HARGA BBM bisa juga turun - tapi itu terjadi di Malaysia, yang rupanya mengikuti perkembangan harga minyak di pasar internasional. Berbarengan dengan turunnya harga minyak berat di pasar tunai di musim panas lalu, dalam tiga bulan terakhir, sudah dua kali harga BBM di sana diturunkan. Premium misalnya mulai 1 November lalu harganya M$ 1,03 di Semenanjung dan M$ 1,09 di Sarawak. Sebelum itu harga BBM di kedua tempat tadi masing-masing lebih mahal M$ 0,04 dan M$ 0,06 per liter. Langkah menurunkan harga BBM itu harus dilakukan Malaysia sesudah pemerintah setempat selesai mengkaji formula mekanisme harga produk-produk minyak. Menurut pihak kementerian perdagangan dan perindustrian, harga baru itu ditetapkan dengan memperhitungkan biaya pengilangan di Singapura, pajak, royalty, ongkos distribusi, dan pemasaran. Sampai tahun 1987 nanti Malaysia masih mengilangkan 65 ribu barel minyak mentahnya (dengan ongkos US$ 0,65 per barel) tiap hari ke Singapura. Mengilangkan minyak mentah di Singapura oleh Petronas (perusahaan negara migas milik pemerintah) dianggap lebih murah dibandingkan dengan mendirikan kilang baru. Malaysia sendiri, sejak dua tahun lalu, sesungguhnya punya kilang baru di Kerteh, di Negara Bagian Trengganu, dengan kapasitas 30 ribu barel, dan akan dinaikkan jadi 207 ribu barel. Sekalipun usaha memangkas biaya produksi sudah dilakukan, harga BBM di Malaysia ternyata masih lebih mahal dibandingkan Indonesia. Premium, yang di sana sekitar Rp 475 itu, masih di atas harga di sini yang Rp 385 per liter. Juga untuk jenis Super, di Semenanjung harganya M$ 1,11 atau sekitar Rp 512, sedang di sini hanya Rp 440 per liter. Padahal, kedua komponen BBM yang paling banyak dikonsumsi itu, sejak Januari tahun lalu, di sini sudah tak lagi disubsidi. Subsidi masih dilakukan hanya terhadap beberapa komponen BBM seperti minyak tanah dan minyak bakar. Tahun anggaran lalu, jumlah subsidi nyata itu hanya Rp 507 milyar dari rencana Rp 1.147 milyar. Penghematan itu bisa dilakukan sesudah Pertamina mampu menekan biaya pokok rata-rata BBM dari Rp 258 jadi Rp 236 per liter. Tak jelas benar berapa biaya pokok BBM di Malaysia - semestinya bisa lebih rendah karena dikilang di pengilangan yang lebih efisien. Alokasi subsidi untuk BBM memang tinggal M$ 9 juta atau sekitar Rp 4.158 juta tahun anggaran ini. Yang mempengaruhi harga tinggi BBM di Malaysia, mungkin, adalah pada belum terpenuhinya kewajiban para kontraktor minyak asing menyediakan minyak mentah untuk kepentingan BBM lokal, yang harus dijual dengan harga rendah. Di Indonesia, para kontraktor minyak yang terikat kontrak bagi hasil harus menjual sebagian minyaknya (disebut prorata) untuk BBM seharga US$ 0,20 per barel. Sedang sebagian dari minyak kontraktor (disebut in kind) dijual dengan harga internasional untuk kepentingan pembuatan BBM. Karena cara itu dianggap menguntungkan kepentingan nasional, maka Malaysia kemudian meniru sistem kontrak bagi hasil yang diterapkan Indonesia. Bahkan, Petronas kini juga mulai aktif ikut memasarkan produk BBM-nya ke seluruh pelosok Malaysia, seperti cara yang dilakukan Pertamina. Sekarang Petronas sudah menguasai 20% pemasaran BBM. Yang tidak ditiru adalah cara Pertamina yang selalu menaikkan harga BBM. Produksi minyak mentah negeri bukan anggota OPEC ini memang hanya 430 ribu barel. Sekitar 200 ribu barel sehari dikonsumsi untuk kepentingan lokal. Sumbangan minyak terhadap anggaran belanja negara diduga sekitar 25%.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini