Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berkurang Kredit Sektor Batu Bara

Perbankan mengurangi penyaluran kredit untuk usaha batu bara. Porsi pendanaan untuk energi baru terbarukan diperbesar.

12 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi aktivitas tambang batu Bara di Kalimantan Selatan. Dokumentasi TEMPO/STR/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Di sektor energi, BRI memperbesar porsi pendanaan untuk pengembangan energi baru terbarukan.

  • BNI memastikan kredit ke sektor batu bara tak akan dikembangkan.

  • Perbankan Indonesia belum ditekan kewajiban soal pembiayaan energi bersih.

JAKARTA – Posisi industri pertambangan batu bara perlahan memudar dari daftar sasaran penyaluran kredit perbankan nasional. Sejumlah bank pelat merah pun menahan diri membiayai sektor komoditas energi tersebut.

Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI, Aestika Oryza Gunarto, mengatakan portofolio pembiayaan untuk  batu bara tak sampai 1 persen dari total penyaluran kredit Bank BRI. Emiten berkode saham BBRI ini mengutamakan pinjaman untuk pertanian, industri pengolahan, perdagangan, aktivitas jasa keuangan, kesehatan, serta kesenian dan hiburan. “Fokus ke depannya untuk usaha kecil menengah. Sedangkan industri batu bara bukan prioritas BRI,” katanya kepada Tempo, kemarin, 11 Mei 2023.

Di sektor energi, kata Aestika, manajemen hanya memperbesar porsi pendanaan untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Menurut dia, konsep pembiayaan hijau masih sejalan dengan misi perbankan berkelanjutan yang dicanangkan perusahaan.

Hingga Maret lalu, BRI mengucurkan Rp 710,9 triliun atau 66,7 persen dari total pinjaman untuk kegiatan bidang environmental, social, and governance (ESG). Jumlah itu meningkat 11,1 persen dibanding penyaluran pinjaman Rp 639,8 triliun untuk periode yang sama pada 2022.

Ilustrasi aktivitas tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Dokumentasi TEMPO/STR/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Dia memastikan pendanaan untuk energi bersih itu pun masuk dalam Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan BRI. “Kami terus memetakan portofolio usaha berkelanjutan dan memberikan kredit kepada sektor usaha yang ramah lingkungan hidup,” tutur Aestika.  

Dalam rangkaian public expose daring di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada September tahun lalu, manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pun memastikan kredit ke sektor batu bara yang sering disebut energi kotor tak akan dikembangkan lebih jauh. Serupa dengan BRI, bank berkode emiten BBNI ini juga sedang mengkampanyekan prinsip ESG. Saat itu, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan porsi pinjaman ke industri batu bara hanya 2 persen dari portofolio kredit BNI per Juni 2022. “Kami tidak berencana meningkatkan ekspansi sektor komoditas di batu bara,” ucapnya. 

Dalam paparan kinerja hingga kuartal III 2022 itu, Novita menyebut penyaluran kredit untuk kegiatan energi terbarukan sudah sekitar Rp 12 triliun “Sektor batu bara merupakan yang sangat selektif untuk kita lakukan pendanaan,” tuturnya. Konfirmasi Tempo ihwal penyaluran kredit batu bara belum disahut lagi oleh manajemen BNI hingga berita ini ditulis.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai perbankan lokal belum bisa mengabaikan sepenuhnya potensi sektor pertambangan untuk bisnis kredit. Meski gencar menggaungkan dukungan terhadap penggunaan energi bersih, dana pihak ketiga yang dihimpun bank belum banyak terserap pelaku usaha bidang EBT. Di satu sisi, bank tetap harus menjaga perputaran uang agar tetap sehat. “Kalau sektor EBT belum bisa menerima, tetap saja ada opsi penyaluran ke sektor energi konvensional seperti batu bara,” tuturnya.

Bila merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan hingga Februari 2022, penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian masih mencapai Rp 158,13 triliun. Angka itu tumbuh 27,1 persen secara tahunan dari posisi Rp 124,41 triliun setahun sebelumnya.

Senada dengan Komaidi, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan perbankan asal Indonesia dan Asia Tenggara—baik swasta maupun pelat merah—belum ditekan kewajiban soal pembiayaan energi bersih. “Karena tidak ada policy, penyaluran kredit untuk batu bara tetap berjalan biasa,” ujarnya.

Pengusaha pun dianggap masih diuntungkan oleh hasil ledakan permintaan batu bara pada pertengahan 2022. Saat ini harga komoditas tersebut masih bertahan di atas US$ 100 per ton, setelah sempat anjlok dari rekor tertinggi US$ 460 per ton. Menurut Fabby, harga itu masih di atas rata-rata sebelum pandemi. “Pengusaha batu bara masih surplus dan bisa mendanai operasional sendirian. Tak harus kredit terus.” 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira, mengatakan anggotanya justru mengejar pembiayaan untuk proyek penghiliran batu bara. Dibanding modal asing, menurut dia, investasi batu bara lebih banyak datang dari dalam negeri. “Hilirisasi jadi peluang bisnis baru bagi pengusaha yang memiliki cadangan batu bara dalam jumlah besar.”

YOHANES PASKALIS

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus