Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Langkah konsolidasi

Bagi kelompok BUMN PTP, deregulasi itu kini bisa berarti merger atau likuidasi. dipermasalahkan: apakah kalau merger, prospeknya lebih baik.

22 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU langkah besar sedang dipersiapkan oleh Departemen Pertanian. Motivasi utamanya: efisiensi. Untuk itu, pemerintah akan menciutkan 32 PTP yang berada di bawah naungan departemen ini menjadi tinggal 11 buah. Keputusan ini, menurut seorang pejabat, diperkirakan akan dilakukan sekitar April depan, setelah tim gabungan antara Departemen Keuangan dan Pertanian usai melakukan penelitian atas 32 PTP tersebut. Bagi sebagian direksi PTP -- terutama yang selalu merugi -- ini tentu saja kabar baik. Tapi lain halnya PTP yang melaba, karena harus siap menanggung kerugian yang dialami rekan-rekannya. Sebab, penciutan bisa dengan likuidasi, bisa juga merger. "Cara ini jelas akan merugikan kami," kata seorang pejabat PTP VII - Sum-Ut. Soalnya, PTP VII yang berbisnis kelapa sawit ini sangat besar labanya. Dalam dua tahun berturut-turut, perkebunan ini memetik untung masing-masing Rp 80 miliar. Wajar bila BUMN itu membagikan bonus kepada karyawannya berupa tiga bulan gaji. Betul, PTP VI dan VIII (yang dikabarkan akan digabungkan dengan PTP VII) juga merupakan BUMN yang melaba, tapi untungnya kecil. Tahun 1992, PTP VI hanya melaba Rp 25,2 miliar, sedangkan keuntungan PTP VI cuma Rp 1,6 miliar. Yang diduga akan bernasib sama dengan PTP VII maksudnya merger dengan perkebunan yang untungnya lebih kecil adalah PTP II yang pada 1992 melaba Rp 49 miliar. BUMN yang mengusahakan komoditi cokelat, kelapa sawit, dan karet ini akan digabung dengan PTP I dan IX, yang masing-masing (pada tahun yang sama) hanya beruntung Rp 6,3 miliar dan Rp 7,3 miliar. Entah faktor apa saja yang dijadikan pertimbangan dalam penggabungan ini. Yang pasti, BUMN-BUMN perkebunan diharapkan bisa beroperasi secara efisien. "Tapi saya kira istilah yang tepat bukan penciutan, melainkan konsolidasi," kata Menteri Pertanian Syarifudin Baharsyah. Bahkan, menurut Menteri, kalau tidak merger, bisa juga likuidasi. Soalnya, ada beberapa PTP yang tak mungkin ditolong lagi. "Yang seperti itu, saya kira tak perlu dipertahankan lagi," tegasnya. Ada kemungkinan, perkebunan "jeblok" yang dimaksud Menteri adalah PTP 28 dan PTP 15 - 16. Soalnya, PTP 28 yang mengusahakan perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa konsumsi, dan kelapa benih ini sejak 1987 (menurut data Pertanian) selalu merugi. Bahkan pada 1992, ruginya membengkak menjadi Rp 4 miliar lebih. Yang rada aneh adalah kondisi PTP 15 - 16 yang mengusahakan perkebunan tebu. Sepanjang lima tahun (sejak 1987) keuntungannya terus meroket hingga mencapai Rp 12,1 miliar. Tapi pada tahun 1992, tidak jelas kenapa, PTP ini tiba-tiba saja menyatakan rugi Rp 11,5 miliar. Berbeda dengan PTP 15 - 16, PTP 21 - 22 melaba terus dan tergolong BUMN yang "sangat sehat". Dengan omzet Rp 275 miliar, tahun 1992, PTP ini tercatat melaba sampai Rp 87 miliar. Mungkin, iniPlah yang menyebabkan ia "dibebani" tugas tambahan, yakni membantu manajemen PTP 27 yang bergerak di bisnis tembakau. Ini semata-mata kerja sama manajemen. "Artinya, saya akan digaji oleh PTP 27 jika perusahaannya untung," kata H.F.B. Surbakti, Dirut PTP 21 - 22. Lantas, bila merger terlaksana? "Saya belum bisa menyatakan akan ada merger, sebelum melihat hasil tim penelitian dari Departemen Keuangan dan Pertanian," begitu Baharsyah mengunci soal merger ini.Budi Kusumah, Affan Bey Hutasuhut, dan Kelik Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum