Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lepaskan saja kacamata kuda

Realisasi PMA tahun ini diperkirakan menurun lagi. dan investor jepang sudah mantap berpaling ke RRC. bila tak mau ketinggalan, Indonesia harus meluncurkan deregulasi lanjutan. tab

15 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARUS investasi di negeri ini semakin lama semakin melemah. Berbagai upaya pemerintah untuk menggalakkannya belum menampakkan hasil nyata. Tahun lalu, realisasi penanaman modal asing di Indonesia mencatat penurunan yang cukup berarti: dari 10,3 miliar dolar (1992) menjadi 8 miliar dolar (1993), -- merosot sekitar 22,3%. Hal yang sama diperkirakan juga akan terjadi pada tahun 1994. Indikasinya terlihat pada perkembangan persetujuan PMA yang diteken tahun lalu, yang juga menukik. Jepang, sebagai negara yang paling royal melakukan penanaman modal di sini, hanya menjanjikan akan menanamkan modalnya di 50 proyek senilai US$ 815 juta. Betul, jika dilihat dari jumlah proyek, hanya berkurang satu (tahun 1992: 51 proyek). Tapi dari segi nilai, penurunan itu cukup mengkhawatirkan, karena mencakup 695,6 juta dolar, atau anjlok sekitar 46%. Hal serupa terjadi pula pada persetujuan yang diteken bersama pengusaha dari Hong Kong, Taiwan, AS, dan Inggris, yang merupakan investor-investor lumayan besar setelah Jepang. Investasi dari Hong Kong turun dari 40 menjadi tinggal 24 proyek. Nilainya pun menukik dari 1.020 juta dolar (1992) menjadi tinggal 470,6 juta dolar alias turun 54%. Adapun persetujuan investasi dari Taiwan, AS, dan Inggris (dari segi nilai) masing-masing turun 78%, 52%, dan 69%. Sedangkan persetujuan PMA yang menunjukkan kenaikan cukup berarti justru datang dari Singapura. Tahun lalu, para pengusaha di negeri singa ini menyatakan akan menanamkan modalnya di 18 proyek senilai 1.333 juta dolar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, berarti ada kenaikan sekitar 65%. Bagaimana dengan empat negara lainnya yang masuk ke dalam 10 negara penanam modal terbesar di Indonesia? Persetujuan investasi yang diteken pengusaha dari Jerman, Belanda, Korea Selatan, dan Australia memang meningkat, tapi tidak begitu berarti. Sehingga, jika 1992 dibandingkan dengan 1993, dalam hal persetujuan, tetap saja terjadi penurunan sebesar 1.580 juta dolar atau sekitar 25%. Nah, berdasarkan indikasi inilah banyak kalangan yakin bahwa realisasi PMA di Tahun Anjing ini masih akan mengalami penurunan. Kenyataan ini diakui juga oleh Sanyoto Sastrowardoyo, Menteri Negara Penggerak Dana Investasi sekaligus Ketua BKPM. Dalam satu makalahnya, ia menegaskan bahwa kecenderungan menurunnya arus modal ke negara-negara berkembang diperkirakan akan terus berlanjut. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya investasi asing di RRC dan Vietnam. Peningkatan itu terutama diperoleh dari negara industri baru (NICs), seperti Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan, yang merelokasi industrinya lantaran beban ongkos produksi yang semakin berat. Pendapat serupa dikemukakan Tomiyasu Nakamura, ahli ekonomi yang khusus menangani bagian investasi di Jetro (organisasi perdagangan Jepang) - Jakarta. Menurut Tomiyasu, sebelum ini para pemilik modal Jepang ragu-ragu memilih Indonesia atau RRC. Setelah dilakukan studi kelayakan, "Mereka cenderung memilih RRC." Ada beberapa alasan yang membuat pengusaha Jepang berpaling ke RRC. Tapi intinya, menurut penelitian Jetro, lantaran iklim berusaha di Indonesia kalah menarik dibandingkan dengan RRC. Dalam hal kepemilikan 100% saham oleh asing, misalnya, di RRC boleh dilakukan sepanjang perusahaan yang bersangkutan berdiri. Sedangkan di Indonesia, masa 100% itu hanya berlaku lima tahun. Begitu pun dalam hal izin hak guna bangunan (HGB). RRC memberlakukan HGB untuk masa 60 tahun, dan dijamin bisa diperpanjang. Sedangkan di Indonesia, kendati sama-sama bisa diperpanjang, izin pertama hanya diberikan untuk masa 30 tahun. Iming-iming lain yang ditawarkan pemerintah RRC adalah tax holiday, yang di Indonesia sudah tak ada lagi. Di Tiongkok, pajak penghasilan perusahaan (besarnya 15%) dibebaskan selama dua tahun sejak perusahaan itu meraih untung. Dan korting masih berlaku hingga tahun kelima. Tepatnya, di tahun ketiga hingga tahun kelima, perusahaan yang beruntung tersebut cukup membayar 50% dari kewajiban PPh-nya. Lantas di Indonesia? Pembebasan PPh hanya berlaku sepanjang perusahaan yang bersangkutan masih merugi. Artinya, begitu dia dapat untung, ya, langsung dipajaki. Selain itu, ada keringanan pajak sebesar 15%-30% selama 10 tahun bagi PMA yang terjun di industri pertanian, peternakan, dan kehutanan. Cukup? Belum. Pemerintah RRC akan mengembalikan 40% pajak yang telah dibayarkan jika perusahaan yang bersangkutan menginvestasikan kembali seluruh keuntungannya. Bahkan, pajak itu akan dikembalikan seluruhnya bila reinvestasi tadi dipakai untuk memproduksi komoditi ekspor dan berteknologi tinggi. Melihat sederet kelebihan yang dimiliki Cina, maka wajar jika kalangan pengusaha Jepang menyarankan agar Indonesia membuat semacam studi perbandingan tentang iklim investasi dengan negara-negara lain di Asia Timur. Atau, meminjam istilah ekonom Djisman Simandjuntak, pemerintah Indonesia sudah saatnya membuka kacamata kuda yang selama ini dipakai. Tak jauh berbeda dengan yang dikatakan Nakamura adalah pernyataan Harvey Goldstein, Presdir PT Harvest International -- perusahaan konsultan bisnis yang sering menjadi mak comblang bagi investor asing di Indonesia. Selain kekurangan-kekurangan insentif tersebut di atas, Harvey menunjuk birokrasi berbelit sebagai salah satu hambatan yang harus dibenahi pihak Indonesia. Untuk memperoleh tanah bagi sarana produksi saja, misalnya, masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Padahal, kebanyakan perusahaan di AS menggunakan dana masyarakat (dari penjualan saham). Sehingga setiap satu kuartal perusahaan itu harus memberikan laporan hasil keuangannya kepada para pemegang saham. "Nah, bagaimana perusahaan-perusahaan itu bisa melaporkan kemajuan usahanya jika untuk membebaskan tanah saja makan waktu panjang," kata Harvey. Akibat dari hambatan birokrasi itu, tak sedikit PMA yang membatalkan persetujuan investasi yang telah ditekennya. Contohnya, Chiquita Brands. PMA ini sudah memperoleh persetujuan untuk berbisnis pisang ekspor. Tapi karena pembebasan tanah di Sulawesi makan waktu sampai lima tahun, akhirnya mereka mundur. Lantas bagaimana dengan pembebasan tanah di RRC? Sangat gampang. Calon investor cukup mengajukan permohonan ke Biro Tanah Nasional, dan rekomendasi pembebasan akan keluar dalam dua pekan. Adapun proses pembebasannya jauh lebih gampang lagi. Investor tinggal mengatakan kepada camat di daerah yang bersangkutan, berapa luas tanah yang dibutuhkannya. Dan camat beserta aparatnya langsung akan memenuhi pesanan tersebut. Mereka bersemangat, karena biasanya para camat itu akan memperoleh jabatan sebagai komisaris di perusahaan yang berlokasi di wilayahnya. Jelaslah, iklim berusaha di negeri ini jauh ketinggalan. Malah keadaan akan semakin runyam, karena diduga tak lama lagi (1997), kondisi investasi di Vietnam pun akan sama menariknya dengan RRC. Itulah sebabnya, perbaikan iklim yang berupa langkah-langkah deregulasi lanjutan harus segera diayunkan. "Itu jika Indonesia tidak mau kehilangan kesempatan," kata Nakamura. Kesempatan yang dimaksudnya adalah menampung relokasi industri dari Jepang. Sebab pada tahun 2010, Jepang akan berkonsentrasi pada industri pengembangan, riset, dan teknologi tinggi. Betul, penurunan tingkat suku bunga di seluruh dunia akan terus berlangsung. Artinya, arus modal di pasar internasional akan semakin besar. Tapi, arus itu tidak akan mengarah ke Indonesia, selama pemerintah masih mengenakan kacamata kuda.Budi Kusumah, Liston P. Siregar, Bina Bektiati, dan Nunik Iswardhani TB --------------------------------------------------------------- . Beberapa Insentif untuk Investor Asing --------------------------------------------------------------- . Di RRC Di INDONESIA --------------------------------------------------------------- . Kepemilikan Usaha Kepemilikan Usaha 100% . 100% untuk seterusnya terbatas selama 5 tahun saja --------------------------------------------------------------- . Hak Guna Bangunan (HGB) HGB 30 tahun . selama 60 tahun + + perpanjangan . perpanjangan --------------------------------------------------------------- . Waktu untuk pembebasan Waktu untuk pembebasan . tanah diusahakan tanah bisa molor . secepatnya (2 minggu) 1-2 tahun --------------------------------------------------------------- . Tax Holiday 2 tahun + Tidak ada . PPh 50% sampai tahun ke5 --------------------------------------------------------------- . Kalau reinvestasi, uang Tidak ada . pajak dibayarkan kembali . sebesar 40% ---------------------------------------------------------------

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus