Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Serempak Menolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Kelompok mahasiswa dan organisasi buruh dari berbagai wilayah akan turun ke jalan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Di mana saja aksi tersebut akan digelar?

5 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi Himpunan Mahasiswa Islam terkait kenaikan harga BBM di depan Gedung DPR RI, Jakarta, 29 Agustus 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Sejumlah kelompok masyarakat menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Mereka bereaksi dengan menggelar demonstrasi. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu yang bereaksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PMII berencana menggelar demonstrasi menolak kenaikan harga BBM bersubsidi di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, hari ini. Aksi serupa akan digelar di berbagai daerah lain secara serentak. Sekitar dua ribu kader bakal ikut dalam kegiatan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Pengurus Besar PMII, Abdullah Syukri, menyatakan aliansinya menolak kebijakan ini karena kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pada saat yang tidak tepat. Kondisi ekonomi masyarakat belum pulih dari pandemi dan masih tertekan kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.

"Harusnya upah buruh, fasilitas kesehatan, dan fasilitas publik juga diperbaiki lebih dulu. Sedangkan saat ini yang terjadi sangat berbanding terbalik," kata Abdullah, kemarin. PMII meminta agar kebijakan yang diumumkan pada Sabtu, 3 September lalu, itu dianulir.

Tuntutan yang sama akan disuarakan Partai Buruh serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada esok hari. Salah satunya karena upah buruh yang stagnan dalam tiga tahun terakhir dan berpotensi tidak berubah tahun depan. Selain itu, kenaikan biaya energi dikhawatirkan menambah ongkos operasi industri dan memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja.

Alasan penolakan lainnya, menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, adalah dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang bisa mendongkrak inflasi hingga 8 persen. Harga kebutuhan pokok bakal meroket sebagai akibatnya dan menekan daya beli masyarakat turun hingga 50 persen.

Bantuan subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp 600 ribu untuk pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan serta untuk keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan disebutnya hanya sebagai gula-gula. Sebab, dana tersebut dianggap tak akan cukup menutup tambahan biaya akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Bilamana aksi pada 6 September tidak didengar pemerintah dan DPR, Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisasikan aksi lanjutan dengan mengusung isu tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law, dan tuntutan menaikkan upah tahun 2023 sebesar 10-13 persen," kata Said.

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, Ilhamsyah, menyatakan anggotanya juga akan ikut dalam aksi demonstrasi. Menurut dia, protes akan dipusatkan di gedung DPR RI dan secara paralel juga digelar di sejumlah kota lain di provinsi lain, dari Sumatera hingga Papua. "Di Jakarta saja ada sekitar 5.000 orang yang akan ikut turun," ujarnya.

Aksi serikat buruh bakal berlanjut pekan depan. Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Nining Elitos, mengatakan pihaknya bakal turun ke jalan bersama mahasiswa pada Selasa, 13 September mendatang. Menurut dia, rencana demonstrasi ini sudah dirancang sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Nining menjelaskan, tuntutan yang diaspirasikan serupa dengan serikat buruh lainnya. Pertimbangannya adalah penurunan pendapatan buruh yang terjadi sejak 2019 dan kondisinya belum kunjung membaik saat ini. "Di masa krisis ekonomi dan kesehatan, banyak kaum buruh dan rakyat kehilangan pekerjaan dan pendapatan," katanya.

Sejumlah kendaraan di SPBU kawasan Kebon Jeruk, Jakarta, 22 Agustus 2022. Tempo/Febri Angga Palguna

Pemerintah Perlu Memperbaiki Komunikasi

Dimintai konfirmasi soal aksi sejumlah buruh, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, tak banyak berkomentar. "Ya, asal damai saja," kata dia. Tempo juga mencoba menghubungi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Joanes Joko, yang menangani isu komunikasi politik; serta Deputi Kepala Staf Kepresidenan yang memegang isu komunikasi publik dan politik, Juri Ardiantoro, keduanya tak memberikan tanggapan.

Ekonom senior Indef, Aviliani, menilai wajar muncul penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi. "Persoalan di belakang (kenaikan harga BBM), masyarakat tidak mau tahu," katanya. Menurut dia, pemerintah perlu memberikan pemahaman yang baik mengenai alasan kebijakan serta strategi menghadapi akibatnya.

Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menyatakan komunikasi pemerintah penting untuk mencegah eskalasi gejolak penolakan BBM bersubsidi. Bhima mengatakan para buruh yang memprotes merasa tertekan lantaran pengeluaran bertambah, sementara pendapatan justru berkurang untuk sebagian pekerja.

Selain memberikan bantuan sosial yang menurut dia jumlahnya terlalu kecil, Bhima mengusulkan pemerintah mencabut pajak pertambahan nilai untuk BBM. "Upah minimum perlu dinaikkan setara inflasi dan menambah bantalan sosial juga perlu dipertimbangkan untuk meredam dampak kenaikan harga BBM," kata dia.

Harga BBM bersubsidi resmi berubah akhir pekan lalu. Pertalite naik dari harga Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter, dan solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan ini dilakukan lantaran besarnya beban keuangan negara untuk menanggung BBM bersubsidi.

Setiap tahun anggaran yang disiapkan membengkak karena penyalurannya bocor ke kelompok masyarakat mampu. Kondisi ini diperparah oleh kenaikan harga minyak mentah dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Tahun ini, anggaran subsidi BBM dan elpiji naik dari Rp 77,5 triliun menjadi Rp 149,4 triliun. Sedangkan kompensasi khusus BBM naik dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 252,5 triliun. Belanja ini membuat subsidi energi yang totalnya hanya Rp 152,5 triliun menjadi RP 502,4 triliun.

Jika harga Indonesia Crude Price (ICP) masih US$ 105 per barel dengan kurs Rp 14.700 per dolar Amerika, tanpa ada kenaikan harga BBM bersubsidi, maka pemerintah harus menambah subsidi energi menjadi Rp 698 triliun. Kalaupun asumsi ICP turun di kisaran US$ 90 per barel, Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih harus menombok. "Tidak jadi Rp 698 triliun, tapi Rp 653 triliun," kata dia.

Presiden Joko Widodo mengatakan menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan sulit dalam situasi pemulihan ekonomi. "Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM," kata dia.

Ketika harga BBM dinaikkan, pemerintah memberi kompensasi sebagai peredam efek. Selain itu, skema ini bisa jadi cara peralihan dari subsidi barang ke orang. Sebab, bantalan yang disiapkan pemerintah adalah bantuan tunai untuk 40 persen masyarakat dengan penghasilan terendah. Harapannya, subsidi yang disalurkan tepat sasaran.

M JULNIS FIRMANSYAH | VINDRY FLORENTIN | ANT

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus