, salah satu pemilik kontainer yang tertahan di Surabaya ialah PT Citra Gemini Mulia. Perusahaan milik Pieko Nyoto Setiadi ini punya 85 kontainer dan disebut-sebut merupakan salah satu dari enam importir besar komoditas gula, yang tersohor dengan julukan enam samurai. Namun Pieko enggan menceritakan perihal bisnisnya ataupun tudingan itu. "Nanti saja kita ketemuan," ujarnya.

Saling curiga juga merebak di antara para importir bawang sendiri. Ada perusahaan yang dianggap mendapat keistimewaan. Salah satunya milik Akok. Seorang importir mengatakan, ia heran kenapa Akok begitu gampang mendapat beragam rekomendasi dan izin meskipun ada beberapa syarat yang belum dipenuhi. Apalagi izin impor belasan ribu ton itu terbit tepat pada saat barang mulai langka dan harga merambat naik pada akhir Januari lalu.

Importir yang jadi sumber Tempo itu menghitung, pada saat harga tinggi di tingkat konsumen akhir, keuntungan bersih importir mencapai Rp 700 juta-Rp 1,25 miliar per kontainer. Itu artinya potensi keuntungan Akok dapat mencapai Rp 380-680 miliar. Keuntungan besar itulah yang membuat iri para importir lain, yang merasa diperlakukan berbeda.

Akok menyangkal anggapan yang dilontarkan rekannya sesama importir itu. Menurut dia, tak ada keistimewaan yang ia peroleh dari Kementerian Pertanian dan Perdagangan. "Tidak lima rupiah pun saya berikan ke pejabat," katanya.

Akbar Tri Kurniawan, Sahat Simatupang (Medan), Diananta P. Sumedi (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus