Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKOK tak dilanda cemas oleh langkanya bawang merah dan bawang putih belakangan ini. Pengusaha yang dikenal sebagai pemilik PT Sumber Alam Rezeki itu justru tengah bergelimang bawang. Pekan lalu, perusahaannya menerima ratusan ton bawang merah-putih dari Medan.
Tempo melihat truk putih berbalut terpal hitam memasok bawang putih ke gudang di kawasan pergudangan Pluit, Jakarta Utara, Kamis sore pekan lalu. Seorang lelaki penjaga warung di sekitar gudang mengatakan aktivitas bongkar-muat terus meningkat belakangan ini. Bahkan penjualan bawang putih dilayani hingga malam hari. "Pernah sampai pagi hari," ujarnya.
Seorang distributor bawang putih di Jakarta mengakui mendapat pasokan dari Akok. Ia mendapat jatah karena dekat dengan Aling, yang disebut-sebut adik Akok. Bawang Akok juga didistribusikan ke Awat, pemilik PT Mulya Agung Dirgantara, distributor bawang di Songoyudan, Surabaya. Namun Awat memilih bungkam saat dimintai konfirmasi. "Maaf, saya sedang Âtreadmill," ucapnya.
Seorang importir mengabarkan, Akok mengimpor kedua komoditas itu dengan alasan untuk memasok pabrik terasi miliknya. "Pabrik terasi hanya kedok," ujar sumber itu. Hasil impor juga dirembeskan ke pasar lokal. Maklum, tidak ada pembatasan impor bawang merah dan bawang putih untuk bahan baku industri.
Akok mengakui menjadi distributor besar dan memasok bawang ke banyak kota besar. Cuma, pria ini membantah kabar bahwa dia pemilik Sumber Alam dan pabrik terasi. "Itu kabar yang tidak benar," katanya Jumat pekan lalu.
Pemilik stok bawang lainnya adalah Rudy. Ia mengimpor dengan bendera PT Lancar Maju Sejahtera melalui Pelabuhan Belawan, Medan. Menurut sumber Tempo, Rudy menyelundupkan sebagian stok pada akhir Februari lalu. Ia nekat lantaran yakin tidak akan kebagian kuota impor tahun ini gara-gara kedapatan memalsukan dokumen impor anggur dengan wortel bulan lalu. Akibatnya, Lancar Maju kena sanksi dari Balai Karantina Pertanian Tanjung Priok, Jakarta. Namun Rudy membantah tuduhan itu. "Bukan saya," ucapnya Kamis pekan lalu.
Hampir sebulan ini, harga bawang putih melonjak menjadi Rp 50-100 ribu per kilogram, sedangkan bawang merah Rp 50-60 ribu per kilogram. Penyebabnya barang langka di pasar. Kuota impor periode November-Desember 2012 sebesar 64 ribu ton bawang putih dan 15 ribu ton bawang merah sudah ludes. Tapi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang semestinya terbit akhir Januari 2013 mandek di Kementerian Pertanian.
Kementerian beralasan mereka kerepotan menyeleksi lantaran jumlah importir yang mengajukan permohonan izin membengkak sampai dua kali lipat. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Haryono mengatakan dulu hanya ada 70 importir, sedangkan kini menjadi 131. Akhirnya, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura baru terbit 7 Maret lalu.
Namun Ketua Asosiasi Petani Bawang Merah Juwari menduga maju-mundurnya penetapan kuota dipicu kekhawatiran bahwa barang impor bakal mempengaÂruhi harga produk lokal, yang pasokannya sedang seret. Menurut dia, stok bawang merah dalam negeri memang menipis, yakni tersisa 32 persen dari kebutuhan atau 8.000 ton per bulan. Ini karena mayoritas petani berfokus pada padi, yang memaÂsuki musim tanam hingga Mei nanti. Bawang diabaikan. Pemerintah pun mematok kuota impor bawang merah 60 ribu ton atau 2.068 kontainer.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui kecilnya kuota menjadi biang penyebab tingginya harga bawang. Pengetatan impor justru menciptakan inflasi karena produksi bawang putih lokal hanya lima persen dari kebutuhan. Maka, di tengah kelangkaan bawang, pemerintah mematok kuota impor bawang putih naik tiga kali lipat menjadi 160 ribu ton atau 5.517 kontainer.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Bachrul Chairi menyatakan, setelah izin impor keluar, pasokan dan harga diprediksi normal. Namun seorang distributor justru yakin harga bawang putih bakal terjun bebas kalau pasar dibanjiri barang impor karena masih banyak barang rembesan tadi. Sebaliknya, harga bawang merah diprediksi tetap mahal karena kuota impor belum dibagi oleh Kementerian Pertanian.
Perebutan kuota bawang merah, menurut seorang importir, bakal lebih sengit mengingat kuota tahun ini kecil. Apalagi keuntungan yang dikantongi bisa mencapai Rp 100 juta per kontainer kalau harga tinggi terus bertahan.
Sengkarut bawang tak hanya berhulu paÂda minimnya pasokan. Saidah Sakwan, Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha, menduga terjadi praktek kartel dalam bisnis bawang. Ia menyebutkan 12 importir terindikasi memainkan kartel atau ada persekongkolan sejumlah pengusaha untuk mengatur harga komoditas. Tujuannya adalah membatasi suplai dan kompetisi.
Saidah menuturkan, kecurigaan muncul karena ada 60 kontainer yang diizinkan dibongkar tapi tetap teronggok di pelabuhan. "Masih diinvestigasi." Sebanyak 384 kontainer berisi bawang putih dicegah masuk oleh petugas di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Kafi Kurnia, Ketua Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar, berpendapat lain. Penimbunan kontainer, menurut dia, terjadi akibat spekulasi importir untuk mengantisipasi kelambanan pemerintah membagi kuota impor. Walhasil, kontainer tiba mendahului izin impor. Tak pelak, mayoritas dari 384 kontainer tadi dianggap sebagai barang selundupan lantaran tak memiliki dokumen impor yang sah.
Beragam jurus ditempuh pengusaha untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan. Seorang importir mengatakan pemilik PT Citra Gemini, Piko alias Nyoto Setiadi, mencoba melobi petugas untuk membebaskan 25 kontainer yang ditahan di Tanjung Perak. Usahanya gagal. Kontainer itu malah terancam diekspor ulang atau dimusnahkan. Namun Piko menampik cerita itu. "Saya importir gula, kok," tuturnya Kamis pekan lalu.
Kafi Kurnia mengkritik sistem kuota impor. Ia menilai, lebih baik pemerintah menerapkan tarif bea masuk untuk produk impor hortikultura. "Skema kuota rawan korupsi," katanya.
Sumber Tempo di kalangan importir gula mengatakan pembagian kuota berpotensi mengulang persoalan dugaan korupsi seperti tahun lalu. Kala itu, santer terdengar adanya jual-beli kuota di Kementerian Pertanian. Pengusaha yang kerap mendapat kuota justru kelompok berbendera Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Kuota lantas dijual lagi kepada importir yang gagal mendapat jatah impor seharga Rp 25-65 juta per kontainer.
Persoalan serupa terjadi dalam pembagian kuota impor daging sapi. Belakangan, justru distributor yang paling banyak mendapat kuota impor gara-gara pembagian berdasarkan asosiasi. Mereka lalu "menjual" rekomendasi impor kepada importir yang tak kebagian kuota, dengan harga hingga Rp 10 ribu per kilogram.
Penyuapan di Kementerian Pertanian disinyalir tetap lestari karena pembagian kuota impor tidak transparan. Identitas perusahaan yang mengajukan dan mendapatkan kuota begitu gelap. Proses pembagiannya pun tertutup. Bob Budi Budiman, Wakil Ketua Umum Gabungan Importir Hasil Bumi, termasuk getol memprotes Kementerian yang membagi kuota impor bawang antara lain berdasarkan kepemilikan gudang pendingin. "Ini diskriminatif," ujarnya kepada Rosalina dari Tempo awal Februari lalu.
Formula untuk membagi kuota pun dicurigai hanya akal-akalan. Sumber Tempo menuturkan, beberapa importir terbukti telah mengimpor secara ilegal, tapi tetap diberi kuota. CV Karunia Segar Utama, misalnya, dua kali mendapat kuota impor bawang merah dan bawang putih. Padahal Karunia terbukti mengimpor 118 kontainer daging sapi tanpa dokumen kuota pada Agustus 2012. Petugas karantina dan pabean pun menahan kontainer tersebut.
Haryono jelas membantah adanya suap dalam pembagian kuota impor bawang merah dan bawang putih. Ia juga ragu terhadap adanya importir hitam yang mengantongi kuota yang terbit awal bulan ini. Kendati mengakui penerapan sistem kuota impor tak sempurna, Haryono meyaÂkini cara ini bakal melindungi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani lokal—ketimbang membuka keran impor tanpa batas. "Pemerintah membutuhkan waktu untuk memperbaiki," katanya.
Akbar Tri Kurniawan, Aditya Budiman, Pingit Aria (Jakarta), Edi Faisol (Semarang), Diananta P. Sumedi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo