Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan kebijakan ekonomi yang dijanjikan oleh calon presiden nomor urut 02 Joko Widodo atau Jokowi cenderung bermain aman. Ia mengatakan kebijakan yang ditawarkan Jokowi sebagai calon inkumben hanya melanjutkan kepemimpinan sebelumnya.
"Salah satunya adalah rogram kartu prakerja yang dicanangkan Jokowi. Program itu hanya modifikasi dari kartu yang sudah ada sebelumnya. Petahana juga cenderung bermain aman, alias Jokowi tidak akan lakukan hal yang baru," kata Bhima ketika dihubungi Tempo, Ahad 7 April 2019.
Sebelumnya The Economist Intelligence Unit, salah satu unit dari majalah The Economist memprediksi bahwa calon inkumben, Jokowi, bakal menang dalam Pilpres mendatang. Dengan kemenangannya, The Economist memprediksi Jokowi akan memastikan kelanjutan reformasi iklim usaha pada lima tahun kedua pemerintahannya, meski diperkirakan tidak berubah drastis.
"Kami mengantisipasi jika Jokowi menang, maka deregulasi untuk perbaikan iklim bisnis akan terjadi sedikit demi sedikit dan pembukaan untuk investasi asing dilakukan secara gradual. Big Bang reformasi terdengar elusif," tulis laporan The Economist Intelligence Unit yang dikutip Ahad, 7 April 2019.
Sebaliknya, jika Prabowo Subianto menang dalam pemilihan ini, diperkirakan bakal memberikan tantangan bagi para pebisnis asing yang bakal menanamkan investasinya. Bahkan, kondisi stabilitas fiskal diprediksi bakal terancam dengan kebijakan Prabowo yang menyatakan bakal memotong pajak.
Adapun, Bhima meragukan jika Prabowo menang maka arah kebijakan yang dikeluarkan bakal mengarah pada proteksionisme. Ia mengatakan janji pengurangan impor dan juga mengenai pemotongan pajak adalah strategi menarik suara yang dilakukan Prabowo.
"Itu biasa untuk tarik suara, implementasinya nanti akan berbeda. Prabowo juga kemungkinan akan terjebak pada kebijakan ekonomi yang tidak ekstrem mengingat parlemen dikuasai kubu pro Jokowi," kata dia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan paket-paket kebijakan sebagai bagian dari reformasi yang dilakukan Jokowi memang bagus secara konsep. Tetapi implementasinya tidak berjalan dengan baik seperti yang direncanakan.
Sedangkan, Faisal melihat, janji kampanye kubu Prabowo hampir sama dengan yang dijanjikan oleh Jokowi lima tahun lalu. Kendati demikian, implementasi dari janji-janji kampanye itu yang belum tentu dengan mudah dijalankan.
"Jadi kalau Prabowo menang pun, kemungkinan akan mengalami kendala dan tantangan yang sama dalam mengimplementasikan janji kampanyenya," kata Faisal ketika dihubugi Tempo, secara terpisah, Ahad.
Faisal menuturkan, kebijakan pemotongan pajak yang dijanjikan oleh kubu Prabowo harus dilakukan secara hati-hati jika akhirnya harus diterapkan. Sebab jika tidak hati-hati, bisa berakibat pada penurunan penerimaan negara yang bisa memengaruhi stabilitas fiskal.
Faisal mencontohkan di negara maju seperti Amerika Serikat, tax ratio dan tingkat kepatuhan pajaknya sudah tinggi. Jadi kebijakan pemotongan pajak menjadi lebih mungkin dilakukan tanpa mempengaruhi stabilitas fiskal.
Sebaliknya di Indonesia tax ratio dan kepatuhan pajak relatif masih rendah. Sehingga jika ingin menerapkan tax cut, mesti diikuti dengan upaya yang lebih keras utk mendorong peningkatan kepatuhan pajak. "Dalam hal ini mengejar para wajib pajak yang belum atau menghindar dari pajak," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga berita Jokowi lainnya di Tempo.co
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini