SEMUA orang sudah berteriak crash, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lagi-lagi anjlok. Sampai Jumat pekan lalu, angka yang mencerminkan harga seluruh saham di Bursa Jakarta tersangkut pada 396,9. Jauh lebih parah dibanding akhir pekan sebelumnya, yang bergayut di angka 425,4. Benarkah sudah crash? "Crash itu kalau penurunannya mencapai 30 persen dalam waktu satu dua hari," tutur Direktur PT Danareksa, Yannes Naibaho (crash Black Monday hanya sekitar 22%). Kesimpulan Yannes, crash belum mampir di Bursa Jakarta. Yang terjadi adalah lesu berat berkepanjangan. Indeks tidak anjlok mendadak, namun turun bertahap dengan pasti. Jika dihitung dari puncak tertinggi di bulan April, harga-harga di Bursa Jakarta sudah melorot lebih dari 41 persen. Ketika saham baru membanjir pada semester pertama tahun ini, harga perdana yang dipasang memang rata-rata cukup tinggi. Para penjamin emisi, waktu itu, benar-benar memperturutkan gejolak pasar yang galak. Tak heran jika harga penawaran saham yang baru rata-rata berkisar pada Rp 10.000. Kalau dilihat dari rata-rata perbandingan laba bersih per saham dengan harganya di bursa, maka timbul kesan bahwa harga-harga di Bursa Jakarta sudah terlalu mahal. Rata-rata perbandingan itu (PER) bisa mencapai 56 kali. Artinya, harga yang dibayar investor untuk saham itu besarnya 56 kali lipat dibanding laba bersih yang diperoleh selama setahun. Padahal, untuk Bursa Jakarta, perbandingan yang ideal seharusnya tidak lebih dari 20 kali. Ini pun masih bisa dianggap tinggi. Repotnya, para penjamin emisi atau underwriter juga berada dalam posisi yang tidak gampang. Perusahaan yang go public tentu menghendaki harga sahamnya setinggi mungkin. Itulah cara gampang untuk mendapatkan dana murah sebanyak-banyaknya. "Kalau permintaannya ditolak, toh penjamin emisi lain mau menjualkan sahamnya dengan harga yang mereka minta," kata seorang direktur penjamin emisi. Jauh berbeda bila dibandingkan era sebelum deregulasi, ketika Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) selalu membuat batas, berapa harga perdana yang pantas untuk sebuah perusahaan. Nyatanya, pembatasan semacam ini menyebabkan orang kurang berminat melepaskan sahamnya di bursa. Sekarang Bapepam tak menetapkan batas, dan harga-harga pun beterbangan. Lalu orang berlomba-lomba go public. Tampaknya, dalam pandangan Bapepam, kejadian itu wajar-wajar saja. Toh ada penjamin emisi yang mau menanggung penjualan saham itu kalau misalnya sampai tidak laku. "Biarkanlah mekanisme pasar bekerja," demikian selalu Ketua Bapepam, Marzuki Usman, berpedoman. Dan mekanisme pasar tampaknya bekerja cukup dramatik. Setelah harga terdongkrak ke atas, maka lewat enam bulan, tanpa bisa dicegah ia pun meluncur ke bawah. Maka, terbetik berita bursa sedang melakukan koreksi. Bagi 66 saham yang harganya tercatat di bawah harga perdana, koreksi itu bisa pahit. Tapi Senin awal pekan ini, gelagat koreksi menunjukkan tanda-tanda berhenti. "Harga sudah layak beli pada taraf sekarang ini," kata Presiden Direktur PT Nomura Indonesia, Toyokazu Shirahata. Pekan lalu, harga memang sudah sedemikian rendahnya sehingga PER rata-rata cuma 21 kali. Jadi, hampir mencapai batas ideal yang 20 kali itu. Sepanjang pekan lalu itu pun, aktivitas membeli sudah mulai nampak. Gelagat ini muncul dari investor asing yang memborong 135.500 saham di pasar reguler. Menurut Shirahata, posisi pemodal asing memang sudah bergeser. Pekan-pekan sebelumnya mereka adalah penjual, tapi sekarang mereka jadi pembeli. Untuk sementara orang pun sedikit lega karena harga bisa terangkat sedikit -- dan ini di luar dugaan sama sekali. Dari hasil perdagangan sepanjang Senin pekan ini, beberapa saham berhasil memperbaiki kursnya. Saham Inco naik menjadi Rp 5.100 dari cuma Rp 4.600. IHSG pun terangkat ke angka 407,7. Hal lain yang juga penting pada Senin ini adalah mulai diberlakukannya Surat Edaran Ketua Bapepam. Sebelumnya sempat muncul kekhawatiran bahwa berlakunya keputusan ini akan membuat pasar semakin sepi. Soalnya, semua orang khawatir, jangan-jangan terlambat menyelesaikan transaksi, hingga diganjar denda besar (TEMPO, 20 Oktober 1990). Nyatanya, pasar berbicara lain. Lagi pula, ada sedikit kelonggaran dari Marzuki Usman. "Peraturan tak akan dijalankan dengan kaku," katanya, mendinginkan pialang yang cemas. Maksudnya, pialang yang menyelesaikan transaksi lebih dari empat hari (t + 4) tak akan langsung diganjar denda satu persen seperti yang termaktub dalam surat edarannya. Lebih dulu mereka diminta membuat surat pengakuan dosa. Isinya: Janji untuk tidak mengulangi kelambatan dan segera menyelesaikan urusan transaksi. Bagi investor asing janji ini mungkin terasa absurd, tapi bagi Marzuki, jalan tengah rupanya selalu perlu. Selalu. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini