Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kuasa Hukum PPKGBK Jelaskan Hak Pengelolaan Lahan Hotel Sultan dan Latar Belakang Sengketa

Kuasa Hukum Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) Kharis Sucipto buka suara soal status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Hotel Sultan.

31 Oktober 2023 | 20.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengacara Saor Siagian (kiri) dan Kharis Sucipto (kanan) datang ke Polda Metro Jaya untuk jelaskan soal perusakan portal milik PPKGBK, Jumat, 27 Oktober 2023. Tempo/M. Faiz Zaki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) Kharis Sucipto buka suara soal status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Hotel Sultan. Ia mengatakan status lahan tersebut secara sah merupakan aset milik negara. 

"Lahan blok 15 Kawasan GBK dikuasai negara sejak pembebasan tanah melalui KUPAG (Komando Urusan Pembangunan Asian Games) pada 1959-1962," kata Kharis di Kantor PPKGBK, Selasa, 31 Oktober 2023.  

Kharis mengatakan, secara yuridis penguasaan negara terhadap lahan blok 15 itu muncul begitu pembebasan lahan diganti rugi menggunakan uang negara. Setelah itu, pengelolaannya baru dikonversi menjadi HPL. Namun, kata Kharis, administrasinya memang baru muncul pada 1989 ketika hak guna bangunan (HGB) untuk PT Indobuildco berlaku.

"Jadi, bukan HGB muncul duluan (sebelum HPL). Tapi Administrasi HPL yang SK-nya muncul belakangan," kata Kharis. 

Soal HGP PT Indobuildco, Kharis menjelaskan, perusahaan milik Pontjo Sutowo itu mendapatkannya setelah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin memberikan izin. Walhasil, HGB untuk PT Indobuildco terbit pada 1972. Namun Kharis mengatakan, HGB itu berupa pemberian izin saha

"Atas dasar izin, bukan pemberian. Bukan pembebasan tanah, bukan tukar-menukar, bukan hibah, bukan warisan atau perjanjian-perjanjian apapun," ujar Kharis.

Akan tetapi, masa berlaku HGB untuk PT Indobuildco itu pun saat ini sudah berakhir. "Tidak ada perpanjangannya. Sudah murni HPL Nomor1/Gelora," kata Kharis.

Adapun dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1744/A/K/BKP/7, disebutkan bahwa Gubernur Ali Sadikin memberikan izin penggunaan tanah Blok 15 Kawasan GBK tersebut untuk jangka waktu 30 tahun, terhitung sejak tanggal keputusan ini. Perpanjangan hak diatur sesuai syarat dan peraturan yang berlaku. Adapun SK Gubernur ini ditandatangani Ali Sadikin pada 21 Agustus 1971.

Versi lain disampaikan PT Indobuildco. Dalam sebuah file resume yang diterima Tempo dari Kuasa Hukum PT Indobuildco Hamdan Zoelva, disebutkan bahwa pada 1971 PT Indobuildco ditugaskan pemerintah melalui Gubernur DKI Jakarta membangun kawasan hotel untuk keerluan event-event internasional. PT Indobuildco kemudian memperoleh izin dan penunjukkan penggunaan tanah eks  Jakindra (Yayasan Kerajinan dan Kebudayaan Industri Rakyat) seluas ± 13 hektar dari, sebagaimana tertuang dalam SK Gubernur Nomor 1744/A/K/BKD/71.

PT Indobuildco kemudian mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut kepada negara  melalui Menteri Dalam Negeri dan telah dikabulkan dengan terbitnya SK  Menteri Dalam Negeri R.I. No.181/HGB/Da/72 tanggal 3 Agustus 1972. Dalam SK tersebut dengan tegas disebutkan dasar pertimbangan  pemberian HGB yaitu, antara lain tanah yang dimaksud adalah tanah negara (bukan tanah HPL); SK Gubernur Nomor 1744/A/K/BKD/71; dan Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari Direktur Gelora Senayan Tanggal 27 Juli 1972 Nomor 34/Dir/VII/1972.

Soal status hak pengelolaan, Hamdan Zoelva cs menyampaikan bahwa  HPL No. 1/Gelora atas nama Sekneg cq. PPKGBK terbit tahun 1989, 16 tahun setelah  terbitnya HGB No, 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora di atas tanah Negara. Menurut hukum tanah nasional, katanya, HPL harus terbit diatas tanah negara bebas tanpa hak. Sehingga sebelum HPL terbit di suatu lahan, maka lahan tersebut harus dibersihkan dan diberi ganti kerugian kepada seluruh hak atas tanah yang ada di atas lahan yang akan dijadikan HPL tersebut.

Hamdan Zoelva cs juga menyampaikan bahwa HPL No. 1/Gelora atas nama Sekneg terbit di atas tanah HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora sehingga sebelum jadi pemegang HPL No. 1/Gelora maka Sekneg selaku calon pemegang hak harus membebaskan tanah yang akan dijadikan lahan HPL termasuk dalam hal ini lahan HGB No, 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Namun menurut mereka, sampai saat ini tidak pernah dilakukan oleh Sekneg selaku pemegang HPL. 

Pilihan editor: Hotel Sultan Segera Dikosongkan, PPKGBK Minta Keikhlasan Pontjo Sutowo Hengkang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus