Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kecil-kecil menerobos

Hasil kerajinan bali berhasil menerobos ekspor. para perajin akan ditampung di sekitar 140 unit koperasi industri kecil dan kerajinan. langganannya, beberapa negara eropa dan amerika serikat. (eb)

4 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA bilang ekspor susah. Perajin di Bali saja kini, boleh dibilang, lancar menerobos pintu ekspor yang selama ini dikeluhkan orang tak luwes. Mereka kini ditampung dalam koperasi industri kecil dan kerajinan. Menurut rencana, minggu ini, Presiden Soeharto sendiri akan meresmikan pembentukan sekitar 140 unit koperasi industri kecil dan kerajinan di Provinsi Bali. Pertimbangan menghimpunkan para perajin yang selama ini bergerak di bidang industri kecil dan kerajinan, agaknya, bertolak pada andilnya yang besar dalam menyumbang devisa bagi provinsi di Pulau Dewata itu Sebagai petunjuk, misalnya, industri kecil dan kerajinan mampu menghasilkan dolar sebesar 58% dari keseluruhan nilai ekspor dari Bali. Nilai produksi mencapai Rp 196 juta tahun 1984 dan naik tajam menjadi Rp 247,6 juta pada semester I tahun ini. Sementara itu, hasil industri kecil dan kerajinan, yang diekspor tercatat senilai USS 19,1 juta pada 1984, menjadi US$ 21,5 juta tahun 1985. Semester I tahun ini ekspor komoditi hasil industri kecil dan kerajinan itu sudah mencapai US$ 14,2 juta. Yang mungkin mendorong menata 70.456 unit usaha industri kecil dan kerajinan pada 1984 dan berkembang menjadi 84.034 unit tahun ini 1986 itu menjadi koperasi, antara lain, karena usaha sektor informal itu telah membuka lapangan kerja cukup luas. Sebagai misal, 1984, tenaga kerja yang ditampung sedikitnya 160 ribu orang dan meningkat menjadi 229 ribu lebih tahun ini. Sejumlah industri kecil dan kerajinan yang akan dikoperasikan itu telah menghasilkan komoditi yang laku dijual di pasaran internasional. Primadona ekspor industri kecil dan kerajinan ini adalah pakaian jadi. Usaha mmbuat garmen memegang porsi 60% devisa yang didapat dari ekspor komoditi produk industri kecil dan kerajian itu. Bahkan, 1985, ekspor pakaian jadi -- terutama busana wanita -- bisa menghasilkan devisa US$ 15,8 juta. Sedang hasil industri kecil dan kerajinan lain yang juga bisa lancar masuk pasaran internasional ialah perak, ukiran kayu, kulit, dan kerang. Kerajinan perak dan ukiran kayu khas Bali masing-masing bisa menyumbangkan US$ 1,6 juta dan US$ 1,8 juta bagi kas pendapatan provinsi itu di tahun 194. Sedang tahun berikutnya terlihat meningkat minat orang asing atas hasil kerajinan Bali, yang tercermin dari hasil ekspor US$ 2,1 juta untuk perak, dan US$ 2,3 juta bagi ukiran kayu. Memang agak aneh garmen bisa mencuat. Bahkan, menurut sebuah sumber di Denpasar, pakian jadi itu tidak dibuat di pabrik secara masal seperti layaknya industri komoditi itu. Sekitar 2.000 tenaga kerja di desa-desa sekitarnya secara rutin mengambil bahan yang sudah dipotong. Mereka tinggal merakit saja. Para pekerja biasanya -- seperti terlihat di CV Mama & Leon di Jalan Hyatt Sanur -- antre di depan loket perusahaan untuk menyodorkan hasil kerjanya dan meminta upah. Seorang gadis, masih duduk di bangku SMA, mengaku sebulannya bisa mendapat upah sedikitnya Rp 20.000. Contoh lain Anak Agung Oka, pelajar kelas III ebuak SMA swasta Denpasar, bersama dua temannya sehari -- paling banter cuma tiga jam -- bisa merampungkan mengukir lima buah kipas cendana. Upah yang diterima Rp 150 untuk tiap buah kipas. Sebagian tenaga sektor informal itu, yang nantinya termasuk Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan, sedikitnya 14,8 ribu orang. Sektor sandang menyerap 36,15% dan sisaya untuk kerajinan. Ekspor dari Bali itu lancar sekali: langganannya di berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat. "Di sana kerajinan lebih dihargai dibanding buatan pabrik," kata Jehnsen, dari CV Jehnsen di Denpasar. Masalahnya, mungkin, mereka perlu mendapatkan bimbingan yang memadai, baik mengenai cara membuat maupun memilih bahan baku. Seperti diakui Ketua Koperasi Sanggraha Krya Asta, Alit Raka, dalam memilih kayu cendana untuk kipas, ia sering masih meleset. Di samping itu, modal koperasi yang menghimpunkan hasil perajin alamiah yang tersebar di desa-desa pun kebanyakan masih mepet. A. Margana, Laporan Supriyanto Khafid (Jawa Timur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus