BURSA Efek Jakarta mulai memasuki era modernisasi. Sejak akhir Januari lalu, suatu perubahan besar telah dicoba dalam sistem perdagangan di bursa. Tepatnya, dengan komputerisasi, PT Kliring dan Deposito Efek Indonesia (KDEI) resmi beroperasi membantu pialang melancarkan perdagangan sehari-hari. Dan KDEI akan mengurus segala tetek-bengek yang berkaitan dengan penyelesaian transaksi. Dengan demikian, berkuranglah beban pialang. Mereka tinggal berdagang, tak perlu lagi repot-repot menagih uang pembayaran dari pembeli. Sebaliknya, pembeli tak usah memburu si penjual agar menyerahkan sahamnya. Semua urusan ini akan dibereskan KDEI. Pada hari keempat setelah transaksi, pialang yang menjual bisa menagih uang pembayaran dari KDEI, sedangkan pembeli tinggal mengambil sahamnya saja. Sebagai permulaan, proses yang juga disebut settlement ini baru akan diterapkan pada lima saham, yakni Indah Kiat, Barito Pacific, Tjiwi Kimia, Pan Brothers, dan Dharmala. Lima saham inilah yang selama tiga bulan terakhir mendominasi pasar. "Volumenya mencapai 30% dari seluruh transaksi," kata Cyril Nurhadi, Direktur Utama KDEI. Juni nanti, KDEI berharap bisa menangani semua transaksi yang terjadi di bursa Jakarta. Jadi, KDEI menggunakan komputer untuk menangani settlement yang bisa sangat rumit ini. Dan bukan hanya settlement yang bakal dilakukan lewat komputer, tapi juga tawar-menawar dalam perdagangan. Juga tak lama lagi -- menurut rencana dalam bulan Juni pula -- para pialang Jakarta tak perlu lagi menuliskan penawarannya dengan spidol di papan putih yang ada di lantai bursa. Semua penawaran mereka tinggal dipencetkan pada komputer. Lantas, segalanya akan berjalan otomatis, sampai harga jual dan harga beli cocok, sehingga terjadi transaksi. Sebagai percobaan yang disebut juga pilot project, oleh Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) Hasan Zein Mahmud, sudah dilaksanakan tawar-menawar lewat komputer untuk 72 saham yang tidak terlalu ramai diperdagangkan alias "saham tidur". Untuk kelinci percobaan ini, "Programnya dibuat sendiri oleh orang BEJ dan masih sangat sederhana," tutur Hasan. Ini memang dimaksudkan sebagai sarana untuk membiasakan diri dengan komputer. Program sederhana ini akan digantikan dengan program canggih yang menggabungkan jaringan komputer BEJ dan KDEI. Maka, dari perdagangan hingga settlement, semua urusan dibereskan lewat sinyal-sinyal elektronik yang menelusuri jutaan kabel halus. Untuk komputerisasi ini, BEJ menunjuk PT Berca sebagai pelaksananya. PT Berca -- milik Pengusaha Murdaya Poo -- memenangkan tender dengan tawaran terendah sebesar US$ 3,45 juta. "Ini murah karena di situ juga termasuk semua peralatan perangkat keras komputer," Hasan menjelaskan. Konon, nilai tawaran perusahaan yang menduduki peringkat kedua dalam tender sampai tiga kali lipat di atas tawaran PT Berca. Namun, itu tak berarti semuanya mulus-mulus saja. Seperti disebutkan tadi, BEJ menginginkan komputer sudah beroperasi Juni 1994. Transaksi yang sekarang mencapai lebih dari Rp 100 miliar sehari memang tak teratasi jika hanya dikerjakan dengan tangan manusia atau proses manual. Masalah mungkin akan timbul karena BEJ tak akan lama-lama berada di gedungnya yang sekarang -- tempat komputer itu dipasang -- yang terletak di pojok Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Sewa gedung itu kabarnya tak akan diperpanjang, dan BEJ harus pindah ke gedung baru di Jalan Sudirman, Jakarta, yang memang khusus disiapkan untuk lokasi bursa masa depan. Tentu agak tidak efisien, baru tiga bulan terpasang, komputer dengan kabel dan jaringannya dibongkar lagi karena BEJ harus pindah. Diperhitungkan, setidaknya sekitar Rp 200 juta akan terbuang. Tentang ini, Hasan menjawab dengan tangkas. "Itu adalah learning cost, ongkos untuk belajar," katanya. Selama tiga bulan di gedung yang sekarang, transaksi akan dijalankan secara paralel. Maksudnya, yang manual pun tetap dilaksanakan untuk jaga-jaga seandainya sistem komputer tak jalan. Namun, begitu BEJ masuk ke gedung baru, Hasan berharap segalanya sudah siap untuk komputerisasi secara penuh. Rencana komputerisasi yang melompat dari satu gedung ke gedung lain itu memang terasa sedikit janggal. Maka, para pengamat mempertanyakan, mengapa BEJ harus pindah dalam waktu yang tak menguntungkan. Dan mengapa komputerisasi tak dilakukan nanti saja, ketika BEJ sudah resmi pindah ke gedung baru. Soal pindah itu, BEJ rupanya tak punya pilihan. Departemen Keuangan, sebagai pemilik gedung yang sekarang, enggan memperpanjang sewa. Soal lainnya, komputerisasi di gedung lama akan dijadikan masa uji coba yang lamanya tiga bulan. Seorang pakar pasar modal berpendapat, untuk uji komputer seperti ini, transaksi harus dijalankan bersamaan setidaknya selama setahun. "Untuk benar-benar menguji berbagai skenario yang mungkin terjadi di pasar. Kalau tidak, komputer macet, pasar berhenti, reputasi bursa Jakarta bisa jatuh," katanya. Selain itu, "Transaksi saham di pasar perdana harus masuk dalam agenda komputerisasi," demikian kata J.A. Sereh, pialang yang dulu menjadi Direktur Utama PT Danareksa. Banyak tuntutan, memang. Tapi BEJ sebagai bursa muda usia ternyata sudah diperhitungkan oleh kalangan internasional. Menurut Business Week, BEJ tergolong bursa yang perkembangannya sangat pesat sepanjang tahun 1993. Seiring dengan itu, para pelaku bursa juga dituntut agar lebih siap. Sukses komputerisasi pun tentu akan banyak bergantung pada kebolehan dan kematangan mereka.Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini