BERKULIT jernih, bertubuh agak pendek dan sedikit gemuk, Lukman
Umar biasanya bersafari dengan warna cerah. Kemelut yang terjadi
di Kartini, majalah yang dibinanya sejak November 1974, tak
mengubah sifatnya yang tenang. Padahal dalam sengketa di kubu
majalah itu, ia sudah didepak keluar oleh Kelompok Tujuh orang
pimpinan Willy Risakotta (TEMPO, 31 Juli).
Tapi Lukman Umar, hampir 60 tahun, tampaknya tidak knock out.
Pekan keempat September ini ia menerbitkan satu majalah wanita
lagi. Berlogo dengan huruf seluruhnya kecil, dan berlambang
kepala wanita bersanggul dengan suntingan bunga ros, Sarinah
akan lebih meramaikan pasaran majalah wanita yang telah ada.
Majalah baru ini "akan mengajak masyarakat mengenal sejarah,"
tutur Lukman Umar di kantornya, tempat Redaksi Kartini dulu.
Tapi, seperti umumnya kebanyakan majalah wanita, Sarinah juga
akan menyuguhkan cerita bersambung, cerita pendek, ruang pola,
dan bertolak dari keluarga.
Pemimpin Redaksinya Soesilo Murti, wartawan dan penulis cerita
anak-anak dengan wakilnya Titiek W.S., penulis fiksi. Elanda
Rosi D.S., Sari Narulita Korrie Layun Rampan dan Hoedi Soeyanto,
memperku at .Sarinah dalam dewan redaksi.
Titiek sendiri mau bergabung dengan Lukman Umar yang dinilainya
"berjiwa besar dan selalu berkepala dingin dalam menghadapi
suatu masalah." Meski kemelut di Kartini Sesuatu yang berat,
menurut Titiek, Lukman "tidak kelihatan terpukul."
Juga Elanda Rosi D.S. tampak gembira bergabung dengan Lukman. Ia
meninggalkan kedudukannya sebagai Redaktur Pelaksana Penerbit
Cypres, penerbit buku-buku pop dan terjemahan karena melihat
prospek yang baik di Sarinah. "Penerbitan novel-novel kini
sulit berkembang," tuturnya.
Lukman konon tak menjanjikan macam-macam kepada mereka. Bonus,
tunjangan kesehatan, transpor dan gaji yang layak saja yang
disanggupi Lukman. Di luar itu, para rekan baru Lukman itu
percaya, "Lukman akan berhati-hati dan mau belajar dari
pengalaman yang lewat."
Bagaimana reaksi Willy Risakotta? "Silakan, siapa saja berhak
menerbitkan majalah baru," tuturnya tenang. Sedang untuk perkara
kemelut di Kartini (oplah 187.000), Willy mempercayai
pengacaranya, Nany Razak SH. Begitu juga Lukman sudah punya
pengacara. Perkara mereka menyangkut soal keuntungan dan
keuangan perusahaan.
Sarinah (oplah pertama 60.000) bisa terbit berdasarkan SIT
(Surat Izin Terbit) koran mingguan Cerdas. Menurut Lukman, SIT
itu diperolehnya karena "jodoh", setelah menghubungi Departemen
Penerangan . SIT itu semula milik Koperasi Karyawan Pers Adi
Jaya (1973) yang menerbitkan Cerdas, tapi tidak berkembang.
Nanti hubungan pemegang SIT dengan Sarinah, menutut Lukman, akan
diatur sesuai dengan ketentuan lembaga SIUPP (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers) yang termaktub dalam UU Pokok Pers baru
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini