Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lesu Menjelang Lebaran

Menjelang lebaran penjualan barang kebutuhan sekun der lesu, padahal gaji pegawai negeri naik dan panen berhasil. Akibat seleksi kualitas Bulog dan pengenaan pajak baru. Beberapa produsen bertahan. (eb)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBARAN tahun ini tampaknya harus dilewati dengan prihatin oleh sebagian besar masyarakat petani. Bahkan pegawai negeri, yang telah dinaikkan gajinya, April lalu, masih tetap harus mengetatkan nafsu berbelanjanya. Indikasinya: penjualan barang-barang kebutuhan sekunder, seperti barang elektronik dan kendaraan bermotor, belum membaik - bahkan memburuk. Penjualan PT Indohero dan PT Indo Mobil Utama, perakit sepeda motor-dan mobil merk Suzuki, misalnya, menurut presiden direkturnya, Soebronto Laras, masih akan banyak dilakukan dengan sistem kredit. Itu pun dengan tenggang waktu lebih lama, dari 2-3 tahun menjadi 4 tahun. Diakuinya, sekitar tiga bulan pertama tahun ini, angka penjualan sempat meningkat. Sepeda motor Suzuki, misalnya, bisa laku sampai 18.000 unit dalam tempo sependek itu. Tapi, ternyata, pesanan itu hanya 'nyangkut di kalangan penyalur dan toko, sehingga tak ada pesanan baru pada bulan April-Mei. Agaknya, Kenaikan gaji pegawai negeri serta panen raya padi yang baru lalu tak mampu menaikkan daya beli. Berlakunya pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak barang mewah atas motor 20% (tadinya hanya pajak penjualan 10%) atas sepeda motor dan kendaraan niaga yang diubah bentuknya (misalnya prahoto menjadi bis mini) menjadikan harga lebih mahal. Apalagi, tahun ini, Bulog mulai memberlakukan seleksi kualitas gabah yang bisa dibeli. Banyak petani yang belum siap, akhirnya gagal mendapatkan sejumlah uang tunai karena terpaksa menjual gabahnya dengan harga murah. Sepeda motor Honda, yang lebih populer pasarannya, untuk sementara masih stabil. Konsumennya kebanyakan memang dari kalangan swasta di kota besar. Kendati pasarannya per bulan maslh rata-rata seperti tahun lalu, 10.000 unit, direktur keuangan PT Federal Motor, Trenggono Purwosuprodjo, pun yakin akan ada penurunan penjualan tahun ini. Pasaran Honda 60% di kota besar, selebihnya di pedesaan. Toh, harapan tetap ada, terutama di daerah pedesaan yang lebih banyak membudidayakan komoditi ekspor nonmigas, seperti kopi dan kelapa sawit. Misalnya di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Pasaran di sana relatif kecil, 2.500 unit per tahun untuk lima merk sepeda motor, tapi stabil. Barang-barang sekunder yang lebih ringan, seperti produk elektronik, tampaknya juga masih lesu. Tapi wakil dirut PT National Gobel, Yamien Tahier yakin bahwa pasaran tahun ini sudah akan ada kenaikan sekitar 10%. Kalau radio, tape recorder, dan televisi hitam putih mungkin sudah jenuh. Tapi pasaran televisi warna, lemari es, dan sistem pendingin (AC) akan membaik. Rupanya, semakin berhasilnya proyek listrik di pedesaan telah membuat orang desa juga keranjingan memakai mesin cuci dan televisi warna. Sedangkan pasaran AC aaknya diharapkan dari mencairnya beberapa proyek pemerintah yang tertunda, yang tentu akan menggairahkan sebagian kontraktor swasta juga. Tapi, setidaknya menurut Yamien, cuaca belum cerah benar. Sebab, ada barang elektronik yang diimpor secara curang, baik secara selundupan maupun "didokumenkan" dengan harga lebih murah untuk mengelabuhi pajak. Padahal, produk-produk PT National Gobel, yang sudlah dikenal pasarannya sebelum ini sekitar 10% lebih mahal dari produk sejenis merk lain, sudah dinaikkan lagi sekitar 8%-10% akibat berlakunya sistem perpajakan yang baru. Akan halnya pasran kebutuhan makanan dari minuman tambahan, seperti kecap, sirup, dan saus, pun ternyata mulai terkena dampak "tahun kualitas" dan pajak pertambahan nilai yang berlaku sejai April lalu. Menurut manajer pemasaran PT ABC, pasaran produk ABC lesu pada bulan April, dan baru menjelang Lebaran ini ada kenaikan. Untuk mempertahankan langganan, ABC akhir-akhir ini menjual kecap kemasan plastik isi 25 mililiter berharga Rp 25, terutama di Jawa. Perusahaan ABC pun sudah mulai memperkenalkan sistem penjualan secara kredit 40 hari, kendati baru terbatas pada penyalur yang sudah dikenal. Pasar produk ABC di pedesaan masih terbatas pada kecap. "Mereka belum mampu membeli sambal, sirup, atau juice," tutur manajer tadi. Max Wangkar Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus