Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padalarang - PT Tirta Amarta Bottling, produsen air kemasan merek Viro, telah mengurangi jumlah produksi harian karena tersangkut kasus kredit macet PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Tidak hanya produksi botol air mineral dikurangi, tapi juga lini produksinya ada yang dinonaktifkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pantauan lapangan pada Senin lalu terlihat lingkungan pabrik yang berlokasi di kawasan industri Cimareme, cukup sepi. Pabrik Tirta Amarta menempati komplek pabrik di Jalan Babakan Kalor, Kawasan industri Cimareme, Padalarang, Bandung Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa pegawai bagian produksi menyebutkan adanya informasi pengurangan produksi yang dilakukan perusahaan. “Bulan lalu masih produksi 8.000 boks (satuan unit berisikan 24 botol air mineral ukuran 600 mililiter) per hari, sekarang maksimal 5.000 boks,” kata pegawai yang enggan disebutkan namanya itu, Senin, 21 Maret 2018.
Informasi lainnya, kata pegawai itu, pabrik tersebut mempunyai dua lini produksi. “Namun, hanya satu yang masih aktif,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menghitung nilai kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pembobolan kredit Bank Mandiri Commercial Banking Centre Cabang Bandung 1 oleh Tirta Amarta Bottling (TAB).
Auditor Utama Investigatif BPK I Nyoman Wara mengungkapkan total kerugian negara atas kasus tersebut yaitu sebesar Rp 1,83 triliun. Angka ini merupakan penjumlahan tunggakan pokok dan bunga kredit yang tidak dapat dilunasi oleh debitor.
Kasus ini berawal pada 15 Juni 2015. Berdasarkan surat Nomor: 08/TABco/VI/205 Direktur PT TAB mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit kepada Bank Mandiri Commercial Banking Center Bandung.
Perpanjangan seluruh fasilitas mencakup Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 880.600.000.000, perpanjangan dan tambahan plafon Letter of Credit (LC) sebesar Rp 40 miliar sehingga total plafon LC menjadi Rp 50 miliar, serta fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp 250 miliar selama 72 bulan.
Dalam dokumen pendukung permohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit terdapat data aset PT TAB yang tidak benar dengan cara dibesarkan dari aset yang nyata. Sehingga berdasarkan Nota Analisa pemutus kredit Nomor CMG.BD1/0110/2015 tanggal 30 Juni 2015 seolah-olah kondisi keuangan debitor menunjukkan perkembangan.
Dari sana, perusahaan tersebut dapat memperoleh perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit pada 2015 sebesar Rp 1,17 triliun. Selain itu, debitur PT TAB juga telah menggunakan uang fasilitas kredit yang tidak sesuai kesepakatan.
Dana fasilitas kredit sebesar Rp 73 miliar, misalnya, yang semestinya hanya diperkenankan untuk kepentingan KI dan KMK ternyata digunakan untuk keperluan yang dilarang untuk perjanjian kredit. Akibatnya, keuangan negara sebesar Rp 1,5 triliun yang terdiri dari pokok, bunga, dan denda raib.
Dalam kasus kredit macet Bank Mandiri itu, jaksa sudah menetapkan Direktur TAB Rony Tedy sebagai tersangka. Rony adalah pemohon kredit berupa KMK, kredit investasi, deposito, dan LC PT TAB kepada Bank Mandiri Commercial Banking Center Cabang Bandung pada 2015.