Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan insentif perpajakan pada 2025 lebih tinggi daripada 2020, saat Indonesia terdampak Covid-19. Kenaikan ini menurutnya, mencapai Rp 445,5 triliun atau sebesar 1,83 persen dari rasio Produk Domestik Bruto atau PDB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk tahun 2025 ini insentif perpajakannya akan melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan 2020," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta pada Senin, 16 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani menyebutkan pemberian insentif pada 2020 bertepatan dengan kondisi Indonesia sedang terkena wabah Covid-19. "Tahun depan hanya lebih sedikit saja turunnya dibandingkan pada situasi Covid, yaitu mencapai 1,83 persen dari PDB," tutur dia.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan insentif perpajakan tahun depan ini karena pemerintah memberikan sebagian bantuan penghilangan pembiayaan pajak, dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Dia memaparkan, estimasi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membebaskan PPN untuk sektor barang dan jasa mencapai Rp 265,6 triliun. "Pemerintah membayar biayanya mencapai estimasi Rp 265,6 triliun agar masyarakat terbebas dari PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan tersebut," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah mulai menerapkan pembebasan PPN terhadap barang dan jasa pada 1 Januari 2025. "Beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar bahkan jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi dan berbagai macam barang dan jasa seperti rumah sederhana, air minum," tutur dia.
Menurutnya, pembebasan PPN terhadap bahan pokok makanan merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. "Tapi karena pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal ini memberikan keberpihakan mereka dibebaskan PPN-nya," ucap Sri Mulyani.
Pemerintah memastikan akan tetap menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kenaikan tarif PPN ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sesuai jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN akan naik sebesar 12 persen dan berlaku mulai 1 Januari 2025 dengan tetap memperhatikan asas keadilan,” ujarnya dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi pada Senin, 16 Desember 2024 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat.
Airlangga mengatakan, penerapan tarif PPN 12 persen ini akan dibarengi pemberian stimulus dan insentif berupa paket kebijakan ekonomi. Dia menuturkan, pemerintah akan meneruskan kebijakan pemberian fasilitas pembebasan PPN untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, seperti bahan makanan pokok, sektor transportasi, pendidikan, kesehatan, pemakaian air, jasa keuangan, dan asuransi. “Selain itu, pemerintah juga menyediakan beberapa insentif, khususnya bagi rumah tangga berpendapatan rendah untuk menjaga daya beli,” kata dia.
Oyuk Ivani berkontribusi dalam tulisan ini.