Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belasan ibu-ibu warga Desa Pasar Seluma, Bengkulu, mendesak pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Faminglevto Bakti Abadi. PT Faminglevto Bakti Abadi dan sejumlah perusahaan tambang lainnya sedang dan berencana menjalankan operasi tambang pasir dan besi di Pasar Seluma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mengadukan nasib kami di DKI Jakarta demi penyelesaian masalah yang ada di desa kami desa Pasar Seluma. Pertambangan Faminglevto Bakti Abadi yang saat ini membuat kami resah," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta pada Jumat, 7 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia bercerita, sejak tahun 1973 Kepala Desa Pasar Seluma menentang pengambilan sampel pasir besi di daerahnya. Pada 2010 PT Farminglevto Bakti Abadi masuk ke Pasar Seluma hingga akhirnya terjadi konflik dengan warga yang menelan korban enam laki-laki dari Desa Pasar Seluma.
Tragedi tersebut membuat Novika dan rekannya melakukan aksi penolakan. Para suami dan anak-anak, kata dia, mendukung para perempuan melakukan perlawanan terhadap perusahaan tambang. "Kami tidak memakai kekerasan. Kami meminta bantuan dari segala instansi yang bisa membantu kami," ucap Novika.
Novika menyebutkan sejumlah alasan warga ingin PT Faminglevto Bhakti Abadi angkat kaki dari desa. Pertama, perusahaan tersebut telah mengganggu mata pencaharian para warga. Kegiatan pertambangan dinilai terus merusak alam, terlebih wilayah Desa Pasar Seluma merupakan daerah rawan bencana.
Kedua, lahan yang diduduki oleh PT Faminglevto, berada di atas tempat yang disakralkan oleh masyarakat pasar seluma, yakni Muara Buluan. Muara Buluan tempat bersejarah bagi masyarakat Pasar Seluma karena tempat pertemuan kakek moyang warga Pasar Seluma, dengan suku yang lain.
Selanjutnya, aktivitas tambang PT Faminglevto dinilai warga mengganggu daerah tangkapan nelayan. Novika menyebut mayoritas warga Pasar Seluma adalah nelayan pinggir yakni pencari ikan dengan jerigen sebagai pelampung. Tanah yang bergetar akibat beroperasinya tambang, akan menyulitkan nelayan menangkap ikan dan hasil laut seperti remis.
Novika bertekad terus menolak usaha tambang di Pasar Seluma karena tak ingin mata pencaharian dan adat istiadat masyarakat terganggu. "Tidak mungkin kami biarkan, kami akan menentang," ucapnya. "Tapi namanya juga PT, mungkin kan karena dia punya uang jadi mereka posisi mereka kuat."
Saat dimintai konfirmasi aksi tambang yang diprotes warga setempat, Humas PT Faminglevto Bakti Abadi, Dadi Supriatno memberi jawaban singkat. Dia mengklaim manajemen sudah melakukan kajian atas semua kegiatan tambang termasuk dampak lingkungan dan sosial.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Aktivis Nilai Putusan MK soal UU Minerba Perkokoh Kepentingan Oligarki Tambang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini