PENGUSAHA sebesar Liem Sio Liong, ternyata, tak begitu mudah untuk merebut proyek US$ 800 juta di tanah kelahirannya, RRC. Sudah setahun lebih, ia tawar-menawar dengan para pejabat RRC untuk membangun pabrik pengilangan minyak di desa nelayan di Teluk Meizhou, Provinsi Fujian. Namun, perundingan buntu, sehingga proyek raksasa itu terancam masuk kotak. Pabrik itu direncanakan setiap hari mengilang 60.000 barel minyak mentah dari ladang-ladang Shengli di Provinsi Shandong. Pengilangan akan menjadi milik China Fujian Petroleum Co. yang bermodal US$ 120 juta -- disetorkan tiga mitra lokal -- dan menguasai 70% saham. Sedangkan Liem Sioe Liong, lewat China Pacific Petroleum Ltd., miliknya, akan menguasai 30% saham. Proyek yang sudah diproses sejak 1984 itu, ternyata, belum bisa ditandatangani Liem Sioe Liong. Harga peralatan dan mesin-mesin untuk proyek pengilangan itu, rupanya, menjadi alasan buntunya perundingan. Pihak lokal mengatakan bahwa harga barang-barang yang harus diimpor itu terlalu mahal. Para pemasok yang ditunjuk Liem, konon, telah memberikan potongan 15% dari harga asli, tapi pihak Cina masih bersikeras minta potongan sampai 25%. Sebagian besar peralatan dan mesin hendak dipasok dua perusahaan Spanyol yang sudah belasan tahun berkonco dengan Liem Sioe Liong: Centunion dan Technidas Reunidas SA. Mereka dikabarkan menawarkan harga sekitar US$ 300 juta. Peralatan lain akan dilengkapi tiga perusahaan grup Mitsui, Jepang, yang menawarkan harga 24 milyar. Seluruh peralatan yang ditawarkan Spanyol dan Jepang, agaknya, dinilai pihak RRC sebagai teknologi yang tidak terlalu terkemuka. Sedangkan harga yang ditawarkan terlalu mahal dibandingkan peralatan pengilangan yang ditawarkan pemasok asing lain. Ada dugaan bahwa alasan itu hanya sekadar dalih, unuk tidak mengatakan, cadangan devisa RRC telah menipis sejak tahun silam. Untuk pembiayaan proyek itu sendiri, sebenarnya, tak ada masalah. Sebab, seluruh biaya akan diberikan sebagai kredit ekspor berbunga murah oleh lembaga-lembaga keuangan pemerintah Spanyol dan Jepang. Namun, kemungkinan ada kekhawatiran bahwa pihak lokal harus menanggung biaya, seandainya proyek itu terbukti nanti naik. Centunion dan Technidas, yang diusulkan pihak Liem sebagai kontraktor utama, pernah memenangkan tender perluasan pengilangan minyak di Dumai, Riau, dengan harga hanya USS 800 juta. Proyek itu, akhirnva menelan biaya hingga US$ 1.450 juta itu pun terlambat berproduksi. Untuk membangun pabrik pengilangan minyak di Teluk Meizhou itu, mau tak mau, pemerintah harus menyediakan sarana, seperti jalan, listrik, telekomunikasi, pelabuhan, serta kapal-kapal pengangkut minyak dari Shengli. Untuk membangun itu, tentu saja, diperlukan dana yang tidak sedikit. Itu sebabnya pula, Beijing condong memperluas saja pabrik-pabrik pengilangan minyak yang sudah ada, seperti di Maoming dan Whampoa. November lalu, misalnya, pengilangan di Maoming diizinkan membuat anggaran perbaikan serta perluasan sampai sekitar US$ 200 juta. Menurut laporan Asian Wall Street Jornal, dua pekan silam, Liem dan para pemasok belum surut dari usaha mereka menembus Tembok RRC. Dalam waktu dekat, mereka akan berkumpul di Hong Kong untuk meninjau kembali situasi di Fujian itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini