KEMELUT di perusahaan pengelola iuran televisi, PT Mekatama Raya (MR), semakin meruyak. Setelah digugat sub-kontraktornya, koordinator wilayah (korwil) Sumatera, PT Cerya Zico Utama, sebesar Rp 420 milyar, Oktober silam, kini perusahaan itu dituntut pula oleh sub-kontraktornya untuk Jawa Tengah dan Yogya, Dwi Setyo Hadi, direktur PT Daya Muda Sakti (DMS), sebesar Rp 5 milyar. Jika tuntutan itu tak dikabulkan, demikian ancaman Ganang -- panggilan putra Gubernur Jawa Tengah Ismail itu -- Mekatama akan diperkarakannya ke pengadilan. Selain itu, Ganang mengancam akan mendirikan Mekatama tandingan di wilayahnya. Ganang, sejak Agustus tahun silam, mengaku dikecewakan Mekatama. Perusahaan milik beberapa pengusaha -- antara lain Sudwikatmono, Sigit Harjojudanto, dan Hendry Pribadi -- itu, katanya, kerap membuat peraturan sepihak tanpa persetujuan pihaknya. Contohnya, lanjut Ganang, setelah menetapkan target penerimaan iuran Rp 1,2 milyar per bulan, tiba-tiba Mekatama membuat keputusan baru. Leges atau Bukti Iuran Televisi (BIT) lama, tanpa alasan yang jelas, dinyatakan tak berlaku lagi. "Padahal kami masih punya leges senilai Rp 4 milyar. Coba, apa ini tak merugikan," ujar Ganang berang. Dari leges lama senilai Rp 12 milyar itu, cerita Ganang, ia sesungguhnya telah berhasil menjual Rp 8 milyar. Uang sebanyak itu, katanya, sudah disetorkan kepada kontraktor utama Mekatama untuk wilayah itu, yakni PT Balisani Visi Kharisma. Nah, sisa leges itu yang kini dinyatakan tak berlaku lagi. Sementara itu, Mekatama terus menuntut setoran. "Ini kan sewenang-wenang namanya," katanya. Akibat keadaan PT Daya Muda, perusahaan Ganang semakin kacau. Sebab, sejak November tahun lalu, korwil yang dipimpinnya tak lagi memungut iuran. Apalagi, sejak awal tahun ini, Mekatama tak lagi memperpanjang Surat Perintah Kerja (SPK) beberapa korwil, kecuali untuk Jakarta dan Sumatera -- keduanya perusahaan baru menggantikan kontraktor lama -- yang berakhir 31 Desember 1991. Sampai kini, Ganang mengaku sudah rugi Rp 5 milyar. Angka itu melonjak gara-gara tambahan lain, seperti uang seragam kolektor yang dijanjikan akan dibayar MR ternyata tak juga dipenuhi. Ia pun melaporkan masalah itu kepada Gubernur dan Ketua DPRD Jawa Tengah. Kendati Ganang sudah mencak-mencak, pihak Mekatama tenangtenang saja. "Tuntutan Ganang salah kamar," kata Direktur Mekatama Sidharto Danusubroto kepada wartawan, Kamis dua pekan lalu. Menurut bekas Kapolda Jawa Barat itu, hubungan kerja Mekatama hanya terjadi dengan PT Balisani. Sedangkan korwil Ja-Teng ataupun perusahaan Ganang hanyalah sub-kontraktor Balisani. Artinya, tuntutan Ganang itu seharusnya dilayangkan ke Balisani. Ternyata, Balisani juga menampik. Secara yuridis, perusahaan Ganang semula memang menjadi sub-kontraktor Balisani. Namun, sejak 2 Agustus tahun lampau, Mekatama dan Balisani mengadakan kesepakatan mengelola iuran di wilayah Ja-Teng dan Yogyakarta dengan sistem pola bagi hasil -- tak lagi sistem kontraktor utama. Akibatnya, Daya Muda otomatis berada langsung di bawah Mekatama. "Karena Mekatama memegang share terbesar dalam sistem baru itu," kata kuasa hukum Balisani, Herry Hernawan, dari kantor pengacara Gani Djemat. Apalagi hubungan Balisani dengan Mekatama sudah berakhir sejak 31 Desember lalu. Jadi, "Tuntutan Ganang tidak salah kamar." Gubernur Ismail prihatin menghadapi kemelut tersebut. "Kita tidak bisa kalau pendekatannya semata-mata bisnis. Sebab ini menyangkut tenaga kerja yang banyak. Untuk ini, saya sangat berkepentingan," ujar Ismail. Apa yang diprihatinkan Gubernur Ismail ada benarnya. Sebab, untuk menarik iuran televisi di daerah itu, menurut sebuah sumber, Ganang pun men-sub-kontraktorkan ke kontraktor-kontraktor lain. Para sub-kontraktor itu membeli leges berdasarkan target dari perusahaan Ganang dengan harga kontan. Akibat kemelut di tingkat atas itu, yang sangat dirugikan adalah kontraktor kecil. Sebab leges di tangan mereka tak berlaku lagi dan tenaga kerja mereka menganggur. Sebagian kontraktor kecil itu adalah KUD-KUD (Koperasi Unit Desa) di daerah Ja-Teng dan Yogya. Puskud Ja-Teng, misalnya, melibatkan 585 KUD anggotanya di 29 kabupaten untuk menjadi sub-kontraktor PT Daya Muda Sakti. Puskud Ja-Teng membeli leges dari perusahaan Ganang itu sebesar Rp 600 juta setiap bulan. Ketika Mekatama mengumumkan leges lama tak berlaku lagi, menurut Bendahara Puskud Ja-Teng Kristanto, di tangan mereka masih ada sisa leges lama yang tak bisa diuangkan kembali senilai Rp 150 juta. Dan akibat kemelut ini, "Sekitar 3.000 tenaga muda -- yang telanjur direkrut Puskud Ja-Teng untuk menjadi kolektor -- menganggur." Senin pekan lalu, Dirut Mekatama Sidharto memenuhi undangan Ismail ke Semarang. Tapi usai pertemuan, Sidharto enggan berkomentar. Sedangkan Ganang, yang wajahnya mendadak tegang, hanya mengatakan, "Pokoknya, sudah dibicarakan baik-baik." Menurut Kepala Humas Pemda Ja-Teng Soeparman, kedua pihak mencapai kesepakatan akan melanjutkan kerja sama dengan pola bagi hasil pada 1992 ini. Pada pola baru ini, selain Mekatama dan Daya Muda, pemungutan iuran televisi akan melibatkan seluruh aparat pemda di tingkat I dan II. "Sedangkan kekisruhan 1991 akan dibicarakan tersendiri. Jika tak bisa musyawarah, semua sepakat untuk diselesaikan lewat jalur hukum," sambung Soeparman. Bila pemungutan iuran televisi harus melibatkan seluruh aparat pemda, buat apa Departemen Penerangan menunjuk perusahaan swasta untuk itu? Sri Pudyastuti R., G. Sugrahetty Dyan K (Jakarta) dan Nani Ismiani (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini