Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kenaikan imbal hasil surat berharga negara (SBN) yang terjadi sepanjang tahun ini diperkirakan berlanjut pada 2019, seiring dengan semakin tingginya yield obligasi pemerintah Amerika Serikat, US Treasury. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan berhati-hati dalam mengelola pembiayaan anggaran tahun depan. "Penyusunan strategi akan dilandasi oleh kebijakan pembiayaan utang yang prudent dan akuntabel," kata Sri di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 bakal mencapai Rp 296 triliun dengan keseimbangan primer Rp 20,1 triliun. Angka ini lebih rendah dibanding outlook defisit APBN 2018 yang mencapai Rp 314,2 triliun. Selisih antara pendapatan dan belanja tersebut akan dibiayai lewat penerbitan SBN yang secara bersih direncanakan senilai Rp 388,9 triliun, turun dari penerbitan obligasi negara tahun ini yang ditargetkan mencapai Rp 414,52 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sri, yield SBN tahun ini meningkat sebagai imbas kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS yang diikuti semakin tingginya imbal hasil US Treasury. Tahun depan, strategi pembiayaan anggaran tetap mengkombinasikan utang dalam denominasi valuta asing dan rupiah. Penerbitan SBN valas diproyeksikan sekitar 14-17 persen dari total nilai rencana tahun depan. "Ini ditujukan sebagai komplementer dan menghindari crowding out effect di dalam negeri," kata Sri.
Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service sebelumnya memberikan peringkat Baa2 dengan outlook stabil untuk surat utang negara berdenominasi dolar AS. Vice President Sovereign Risk Group Moody’s Singapura, Anushka Shah, berujar bahwa peringkat yang baik tersebut disematkan karena perekonomian dan stabilitas makro Indonesia dinilai tahan terhadap guncangan. "Hal itu juga ditopang oleh defisit fiskal yang terjaga hingga rasio utang pemerintah yang rendah," ujarnya.
Menurut Anushka, lembaganya memproyeksikan reformasi perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan menjelang penyelenggaraan pemilihan umum tahun depan. Namun prospek stabil tetap diberikan karena tampak ada potensi peningkatan daya saing dengan upaya pemerintah yang jorjoran menarik investasi melalui serangkaian insentif dan paket kebijakan. "Kami juga akan melihat bagaimana pemerintah mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan bukti bahwa reformasi mendorong investasi," kata Anushka.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, menuturkan bahwa keputusan menurunkan rencana penerbitan SBN dalam pembiayaan anggaran 2019 tak hanya mempertimbangkan faktor tingginya imbal hasil. "Tahun depan ada utang jatuh tempo Rp 345 triliun. Ini cukup besar," kata dia.
Menurut Bhima, pemerintah dapat melakukan pendalaman pasar keuangan sebagai langkah antisipasi berlanjutnya tekanan dolar AS terhadap rupiah pada 2019. "Misalnya dengan menerbitkan lebih banyak dalam denominasi rupiah dan menyasar pasar retail di dalam negeri," kata dia. GHOIDA RAHMAH
Kenaikan Imbal Hasil Obligasi Negara Diprediksi Berlanjut
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo