Lagi-Lagi Fasilitas

GAIRAH investor asing ke sini memerlukan pelbagai daya pikat. Investor Taiwan, misalnya, ingin memperoleh sejumlah kemudahan, supaya betah tinggal di sini. Di antara tuntutan itu adalah boleh berlangganan koran berbahasa Cina dari negeri asalnya, dan diizinkan membuka sekolah berbahasa Cina untuk anak-anak mereka. "Meskipun tidak semua pengusaha membawa keluarga mereka, kalau ada sekolah semacam itu akan lebih menyenangkan," kata Goseth Chen, kepala Hubungan Internasional Chinese National Federation on Industries (CNFI), dalam interlokalnya ke TEMPO Senin pekan ini. Soal koran tampaknya oke, kendati pendistribusiannya harus dikoordinasikan oleh Kadin Taiwan di Jakarta. Tapi, "Banyak yang mesti dipertimbangkan untuk mengabulkan sekolah Taiwan di sini," kata Wakil Ketua Bidang Perencanaan dan Promosi BKPM, Richard R.P. Napitupulu. Menteri Muda Perindustrian Tungky Ariwibowo, yang memimpin delegasi Indonesia ke Taiwan bulan lalu, berkomentar, "Masalahnya sudah saya bicarakan dengan departemen yang terkait. Sekarang sudah dikoordinasikan oleh Menko Polkam Sudomo." Semua pihak tampaknya mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya, investasi Taiwan di sini (per September 1989) yang cuma US$ 1,195 milyar -- jauh di bawah Jepang yang US$ 6,47 milyar atau Hong Kong yang US$ 2,57 milyar. Di samping itu, perkara Taiwan akan bersentuhan dengan "kebijaksanaan satu Cina" yang ditempuh RI. Apalagi kita tengah dalam proses normalisasi dengan RRC, sebagai satu-satunya negara Cina yang kita akui. Bagi investor Taiwan, sebenarnya masih ada yang lebih esensial, yang menurut Tungky menyangkut dua hal, jaminan investasi dan pajak ganda. Bagi kita pun, persoalan Agreement on Investment Guaranty (AIG) itu tidak sederhana. Kecuali kalau Taiwan sudah jadi anggota Multilateral Investment Guaranty Agreement (MIGA). Toh pajak ganda juga belum bisa dihindari MC, Bachtiar A., dan Sri Pudyastuti (Jakarta)