Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kasus Gagal Bayar Jiwasraya, Sandiaga: OJK Harus Refleksi

Dengan adanya momentum kasus Jiwasraya, menurut Sandiaga, seharusnya ada OJK mengevaluasi kegiatan pengawasannya selama ini.

30 Januari 2020 | 19.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyambangi rumah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara Nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Agustus 2019. TEMPO/Budiarti Utami Putri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sandiaga Uno menilai kasus gagal bayar yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) seharusnya menjadi momentum bagi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK untuk melakukan refleksi atas kegiatan pengawasannya selama ini.

"Saya apresiasi kerja dari Kejaksaan. Tetapi kalau kita lihat kan perannya OJK dan terus terang menurut saya, OJK harus refleksi. Anything significant fundamental the last for five years," kata Sandiaga di Kempinski Jakarta, Kamis, 30 Januari 2020.

Evaluasi yang dilakukan OJK selama lima tahun belakangan ini, menurut Sandiaga, harus dilakukan agar bisa memastikan pasar saham di Indonesia lebih transparan dan akuntabel. "Dan tak dijadikan arena untuk goreng-gorengan saham," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OJK sebelumnya menilai kasus Jiwasraya terjadi karena pemegang saham tidak berhasil mengawasi tata kelola perusahaan. "(OJK) bukan dalam konteks defensif atau membela diri, tapi yang pertama harus mengatasi masalah itu kan pemilik," ujar Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo, Selasa, 28 Januari 2020. "Kemudian untuk mengawasi jalannya perusahaan ini biasanya menunjuk komisaris untuk melakukan pengawasan." 

Anto menyebutkan regulator merupakan penjaga lapis ketiga atas kondisi industri. Pihak yang seharusnya memiliki peran lebih besar adalah pemegang saham sebagai pemilik atau lapis pertama dan komisaris sebagai lapis kedua.

 

Dalam kasus Jiwasraya ini, Anto menyatakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pihak yang diberi kuasa oleh bendahara negara merupakan pihak yang pertama kali seharusnya memahami kondisi perusahaan. Demikian juga komisaris yang ditunjuk oleh pemegang saham.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Instrumen dalam sebuah perusahaan ini seharusnya mampu menjaga tata kelola yang baik dalam asuransi tertua di Indonesia itu. "Komisaris bisa menggunakan tools untuk pengawasannya, di antaranya dengan menggunakan Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan perusahaan membuat laporan keuangan yang transparan," ujar Anto.

Anto juga membantah jika OJK dinilai tidak melakukan pengawasan sehingga masalah keuangan Jiwasaraya terus merosot. Pasalnya, sejumlah rambu telah diberikan oleh regulator kepada manajemen.

Termasuk kaitannya dalam penempatan investasi. Berbagai keputusan strategis perseroan termasuk pemilihan saham, menurut Anto, merupakan kebijakan manajemen yang semestinya mendapatkan pengawasan dari pemilik saham dan komisaris.

 

Lebih jauh Anto menjelaskan, sebenarnya pemilik saham sudah tahu sejak 2004 bahwa modal Jiwasraya sudah kurang dari ketentuan. Pemilik saham pun mengambil langkah bahwa Jiwasraya harus tetap beroperasi, yang berarti harus tetap menjual produk.

"Lalu pengawas (Bapepam LK yang kemudian melebur menjadi OJK) bilang, bagaimana mau berjualan kalau modalmu masih kurang? Akhirnya pemegang saham melakukan reasuransi sehingga secara laporan keuangan menjadi sehat, tapi apakah modalnya di-inject? Tidak," ujar Anto.

Anto mengklaim pengawasan terus berlangsung saat OJK mengambil alih fungsi Bapepam pada 2013. Kondisi Jiwasraya tak kunjung membaik hingga masalah gagal bayar terjadi pada Oktober 2018.

BISNIS

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus