Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Koneksi wanandi

Pengusaha edward wanandi ingin menambah sahamnya di perusahaan arvin industries yang bergerak di bidang perlengkapan senjata, komponen mobil, dll di AS. arvin menolak dan mencurigai wanandi.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA keluarga Wanandi, yang memang sudah terkenal, tiba-tiba semakin disebut-sebut di kalangan bisnis internasional. Soalnya, koran The New York Times edisi akhir Februari lalu, kemudian majalah Far Eastern Economic Review (FEER) edisi 16 Maret, telah menurunkan berita tentang keinginan Edward Ismanto Wanandi, 33 tahun, untuk menambah pemilikan sahamnya yang 5,6% di Arvin Industries. Diberitakan, perusahaan tersebut memiliki omset penjualan sekitar US$ 1,3 milyar pada 1988. Tapi kelompok Arvin tak setuju. Tak berhenti sampai di situ, kelompok Arvin -- yang mengantungi kontrak dari pemerintah untuk mensuplai peralatan militer senilai US$ 200 juta -- lalu mengadukannya ke Securities and Exchange Commission (SEC). Yakni otoritas pasar modal di AS, semacam Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) di Indonesia. Menurut pengusaha Amerika itu, setiap usaha penyertaan dari luar negeri harus ditolak, mengingat pekanya pekerjaan di perusahaan Arvin. Mereka mengaku terlibat dalam penyediaan perlengkapan senjata elektronik, percobaan senjata balistik, sampai percobaan senjata kimia. Pihak Arvin, yang rupanya merasa jengkel, beranggapan bahwa Wanandi telah memberi tafsiran yang menyesatkan mengenai rencana dan tujuan dari perusahaan Arvin kepada SEC. Tentu saja semua keberatan Arvin, yang direkam oleh Pengadilan Negara Bagian Indiana, ditolak oleh pengacara Wanandi di Wall Street, New York, yang bernama panjang, Morton Pierce of Dewey, Ballantine, Bushby, Palmer and Wood. "Saya percaya bahwa keberatan itu tak berdasar," katanya kepada FEER. "Hubungan Wanandi dengan pihak militer (Indonesia), dalam soal ini, tidaklah penting. Dia belum lagi memastikan apa yang akan dia lakukan dengan saham-sahamnya." Sumber-sumber yang dekat dengan Wanandi mengatakan, pengusaha Indonesia itu telah bekerja sama dengan sebuah perusahaan AS yang lain yang bersedia untuk mengambil alih kontraknya Arvin. Disebutkan, Eward Wanandi menguasai sekitar US$ 1,04 juta dari seluruh saham perusahaan Arvin yang US$ 18,6 juta. Alkisah, para komisaris Arvin, dengan ketuanya James Baker, telah menyewa pengacara untuk menghentikan niat Wanandi untuk masuk lebih jauh ke dalam perusahaan AS yang berusia 68 tahun, dengan karyawan sebanyak 12.000. Pengacara itu mengatakan, Wanandi mempunyai beking keuangan yang cukup kuat antara lain dari bank Chase Manhattan yang di New York, dan bank Prancis CIC Union Europene International cabang Singapura. Saat ini perusahaan Arvin memiliki jaringan di 11 negara, termasuk sebuah perusahaan elektronika di Taiwan. Sebagian besar penjualannya berasal dari hubungannya yang luas dengan tiga perusahaan mobil di AS: Ford, General Motors, dan Chrysler. Sebenarnya bisnis utama Arvin adalah membuat beberapa komponen kendaraan bermotor untuk tiga perusahaan mobil tadi. Disebutkan, hasil penjualan tahun silam mencapai sekitar US$ 1 milyar. Keluarga Wanandi dianggap tak mungkin untuk masuk dalam manajemen Arvin, karena mempunyai hubungan erat dengan sejumlah pejabat militer Indonesia. Antara lain disebutkan Edward adalah putra bungsu dari enam bersaudara Wanandi. Dua di antara kakaknya, Jusuf dan Sofjan Wanandi, sejak dahulu dikenal bersahabat dengan beberapa tokoh militer di Indonesia. Suatu hubungan yang, boleh dibilang, bermula sejak lahirnya Orde Baru. Menurut FEER, Yayasan Dharma Putra (Kostrad) mempunyai saham dalam perusahaan punya kelompok Wanandi, yakni Pakarti Yoga dan Anugerah Daya Laksana. Semuanya, konon, berjumlah sekitar 50 perusahaan yang bergerak di bidang pembotolan minuman ringan, industri perakitan mobil, plastik, farmasi, perkapalan, dan kehutanan. Ada dugaan, keinginan keras Edward Wanandi untuk masuk lebih jauh ke dalam perusahaan Arvin adalah untuk memperluas pasaran komponen mobil. Sebab, PT Gemala Kempa Daya adalah perusahaan komponen mobil yang sedang berkembang pesat. Wanandi Group, yang memproduksi baterai Yuasa, belum lama ini juga membeli perusahaan batere di Australia, Century Battery Co. Tapi benarkah seluruh keluarga Wanandi terlibat dalam bisnis di AS? Sofjan Wanandi yang dihubungi TEMPO, pekan lalu, di kantornya di Jakarta, menolak anggapan yang "main pukul rata" itu. Menurut Sofjan -- yang berkantor pusat di bekas markas Kopur II Kostrad di Jalan Kebun Sirih, Jakarta -- langkah Edward di AS itu, "dilakukannya sendiri, bekerja sama dengan rekan-rekannya dari Amerika, Eropa, dan Australia." Sembari tertawa lebar, pengusaha jebolan FEUI itu menyambung, "mana mungkin keluarga kami membeli perusahaan yang mempunyai omset US$ 1,3 milyar." Edward, selama beberapa pekan terakhir, kabarnya, memang lagi sibuk. Ada yang bilang, karena lagi mengurusi bisnis yang di Amerika itu. Dua pekan silam ia masih di New York, pekan silam sudah di Tokyo. "Saya akan bicara nanti kalau persoalan dengan Arvin itu sudah beres. Mungkin bulan April," kata Edward kepada Wartawan TEMPO Seiichi Okawa di Tokyo. Memang Edward belum mundur. Lewat pengacaranya -- yang bermarkas di Wall Street itu -- dia akan membalas segala keberatan yang dituduhkan kepadanya dan saudara-saudaranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus