PERGANTIAN direktur utama di sebuah bank swasta bukanlah berita besar. Pendeknya, tidak perlu ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk melakukan hal itu. Tapi, lain lagi kisahnya jika yang diganti pucuk pimpinan bank pemerintah. Berbagai dugaan dan isu pun langsung muncul ke permukaan. Dan itulah yang terjadi pekan lalu, ketika Towil Heryoto, Dirut Bank Tabungan Negara (BTN), bertukar tempat dengan Dirut Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Sjahrizal. Bahkan sampai ada yang usil mengatakan bahwa Towil di-Bapindo-kan dengan sebuah tugas khusus. Memang, sebelum menjadi Dirut BTN, Towil berkarier di Bapindo -- di sini jabatan terakhirnya adalah direktur. Kemudian, entah apa alasannya, penarikan Towil lalu dikaitkan dengan kredit macet di bank itu. Maklum, pada akhir masa jabatannya sebagai direktur itulah, isu kredit macet di bank-bank pemerintah ramai dibicarakan. Menurut sebuah selebaran yang tak jelas sumbernya tapi sangat populer di kalangan dunia usaha, Bapindo dikabarkan menanggung kredit macet Rp 299 miliar atau 3,5% dari total kredit yang disalurkan. Dan diduga, kredit macet itu membengkak karena adanya kredit diragukan yang menjadi macet (per 31 Desember 1992, Bapindo mencatat kredit yang diragukan sebesar Rp 2.154 miliar atau 25,2% dari total kredit). Keadaan itu lalu dihubung-hubungkan dengan pernyataan Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad, yang akan "mengadili" semua bankir pemerintah yang terlibat kolusi dengan debitur. Tak sedikit yang bertanya, apakah semasa menjadi direktur Bapindo, Towil mengobral kredit hingga kredit yang macet di bank ini menggunung. "Orang boleh berkomentar apa saja. Silakan. Tapi yang jelas, saya hanyalah salah seorang yang pernah menjabat direktur Bapindo," jawabnya sambil tersenyum. Dengan kata lain, munculnya kredit macet tak lepas dari kerja tim direksi Bapindo lama pimpinan Subekti Ismaun, yang diperkuat oleh Towil dan Sjahrizal. Kenyataan itu juga dibenarkan oleh seorang pejabat di Departemen Keuangan. "Towil salah satu direktur yang bersih. Tapi, sebagai salah seorang anggota tim direksi, ia layak ikut bertanggung jawab," kata sumber itu lagi. "Sebersih" apa Towil sebenarnya, digambarkan sumber ini sebagai berikut. Katanya, setiap anggota direksi di Bapindo memiliki hak menyalurkan kredit (di bank ini ada satu direktur utama dan empat direktur). Adapun pembagian tugasnya diatur berdasarkan wilayah kerja debitur. Nah, Towil kebetulan memegang wilayah Indonesia Bagian Timur, yang porsi kreditnya tidak terlalu besar. Ini berbeda dengan wilayah penyaluran kredit yang satu lagi. Di sana kredit Bapindo lebih banyak mengucur. Paling tidak, menurut selebaran gelap itu, dari 26 debitur yang dikabarkan berpotensi menimbulkan kredit macet dengan kredit di atas Rp 100 miliar, sembilan di antaranya menjadi tanggungan Bapindo. Dan wilayah kerja mereka sebagian besar meliputi wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara kinerja Towil boleh dibilang cukup transparan, lantas bagaimana dengan Sjahrizal? Tidak banyak yang tahu, apa saja yang telah dilakukan mantan pejabat BI ini di Bapindo. Yang pasti, bersama Towil ia termasuk salah satu direktur semasa Subekti Ismaun menjadi direktur utama. Dan sepanjang menjadi penggantinya, konon, telah banyak yang dilakukan Sjahrizal untuk membenahi kredit macet. Bahkan ia yakin, masalah kredit macet di Bapindo bisa dituntaskan dalam waktu dua sampai tiga tahun saja. Tapi kalau memang tak ada masalah, mengapa harus tukar tempat? Jawabnya sampai kini masih tersimpan rapi, dalam saku Presiden dan Menteri Keuangan RI.Budi Kusumah dan Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini