Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Keluhan produsen, derita biro iklan

Ditengah situasi pasar yang lesu banyak para produsen mendadak menangguhkan pengiklanan, produknya. biro iklan tak bisa berharap banyak. (eb)

1 Desember 1984 | 00.00 WIB

Keluhan produsen, derita biro iklan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TIDAK biasanya biro iklan merasa kaget-kagetan seperti tahun ini. Klien mereka hari-hari ini bisa secara mendadak memotong atau menangguhkan sama sekali rencana pengiklanan suatu produk miliknya. Rencana pengiklanan selama angka waktu setahun seperti pada masa normal tak bisa dipegang lagi. "Hampir setiap bulan perencanaan itu selalu berubah," ujar Indra Abidin, direktur pelaksana PT Fortune Indonesia. Sebagai pemberi jasa, biro iklan, tentu saja, tak bisa berbuat banyak - selain harus bisa memahami alasan klien mereka. Sepanjang tahun ini, klien mengeluh mengenai turunnya omset penjualan mereka. Volume penjualan ternyata tak juga naik banyak, sekalipun sudah digenjot dengan iklan bertubi-tubi, pada semester pertama 1984 ini. Karena itu, masuk akal jika penghasil barang konsumsi, industri otomotif, dan produsen barang elektronik kemudian memotong anggaran iklan mereka. Kata Tanri Abeng, presiden direktur PT Multi Bintang, iklan menggebu-gebu tetap tak akan efektif mendorong penjualan pada saat situasi pasar memang sedang lesu. Dia tampaknya sudah membuktikan sendiri, ketika pada semester pertama tahun ini, minuman ringan Green Sands Shandy, produksmya, volume penjualannya turun 13%. Iklan besar-besaran, ternyata, juga tak mempan mendorong laju penjualan bir yang dihasilkannya - apalagi setelah harganya naik menyusul kenalkan cukai minuman beralkohol itu. Produsen barang-barang elektronik dan industri otomotif, rupanya, juga sedang menghadapi keloyoan permintaan. Penjual mobil Daihatsu, misalnya, menunda sama sekali pengiklanan barang sekunder itu melalui PT Matari Advertising. Kenneth T. Sudarto, presiden direktur biro iklan itu, bisa memahami posisi kliennya itu. "Kalau toh dipaksakan, hanya akan membuang-buang dana saja," katanya. Sampai mendekati akhir tahun ini, hanya obat-obatan yang masih terus gencar beriklan lewat Matari. Tapi pengusaha tak ingin begltu saJa menyerah menghadapi keloyoan pasar. Cara lain mereka tempuh untuk menggoda konsumen: melancarkan promosi berhadiah. Dananya mereka ambil dari uang yang biasanya mereka sisihkan untuk anggaran iklan. Tahun ini memang kebanyakan produsen lebih suka menyisihkan lebih banyak rupiah untuk anggaran promosi langsung. Kata Abeng, kampanye pemasaran dengan cara promosi langsung-memberi hadiah atau menawarkan potongan harga menarik - terbukti bisa menaikkan volume penjualan. Sayang, usaha merangsang penjualan dengan cara itu umurnya hanya pendek. Kenaikan penjualan yang diakibatkannya sering hanya berlaku untuk beberapa saat. Sebab, sesudah bulan promosi lewat, tingkat penjualan kembali pada keadaan kendur. Menghadapi kenyataan seperti itu, biro iklan seperti IndoAd, tentu, tak bisa berbuat banyak untuk menolong kliennya. "Keadaan pasar sudah demikian jenuh, hingga usaha promosi sekalipun hasilnya tetap saja kurang bagus," ujar Emir H. Moechtar, presiden direktur Indo-Ad. Usaha biro iklan mengingatkan konsumen akan suatu produk, baik melalui bilIboard maupun pemasangan papan reklame di jembatan penyeberangan dan terminal bis, ternyata, juga tak menunjukkan hasil bagus. Klien tetap mengeluh penjualan produk mereka masih seret. Apa boleh buat, dalam situasi seperti itu, biro iklan tak bisa berharap banyak billing (anggaran yang dialokasikan untuk iklan) mereka akan naik tajam tahun ini. Indo-Ad, misalnya, hanya memproyeksikan kenaikan billing dari Rp 6 milyar jadi Rp 7 mllyar tahun imi. Secara keseluruhan, menurut perhitungan kasar, billing pelbagai perusahaan iklan tahun ini hanya naik sekitar 2% - dari Rp 176 milyar tahun lalu jadi Rp 179,5 milyar. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, kenaikannya rata-rata hampir 7%. Tahun depan keadaan rupanya belum begitu cerah. "Rasanya, masih akan sama dengan tahun ini," ujar Ken Sudarto dari Matari. Biro iklan rupanya perlu beli ikat pinggang pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus