Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ketika Wartawan Berbohong

Jawa Pos mengaku memuat wawancara fiktif Nur Aini, istri Dr Azahari Husin, dan telah minta maaf. Pelanggaran kode etik terbesar.

16 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua wawancara eksklusif itu menjadi buah bibir di kalangan pers. Ada kejanggalan dalam proses wawancara yang dilakukan wartawan Jawa Pos, Rizal Husen, terhadap Nur Aini, istri Dr Azahari Husin.

Dalam artikel itu Rizal menulis, wawancara dengan istri buron nomor satu aparat kepolisian Indonesia itu dilakukan melalui telepon. Padahal, Nur Aini sangat sulit bicara. Penyakit kanker thyroid di tenggorokan membuat pita suaranya terganggu. Kecurigaan makin bertambah ketika sebuah stasiun televisi menayangkan wawancara dengan Nur Aini yang hanya bisa dilakukan lewat tulisan tangan. Tim ombudsman Jawa Pos pun segera melakukan penyidikan.

Hasilnya, wawancara tersebut memang tak pernah ada. Rizal dinyatakan menulis berita bohong. Anggota ombudsman Jawa Pos, Maksum, mengatakan, kepastian fiktif didapat setelah data rekaman nomor sambungan telepon ke Malaysia juga tak ada dalam catatan kantor Telkom, serta klarifikasi langsung kepada Nur Aini. ”Kami kebobolan dan minta maaf,” kata Maksum.

Senin pekan lalu, harian Jawa Pos melayangkan surat terbuka melalui korannya. Mereka mengaku telah menerbitkan artikel wawancara bohong dan meminta maaf. Pada artikel ”wawancara” pertama Rizal, yang dimuat pada Jawa Pos edisi 3 Oktober 2005—dua hari setelah peristiwa bom Bali II—dengan judul Kasihan, Warga Tak Berdosa Jadi Korban dibumbui keterangan sebagai wawancara eksklusif,.

”Wawancara” kedua dilakukan ketika suami Nur Aini itu diberitakan tewas dalam operasi penyergapan di Villa Flamboyan, Batu, Jawa Timur. Pada artikel itu, Rizal menyebut Nur Aini bicara terbata-bata karena penyakit thyroid yang dideritanya. Suara perempuan Malaysia itu juga digambarkannya sesekali seperti terisak menahan tangis. Di alinea lain, dia menggambarkan suara Nur Aini yang lirih dengan logat Melayu kental.

Kepada tim ombudsman, Rizal mengatakan tak punya itikad jahat. Dia hanya ingin Jawa Pos menjadi yang terdepan dalam berita bom yang melibatkan Dr Azahari. Rizal sendiri enggan berkomentar. ”Mungkin saya khilaf, tapi saya pengen diberi kesempatan lagi bekerja, entah di dunia jurnalistik atau tempat lainnya,” katanya.

Pengamat pers, Atmakusumah, mengatakan, membuat berita bohong merupakan pelanggaran kode etik terbesar sehingga tidak bisa ditoleransi. Pelakunya harus diberhentikan atau secara sukarela mengundurkan diri, tidak hanya dari perusahaan tempat dia bekerja, tapi juga dari dunia jurnalistik.

Atma menggambarkan kasus mantan wartawan Washington Post, Janet Cooke, 20 tahun lalu. Ketika itu, dia menulis cerita dramatis tentang seorang anak kecil kulit hitam berumur 8 tahun yang menjadi pecandu berat narkotik. Dia tinggal bersama ibu dan ayah tirinya yang pengedar narkoba. Ayahnya ikut menyuntikkan narkotik kepada anaknya jika sedang kecanduan.

Janet mendapat Pulitzer karena tulisan itu. Belakangan, Janet tak bisa menunjukkan keberadaan anak itu. Ketika tersingkap cerita itu tidak benar, dia dipecat Post. Lima tahun lalu, dalam sebuah wawancara, Janet mengatakan hukumannya terlalu berat.

Menurut Atma, itu konsekuensi seorang wartawan pembuat berita bohong. ”Itu sangat pantas, langsung diberhentikan.” Nama Janet Cooke, katanya, kini tertera dalam sejarah pers Amerika Serikat. ”Sudah waktunya wartawan diberi tanggung jawab moral jika ingin kemerdekaan pers terjaga dengan baik,” ia menambahkan.

Leanika Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus